Pada 14 Januari 2023 lalu, Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkapkan, temuan sabu dalam rokok elektronik (vape) secara total berjumlah 385 botol dengan berat sekitar 16 liter. Temuan sabu dalam liquid vape ini dijual secara berbas melalui situs daring (online) dengan harga Rp200.000 per botol untuk ukuran 10 mg.
Liquid vape berisikan sabu ini sudah siap edar dan dikirim. Pihak kepolisian menemukan, sabu-sabu berkedok vape ini rencananya akan dijual ke sejumlah pemesan yang berlokasi di wilayah Jabodetabek.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI), Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) menjelaskan temuan kepolisian tentang sabu dalam vape sebenarnya sudah lama diprediksikan oleh tim medis di Indonesia. Menurut dr. Agus, cairan dalam vape sangat mungkin diisi oleh bahan-bahan zat adiktif lain termasuk sabu-sabu.
“Dari awal sudah disampaikan bahwa vape itu bisa diisi ulang dengan cairan narkoba, dan itu sudah lama disampaikan ke BNN [Badan Narkotika Nasional],” ujar dr. Agus dalam konferensi pers yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Kamis, 19 Januari 2023.
Dia menegaskan vape sudah terbukti memberikan beban ganda bagi para penggunanya. Termasuk dengan ancaman bahaya vape yang justru mengandung narkotika.
“Vape dengan narkoba maka dampak vape dan narkotika ini double killer. Dua hal yang membunuh dan mematikan, jadi harus waspada,” tuturnya.
Dia pun mengimbau pemerintah agar serius dalam merumuskan regulasis yang tepat dan tegas untuk mengatur peredaran dan konsumsi rokok elektronik.
Menurut DR. Dr. Erlina Burhan MSc. Sp.P(K), selaku Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI), jumlah perokok di Indonesia termasuk perokok elektronik memasuki level yang sangat mengkhawatirkan. Dikutip dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prevalence of Tobacco Smoking tahun 2022, jumlah perokok Indonesia menempati posisi ke-13 dari seluruh jumlah perokok di dunia. Secara total, ada 37,90 populasi atau 53,7 juta jiwa di Indonesia adalah perokok. Angka ini makin memprihatinkan karena rata-rata perokok tersebut adalah pemula yakni perokok usia anak dan remaja.
Perokok muda khususnya anak dan remaja kini yang mencoba rokok elektronik. Adapun sampai Juli 2022, jumlah perokok elektronik di Indonesia mencapai 2,2 juta orang.
Menurut dr. Erlina, rokok elektronik atau vape berbeda dengan rokok konvensional karena tidak menggunakan atau membakar daun tembakau melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap ke paru-paru. Meski demikian, kandungan rokok elektronik menyerupai rokok pada umumnya (nikotin).
Secara rinci, vape yang ditemukan mengandung sabu memang memiliki cara kerja seperti berikut.
Vape merupakan alat untuk inhalasi nikotin, dengan perisa, dan zat kimia lain yang akan masuk ke paru-paru. Alat ini memiliki tiga komponen yakni; baterai, pemanas, dan tabung untuk mengisi liquid.
Adapun cairan liquid ini mengandung nikotin, propylene, glikol, gliserin, dan zat perisa. Ketika vape dihirup, e-liquid ini dipanaskan dan menjadi gas yang akan masuk ke paru-paru.
Lebih lanjut, dr. Erlina mengingatkan, jika muncul klaim bahwa rokok elektronik jauh lebih aman dan sehat dari rokok konvensional maka klaim itu adalah sesat. Pasalnya, menghirup 30 kali vape dapat mencapai kadar nikotin 1 mg sama seperti yang dihantarkan 1 rokok konvensional. Bahkan, ada sejumlah kandungan berbahaya lain yang patut diperhatikan oleh konsumen yakni; logam, heavymetals, formaldehide, aldehyde, nitrosamin (TSNa), silikat dan nanopartikel yang dapat masuk ke bagian paling dalam paru, dan yang paling penting adalah particulate matter (PM).
“Artinya ada potensi toksisitas karena rokok elektronik. Nikotin, menyebabkan adiksi. Glikol dan gliserol mengakibatkan iritasi saluran pernapasan dan paru-paru, aldehyde dan formaldehyde menyebabkan inflamasi paru dan karsinogen. Logam dan heavymetal menyebabkan inflamasi pada paru, jantung, dan kerusakan sistemik sel dan karsonigenik. Sementara particulate matter juga menyebabkan inflamasi paru, jantung, dan sistemik menyebabkan karsinogenik,” ungkap dr. Erlina.
Oleh karena itu, dr. Erlina menegaskan rokok elektrik tidak dapat dikatakan aman, dan disarankan tidak digunakan sampai terbukti aman.
“Rokok elektrik tidak direkomendasikan untuk modalitas berhenti merokok,” pungkasnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post