Jakarta, Prohealth.id – Penyebaran Covid-19 tidak hanya mengancam lansia, peredarannya yang tinggi juga sangat mengancam bagi kelompok anak-anak.
Ahli Kesehatan Anak dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Ida Safitri Laksanawati mengatakan ada 8,5 persen kasus anak terpapar Covid-19 secara global. Sekalipun memiliki risiko terpapar, sepertiganya hanya bergejala ringan. Khusus yang membutuhkan perawatan kritikal di rumah sakit dengan back up ICU sebanyak 4,3 persen. “Dan yang meninggal dibawah 1 persen,” katanya dalam diskusi daring yang digelar Yayasan Lentera Anak, Kamis (2/9/2021).
Selama ini, menurut Ida, anak jarang mengalami gejala Covid-19 yang berat. Angka kematiannya juga rendah. Hanya saja, anak-anak dibawah usia 10 tahun berisiko tertular lebih rendah, dibandingkan remaja dan dewasa. Selain itu, anak-anak tidak mudah menularkan virus ke sesama anak-anak. ”
Data ada menunjukkan bahwa paparan infeksi pada anak umumnya terjadi karena kontak dengan orang dewasa,” terang Ida pada webinar bertajuk “Perlindungan Terhadap Anak yang Terdampak Covid-19.
“Anak yang membutuhkan perawatan khusus, utamanya yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, dan usia yang lebih muda,” kata Ida menambahkan.
KONDISI TERKINI
Kasus Covid-19 di Indonesia per 1 September 2021 sebanyak 4.089.801 kasus terkonfirmasi. Ini merupakan yang tertinggi se-Asia Tenggara dari total penduduk mencapai 273.523.615. “Karena itu kita sangat berisiko,” kata Ida.
Jika secara global kasus positif Covid-19 bagi anak angkanya 8,5 persen, namun di Indonesia, angkanya lebih tinggi, yakni 13 persen, atau 531.674 kasus terkonfirmasi pada anak dibawah usia 18 tahun.
“Selain itu, ada 1.330 (1 persen) kematian pada anak kurang dari 18 tahun,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah terus melakukan pencegahan sekaligus mencapai kekebalan komunitas (herd immunity) dengan mengkampanyekan vaksinasi pada anak. Hal ini sekaligus menjalankan rekomendas WHO yang menyatakan, anak usia 12-17 tahun diperbolehkan untuk divaksin.
“Saat ini cakupannya masih rendah. Dosis pertama mencapai 2.662.368 atau 9,97 persen. Dosis kedua sebesar 6,63 persen atau 1.770.357. Ini merupakan langkah yang sangat baik,” kata Ida.
KASUS Covid-19
Lebih jauh, Ida menjelaskan tentang kasus-kasus Covid-19 yang terjadi di Jakarta dan Yogyakarta. Pada penelitian di Jakarta yang melibatkan 55 rumah sakit, periode Maret – Juli 2020, ditemukan 213 kasus terkonfirmasi Covid-19 pada anak. Adapun yang paling banyak pada usia dibawah 5 tahun, yakni 11 kematian anak.
Lalu pada Maret – Oktober 2020 di RSCM Jakarta, dr Rismaya Dewi menemukan angka kematian mencapai 30 persen. “Ini sempat viral, namun harus disimak, bahwa ini adalah kasus-kasus yang dirawat di rumah sakit rujukan paling tinggi (PPK3), dimana kasusnya sangat berat dan angka kematiannya cukup tinggi,” katanya.
Saat itu ada 20 kematian anak, dimana 20 persen sejumlah 4 orang usia dibawah 5 tahun, dan 25 persen sebanyak 5 orang usia 5-9 tahun, serta 55 persen sebanyak 11 orang berusia 10-19 tahun.
Selain itu, ada data dari DIY Yogyakarta tentang kasus terkonfirmasi sebanyak 21.082 atau 14,07 persen dari total kasus. “Ini sedikit lebih tinggi dari angka nasional ternyata,” katanya.
Disana ditemukan angka kematian sebanyak 15 orang atau setara 0,07 persen. Angka kematian sangat relatif terhadap total populasi, yang jumlahnya masih dibawah 1 persen.
“Yang pasti kita tidak ingin ada kematian pada anak, namun datanya menunjukkan ada kematian pada anak-anak kita.
WASPADA GEJALA COVID-19
Menurut Ida yang juga pengajar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, ditemukan beberapa gejala Covid-19 yang mirip antara orang dewasa dan anak-anak.
“Yang belakangan dilaporkan pada kasus anak adalah terkait pencernaan, diare, demam, batuk, pilek nyeri tenggorokan, sakit kepala, mual/muntah, lemas dan sesak nafas,” katanya.
Adapun yang menarik, menurut Ida, tidak banyak laporan tentang anak yang kehilangan penciuman (Anosmia) dan kehilangan pengecapan (Ageusia). “Mungkin karena ini sulit diekspresikan oleh anak, jadi tidak terlaporkan. Mungkin tahunya orangtua anaknya tidak mau makan,” terangnya.
Sebuah penelitian terbaru dengan total 2914 pasien anak yang terkonfirmasi Covid-19 ditemukan 56 persen diantaranya adalah laki-laki usia 1 hari – 17 tahun. Sisanya 27 persen adalah anak yang dirawat berusia dibawah 1 tahun.
