Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) masih menemukan iklan rokok di internet yang membahayakan anak-anak sekolah, dan masyarakat.
Gina Sabrina Sekretaris Jenderal PBHI mengatakan, iklan rokok elektrik dan konvensional masih bertebaran di media sosial. Padahal, aturan Peraturan Presiden (PP) no 28 tahun 2024 tentang Kesehatan secara tegas melarang bentuk-bentuk promosi iklan rokok.
“Jadi sebenarnya mandatnya sudah jelas. Ini cuma soal politikal mereka mau atau tidak pemangku kebijakan bertindak tegas,” ujarnya.
Survei Yayasan Lentera Anak mendapati 60,6 persen dari 180 anak terpapar iklan rokok elektronik, mayoritas melihat iklan di media sosial. Data itu juga menunjukan 70 persen mengaku penasaran dengan rasa rokok.
Menurut Gina iklan rokok sekarang menarget anak-anak muda. Dari berbagai bentuk iklan mempromosikan rokok dalam bentuk langsung, maupun iklan yang secara tidak langsung.
Dalam rimba media sosial iklan-iklan rokok terus menjelma bagai hantu, gampang diakses siapapun, ini kurangnya ketegasan pemerintah yang terkesan membiarkan.
“Misalnya ada podcast, selalu kemudian ada penayangan-penayangan produk yang sengaja ditampilkan, dengan tujuan pemasaran ataupun iklan secara tidak langsung. Nah ini yang sebenarnya jadi loophole, karena walaupun PP-nya sudah eksis, belum ada penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut,” ungkap Gina kepada Prohealth.
Kementerian Kesehatan punya tanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat kata Gina, harus proaktif bertindak.
“Saat ini sebenarnya bolanya ada di Kemenkes, karena dari PP no 28 Tahun 2024 tersebut harus dibentuk juknis. Cuma juknis sampai sekarang tidak dibentuk. Sementara Komdigi mau bergerak itu nggak bisa, walau Komdigi bisa saja kemudian men-takedown,’ katanya.
Meski begitu Komdigi memerlukan rekomendasi yang datang dari Kemenkes untuk bertindak.
“Karena Komdigi ngga punya kapasitas untuk menilai, oh iya ini ada iklan rokok, membahayakan, menimbulkan adiksi dll,”
Editor : Fidelis Satriastanti

Discussion about this post