Jakarta, Prohealth.id – LaporCovid-19 mendesak agar pemerintah tidak mengabaikan data kematian sebagai indikator evaluasi pemberlakukan PPKM.
Dilansir dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (12/8/2021), data kematian adalah indikator dampak dan skala pandemi yang perlu diketahui warga agar tidak abai risiko. LaporCovid-19 menegaskan, pemerintah wajib membenahi teknis pendataan, serta memasukan data kematian probabel, bukan menghilangkannya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah tidak memakai data kematian sebagai indikator untuk melakukan evaluasi terhadap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dan PPKM Level 3 di sejumlah daerah. Hal itu dilakukan karena data kematian yang dilaporkan ternyata tidak akurat akibat adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu sebelumnya.
“Dalam penerapan PPKM Level 4 dan 3 yang akan dilakukan pada tanggal 10-16 Agustus 2021, terdapat 26 kota atau kabupaten yang turun dari Level 4 ke Level 3. Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan. Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian,” kata Luhut dalam konferensi pers yang disiarkan di Youtube Kemenko Marves, pada Senin (9/8/2021) lalu.
LaporCovid-19 menyatakan, keputusan pemerintah tak memakai data kematian dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3 itu patut dipertanyakan. Alasannya, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah.
Ketidakakuratan data kematian yang ada seharusnya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut. Dengan menyadari bahwa data kematian itu tidak akurat, pemerintah seharusnya berupaya memperbaiki data tersebut agar benar-benar akurat. Apalagi, data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah pun sebenarnya belum cukup untuk menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19. Hal ini karena jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah.
Pemerintah juga seharusnya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable agar masyarakat memahami secara lebih akurat dampak pandemi yang terjadi. Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan Level 3.
19 RIBU KEMATIAN TAK TERCATAT, KOK BISA?
Berdasarkan data yang dikumpulkan LaporCovid19, lebih dari 19.000 kematian yang sudah dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota, tapi tak tercatat di data pemerintah pusat. Data dari 510 pemerintah kabupaten/kota yang dikumpulkan tim LaporCovid19 menunjukkan, hingga 7 Agustus 2021, terdapat 124.790 warga yang meninggal dengan status positif Covid-19.
Sementara itu, jumlah kematian positif Covid-19 yang dipublikasikan pemerintah pusat pada waktu yang sama sebanyak 105.598 orang. Artinya, antara data pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat, terdapat selisih 19.192 kematian.
Jika dijabarkan, berikut adalah 10 provinsi dengan selisih angka kematian positif terbesar yang kurang datanya; Jawa Tengah -9,662 kematian; Jawa Barat -6,215 kematian; DI Yogyakarta -889 kematian; Papua -663 kematian; Kalimantan Barat -643 kematian; Sumatera Utara -616 kematian; Kalimantan Tengah -301 kematian; Jawa Timur -294 kematian; Banten -140 kematian; dan Nusa Tenggara Barat -112 kematian.
Sampai dengan 7 Agustus 2021, ada 10 provinsi dengan jumlah kematian terbesar yakni; Jawa Tengah sebanyak 31.914, Jawa Timur 2,297, Jawa Barat sebanyak 16.534, DKI Jakarta 12.750, DI Yogyakarta 4.737, Kalimantan Timur 3.886, Riau 2.828, Lampung sebanyak 2.603, Banten sebanyak 2.437, Bali sebanyak 2.385. Adapun 10 provinsi tersebut merepresentasikan 82,5 persen jumlah kematian positif Covid-19 di Indonesia.
LaporCovid-19 juga menegaskan, data kematian yang selama ini dipublikasikan pemerintah belum mencakup kematian warga dengan status probable. Berdasarkan data yang dikumpulkan LaporCovid19, akumulasi kematian probable di Indonesia setidaknya telah mencapai 26.326 jiwa. Oleh karena itu, jika kematian positif Covid-19 diakumulasikan dengan kematian probable, total kematian terkait pandemi di Indonesia telah mencapai 151.116 jiwa.
INGAT! KEMATIAN SELAMA ISOMAN JUGA MASIH TERJADI
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah kematian yang terjadi di luar rumah sakit belum tercatat secara baik dalam sistem pencatatan milik pemerintah. Padahal, berdasar data yang dikumpulkan tim LaporCovid19, banyak warga yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri di rumah atau tempat lain.
Sejak awal Juni hingga 7 Agustus 2021, tim LaporCovid19 mencatat sedikitnya 3.007 warga meninggal di luar rumah sakit. Jumlah kematian yang sesungguhnya bisa jadi jauh lebih banyak karena data itu baru berasal dari 108 kota/kabupaten di 25 provinsi.
Apalagi, saat ini, hanya satu provinsi, yakni DKI Jakarta, yang mempublikasikan data kematian warga saat isolasi mandiri. Oleh karena itu, LaporCovid19 mendesak pemerintah daerah lainnya untuk mempublikasikan data jumlah kematian warga saat isolasi mandiri.
“Keterbukaan ini penting agar masyarakat makin memahami dampak pandemi Covid-19,” tegas LaporCovid-19.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post