“Ternyata lebih banyak anak berusia muda dan anak laki-laki lebih banyak terpapar Covid-19 dibandingkan anak perempuan,” katanya
Juga ditemukan 79 persen anak tanpa komorbid dan 21 persen lainnya memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan adalah asma, imunosupresi dan penyakit kardiovaskular.
“Kebanyakan terjadi pada anak dengan gejala ringan dan yang memiliki komorbid berisiko besar terpapar Covid-19,” ungkap Ida.
Itu sebabnya, anak yang datang dengan gejala demam dan diare harus melewati skrining Covid-19 terlebih dahulu. Gejala Covid-19 ternyata mirip dengan gejala penyakit pada anak, seperti flu dan gangguan pencernaan.
Anak usia lebih muda yaitu 0-3 bulan, ternyata lebih tinggi risikonya mendapatkan penyakit yang berat, apalagi jika memiliki riwayat kelahiran prematur, dimana sistem imunnya belum bekerja dengan baik.
Obesitas, menurut Ida, juga perlu diwaspadai, karena banyak laporan yang masuk bahwa anak dengan obesitas, diketahui lebih tinggi risikonya menjadi berat saat terpapar Covid-19.
LONG COVID-19 PADA ANAK
Meskipun kebanyakan anak terinfeksi Covid-19 tidak bergejala atau bergejala ringan, data menunjukkan adanya efek jangka panjang, beberapa bulan setelah terinfeksi Covid-19.
“Ini membuktikan, sekalipun anak-anak telah sembuh ternyata masih ada gejala sampai 6 – 12 minggu. Ini dikaitkan dengan kemungkinan efek jangka panjang,” kata Ida.
Hal itu merujuk pada 500.000 kasus Covid-19 yang dialami anak di Inggris, beberapa waktu lalu. Sebanyak 12,9 persen anak usia 2-11 tahun diketahui memiliki gejala Covid-19, 5 minggu setelah terinfeksi. Juga 14,5 persen usia 12-16 tahun ternyata memiliki gejala Covid-19, 5 minggu setelah terinfeksi.
“Ada beberapa teori yang menyatakan, ini mungkin masih ada partikel-partikel virus di tubuh dan menyebabkan reaksi peradangan. Namun ada juga yang mengkaitkan dengan replikasi virus meskipun dalam jumlahnya sedikit. Akibatnya timbul gejala, meskipun menetap dan berkepanjangan umumnya ringan saja,” ungkapnya.
Ida mengatakan, gejala long Covid-19 pada anak, ditandai dengan sulit tidur, batuk, hidung tersumbat, kelelahan, nyeri otot dan sendi, kesulitan berkonsentrasi (jika sekolah tatap muka atau bauran), nyeri kepala dan nyeri dada.
Secara umum, muncul pada anak yang tidak bergejala maupun bergejala, rata-rata usia 11.4 tahun. Sebanyak 66,6 persen anak memiliki minimal 1 gejala menetap selama 60-120 hari pengamatan dan 27,1 persen memiliki minimal 1 gejala menetap, lebih dari 120 hari pengamatan.
Menurut Ida, gejala membaik seiring waktu. Jika dilihat grafiknya, saat anak terpapar hingga 6-7 bulan kemudian, ternyata masih ada beberapa gangguan, seperti sulit tidur, kelelahan, bahkan rambut rontok.
Selain itu, data-data menunjukkan jika anak usia lebih dari 6 tahun kerap mengalami long Covid-19. Adapun jumlah perempuan lebih besar dari laki-laki.
“Lalu ada riwayat alergi (makanan, rhinitis alergi, asma dan eksim). Terakhir obesitas,” katanya.
Anak-anak biasanya merasa terganggu, ketika keluhannya tidak kunjung berakhir. Ada dampak yang muncul pada anak, yakni: 42.6% anak bergejala long Covid lebih dari 120 hari merasa stress atau terganggu.
“1 dari 20 orang tua merasakan adanya perubahan sikap anak setelah terkena Covid, seperti: perubahan nafsu makan, pola tidur, emosi dan aktivitas fisik,” katanya.
UPAYA MENCEGAH PENULARAN
Selama ini, menurut Ida, ada perdebatan tentang penularan virus Corona akibat droplet atau airbone. Namun WHO meyakini penularan Covid-19 melalui droplet, yang keluar saat berbicara, bersin atau batuk.
Namun yang perlu diwaspadai bahwa penularannya melalui kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi, atau melalui droplet yang menempel pada benda-benda dan kita menyentuhnya.
“Ini juga harus diperhatikan. Tangan terkontaminasi setelah menyentuh permukaan benda kemudian menyentuh mata, mulut atau hidung. Jadi selain droplet, kontak dimungkinkan sebagai risiko transmisi virus,” jelasnya.
Menurut Ida, alat-alat gadget, seperti laptop, hape, dan barang-barang lainnya harus sering dibersihkan, demi memastikan tidak ada droplet yang menempel.
Covid-19 terutama bisa menyebar dari orang ke orang, melalui percikan yang keluar saat seseorang bersin/ atau saat berpelukan atau bersalaman. Virus juga bisa menyebar melalui permukaan benda mati, jika seseorang menyentuh benda yang terkontaminasi.
Secara umum, tidak jauh berbeda pencegahan bagi anak dan orang dewasa. Kampanye tentang 5M bahkan 7M yaknimenjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan, menghindari perjalanan (stay at home), harus terus dikampanyekan.
“Ini penting, karena kita memahami bahwa penularannya melalui droplet, sehingga kita harus selalu menggunakan masker dan mencuci tangan,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post