Visi misi bidang kesehatan pasangan capres dan cawapres dinilai masih normatif dan tidak eksplisit menjawab permasalahan kesehatan. Komitmen pengendalian tembakau juga masih rendah.
Jakarta, Prohealth.id – Pemerataan akses kesehatan berkualitas diusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar untuk menjawab permasalahan bidang kesehatan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Saat ini terjadi ketimpangan akses kesehatan. Misalnya, 64 persen dokter dan 74 persen rumah sakit berada di Pulau Jawa dan Sumatera. Sedangkan 68 persen rumah tangga di luar Sumatera dan Jawa mengalami kesulitan akses rumah sakit.
“Komitmen kami adalah membangun akses kesehatan berkualitas sebagai jalan menuju Indonesia yang adil dan makmur untuk semua. Oleh karena itu, ketimpangan akses kesehatan tidak boleh terjadi dan harus dikoreksi,” kata Anies Baswedan secara virtual dalam acara Dialog Nasional Komunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Anies menekankan, proses pengambilan keputusan dalam bidang kesehatan harus bertumpu pada empat hal yaitu keadilan dan kesetaraan, mengedepankan kepentingan umum, menggunakan data, ilmu, obyektivitas, dan akal sehat, serta regulasi, aturan, konvensi yang berlaku. Paradigma pembangunan kesehatan juga harus diubah untuk menghadirkan akses kesehatan berkualitas.
Di antaranya fokus kesehatan jangan lagi pada aspek kuratif tetapi harus menyentuh promotif dan preventif. Pendekatan kolaboratif dan gotong royong perlu dilakukan mengingat selama ini penanganan kesehatan bersifat top down. Kesejahteraan tenaga kesehatan harus menjadi prioritas dan tumbuh bersama dengan kualitas kesehatan. Selain itu, penanganan kesehatan harus bersifat menyeluruh dan lintas sektoral.
Anies menjelaskan terdapat enam agenda strategis kesehatan yang dilakukan bila terpilih sebagai presiden dan wakil presiden mendatang. Agenda strategis tersebut meliputi penguatan peran puskesmas dan pemberdayaan masyarakat, pelayanan rumah sakit, kesejahteraan dan perlindungan tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, serta pengendalian penyakit dan ketahanan kesehatan.
Anggota Komunitas Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KOMPAK) yang mendengarkan langsung visi misi pasangan calon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar meminta komitmen tegas dan keberpihakan pasangan Anies-Muhaimin terhadap pembangunan bidang kesehatan mengingat saat ini Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan kesehatan yang menjadi salah satu faktor rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
“Kami berharap semua pasangan capres cawapres memprioritaskan bidang kesehatan pada 100 hari program kerja setelah terpilih. Sejumlah persoalan kesehatan yang perlu diperhatikan antara lain persoalan gizi, tengkes (stunting), obesitas, penyakit tidak menular, penyakit menular, dan pengendalian tembakau,” kata Moh Adib Khumaidi, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang juga Koordinator KOMPAK.
Menurut Adib, pengendalian tembakau harus mendapat perhatian serius dan menjadi prioritas calon pemimpin negara selanjutnya. Sebab, selama ini tidak ada komitmen yang kuat dari pemerintah dalam pengendalian tembakau. Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat, terutama pada usia anak dan remaja. Indonesia bahkan merupakan salah satu negara dari hanya 5 negara di dunia yang belum menandatangani perjanjian Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (FCTC/Framework Convention on Tobacco Control).
Adib menambahkan, kesejahteraan tenaga kesehatan dan keberadaan organisasi profesi kesehatan memang mendapat perhatian dari ketiga pasangan calon namun tidak secara eksplisit disampaikan program atau kebijakan yang akan diambil. Begitu juga terkait Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang saat ini tengah dilakukan judicial review oleh beberapa organisasi profesi kesehatan.
“Kami berharap bahwa perjuangan terkait judicial review bisa dijadikan penekanan juga oleh semua paslon. Sekali lagi revisi UU Kesehatan bukan untuk kepentingan profesi. Kita bisa menilai UU ini dibuat untuk siapa, apakah UU ini memuaskan tenaga kesehatan, apakah sudah memuaskan kepentingan rakyat, apakah bisa menjadi jawaban masalah kesehatan. Karenanya, penting sekali untuk duduk bersama membahas kembali UU Kesehatan,” kata Adib.
Discussion about this post