Jakarta, Prohealth.id – Ketika pandemi Covid-19, krisis ekonomi dan kesehatan mengancam manusia mendorong gerakan Pulih Kembali 2.0 terus bergerak membantu pasien Covid-19 dan para perokok berat di Indonesia.
“Saya ini anti merokok dan memberikan perhatian kepada mereka bahwa rokok itu sangat berbahaya,” ujar Sri Wahyuni, Ketua PKK Kecamatan Jebres, Surakarta, Jawa Tengah.
Perempuan yang akrab disapa Yuni ini mengatakan, dia saat ini bersama anggota PKK Jebres mensosialisasikan masyarakat wilayah Surakarta berhenti merokok. Tak hanya itu, Yuni juga mengimbau masyarakat selama pandemi Covid-19 harus terlibat dalam pengendalian zat adiktif.
Dia mengarahkan masyarakat untuk mengubah uang membeli rokok untuk membantu sesama masyarakat yang kesulitan ekonomi. Atau, uang itu bisa dikumpulkan secara gotong-royong melalui Saweria dari Pulih Kembali 2.0 untuk didonasikan kepada pasien Covid-19.
“Banyak orang takt ahu dampak rokoknya. Sekarang mungkin tak terasa, nanti, tiba-tiba sakit TBC, paru-paru. Itulah tugas kami sebagai kader PKK kasih edukasi ke perokok supaya mereka meninggalkan rokok. Kalau belum bisa, ya pelan-pelan, lambat laun. Monggo, itu harus dari hati nurani untuk kesehatan diri sendiri dan keluarga,” tegas Yuni.
Dia tak menampik persoalan menekan angka perokok di level keluarga kerap terjadi karena tingginya perokok bapak dalam keluarga. Yuni menilai kebiasaan ayah atau suami merokok, akan sangat berpengaruh kepada kecenderungan anak-anak dalam rumah menjadi perokok pasif, bahkan perokok aktif. Oleh karena itu, untuk mendorong kesadaran ‘bapak-bapak perokok’, Yuni mencoba mengajak kerja sama bukan hanya bapak-bapak sebagai kepala keluarga, tetapi juga melibatkan ibu-ibu dan anak-anak muda yang tidak merokok. Dia meyakini efek pergaulan anak-anak seumuran bisa membantu anak-anak dan remaja tidak tergoda untuk merokok.
“Yang penting saat ini peran kader PKK besar untuk tidak hanya mencegah perokok, tapi mendampingi perokok ini pelan-pelan berhenti merokok,” sambung Yuni.
Sementara itu, Iman Mahaputra Zein selaku Social Advocate & Creative Campaigner Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menjelaskan, setahun lalu CISDI bersama jaringan kesehatan masyarakat memang menginisiasi gerakan ‘Pulih Kembali’ yang bertujuan untuk memfasilitasi publik dengan kebijakan publik pengendalian tembakau. Pulih Kembali pun memulai kegiatan dengan festival untuk mendorong dukungan masyarakat terhadap kenaikan cukai rokok untuk mengendalikan konsumsi zat adiktif tersebut. Maklum, menurut Iman instrumen hukum yang ada saat ini belum mendukung pengendalian tembakau dengan optimal. Sebut saja, harga rokok yang murah bahkan izin untuk menjual rokok secara batangan.
Manik Margana Mahendra dari Komnas Pengendalian Tembakau menyatakan berkat kegiatan Pulih Kembali 2.0, kenaikan cukai rokok secara berkala memang terbilang cukup tinggi yakni pada kisaran 12 persen per tahun. Hal ini selaras karena masih ada 49,8 persen orang di Indonesia terbukti dari sejumlah riset mengeluarkan uang yang sama untuk konsumsi rokok di masa pandemi. Bahkan, masih ada masyarakat dengan upah di bawah Rp2 juta per bulan banyak orang yang masih mengeluarkan uang untuk konsumsi rokok.
“Karena serangkaian masalah ini, lahirlah Pulih Kembali,” ujar Manik dalam Instagram Live Aksi Kebaikan beberapa waktu yang lalu.
Menjelang pengumuman cukai rokok pada Oktober ini, Iman menambahkan pentingnya Pulih Kembali untuk hadir dan memaparkan bahwa pada masa pemulihan akibat pandemi kenaikan cukai tidak boleh dibatalkan. Dia beralasan, kenaikan cukai rokok adalah solusi untuk mengurangi beban ekonomi. Dia yakin jika harga rokok semakin mahal, konsumsi masyarakat akan terkendali dan beralih ke komponen kebutuhan lain yang lebih penting.
Manik juga menambahkan, kehadiran Pulih Kembali juga sangat efektif untuk mendukung pemulihan pasien dan keluarga miskin yang mengalami krisis ekonomi selama pandemi.
“Inisiatif Pulih Kembali ini dari masyarakat, kita saling ingatkan agar tak usah konsumsi rokok dan uangnya dialihkan untuk kebutuhan lain,” tutur Manik.
Senada dengan Manik dan Iman, Shella selaku Media Officer Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menyatakan, inisiatif ini memang ingin mengajak masyarakat khususnya perokok untuk memberandol uang rokok untuk membantu pasien Covid-19. Dia menegaskan seharusnya selama pandemi Covid-19 sempat terjadi krisis tabung oksigen bagi pasien.
“Artinya, uang yang dibakar untuk rokok seharusnya bisa untuk membantu memperpanjang usia para pasien Covid-19,” ungkap Shella.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post