Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

PEMILU 2024: Diskriminasi Kelompok Rentan Masih Berpotensi Terulang

Praktik-praktik diskriminasi terhadap kelompok-kelompok rentan di Indonesia semakin meningkat tiap tahun sementara Indonesia akan memasuki tahun politik.

by Irsyan Hasyim
Friday, 25 August 2023
A A
PEMILU 2024: Diskriminasi Kelompok Rentan Masih Berpotensi Terulang

Penyandang disabilitas memasuki kereta. (Sumber foto: Humas KRL/2023)

Jakarta, Prohealth.id – Berdasarkan Global Inclusiveness Index 2022, Indonesia berada di posisi 103 dari 136 negara, setelah berada di posisi ke-96 di 2021. Peringkat Indonesia terkini tersebut bahkan lebih parah daripada Kenya dan Uni Emirat Arab.

Artinya ada sejumlah kelompok rentan yang paling terdampak saat ini di Indonesia. Di antara kelompok rentan yang kerap mengalami diskriminasi adalah kelompok disabilitas, kelompok minoritas agama, kelompok perempuan, kelompok minoritas gender dan seksualitas, serta orang dengan HIV dan populasi kunci.

BacaJuga

Kekerasan terhadap Jurnalis Masif di Era Prabowo

Potret Makan Bergizi ‘Tragis’

Kondisi ini menunjukkan Indonesia buruk dalam memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan. Diskriminasi ini terus melanggeng seiring dengan penggunaan politik identitas sebagai strategi kampanye dalam kontestasi politik.

Pada Pemilu 2019, misalnya, orang dengan disabilitas menjadi sasaran dalam pengurangan hak politik. Kondisi serupa sangat mungkin terulang kembali menjelang tahun politik 2024. Kenyataan diskriminasi ini bisa terlihat dari situasi kelompok rentan di Indonesia.

Penelitian dari LBH Masyarakat menunjukkan bahwa lebih dari 200 peraturan ketertiban umum di tingkat daerah bersifat multitafsir, sehingga digunakan untuk kriminalisasi orang dengan HIV dan populasi kunci. Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak juga menunjukkan 987 laporan kasus kekerasan yang dialami kelompok disabilitas. Data kasus yang diterima CRM menemukan 161 orang dari kelompok minoritas gender dan seksual menerima kekerasan dan diskriminasi karena identitasnya.

Ditambah lagi, Litbang Kompas 2022 menemukan bahwa diskriminasi hak atas proses hukum dilatarbelakangi oleh gender sebanyak 9,5 persen dan 3,6 persen karena transgender dan orientasi seksualnya.

Selain itu, Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang dikeluarkan pada tahun 2022 menyebutkan data pelaporan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan pekerja tahun 2021 ada sebanyak 7.029 kasus kekerasan berbasis gender dengan ragam jenis pekerjaan.

Semua data ini harus dilihat sebagai fenomena puncak gunung es, di mana yang muncul adalah kasus kekerasan dan diskriminasi yang terlaporkan; kenyataan sesungguhnya jauh lebih besar. Melihat situasi ini, dibutuhkan payung hukum yang komprehensif untuk melindungi kelompok rentan dari diskriminasi. Kerentanan ini harus dilihat tidak hanya dari satu sisi, tapi dari berbagai dimensi, seperti status kesehatan, usia, ketimpangan ekonomi, kepercayaan dan agama, masyarakat adat, dan lainnya. Payung hukum ini diperlukan, mengingat hukum yang sekarang ada tersebar dan kurang melindungi kerentanan yang berlapis, malah terbatas definisinya. Padahal, sudah jelas Pasal 28 huruf l UUD 1945 menjamin bahwa “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apa pun.”

Peraturan yang komprehensif ini harus ada, seminimalnya, definisi diskriminasi yang komprehensif, kategorisasi kerentanan yang inklusif, mekanisme penyelesaian diskriminasi (termasuk pemulihan hak korban), penegakan hukum, penguatan dan pembentukan kelembagaan untuk mewujudkan kesetaraan, serta mekanisme implementasi untuk penghapusan diskriminasi di segala tingkat.

Perlu juga dicatat bahwa dengan datangnya tahun politik, nilai penghapusan diskriminasi ini harus dipertahankan di pusaran politik yang akan mendatang.

Isu yang diangkat perlu memperhatikan persoalan konkret dari kelompok rentan, seperti aksesibilitas bagi kelompok disabilitas, dan menghindari ujaran kebencian terhadap kelompok rentan.

Maka, dari itu Koalisi Nasional Kelompok Rentan Anti Diskriminasi, dengan ini mendesak Pemerintah Republik Indonesia beberapa hal.

Pertama, menghentikan segala bentuk ucapan, tindakan, dan segala praktik serta kebijakan yang menciptakan dan melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok rentan di Indonesia.

Kedua, menguatkan perlindungan terhadap kelompok-kelompok dengan tujuan perlindungan dan penikmatan hak asasi manusia secara penuh dan setara, tanpa ada diskriminasi atas dasar apapun termasuk agama, kepercayaan, ras, etnis, keberagaman seksual, gender, jenis kelamin, usia, status kesehatan, status disabilitas, pekerjaan, serta aspek-aspek lain yang membuat seseorang rentan terhadap diskriminasi.

Ketiga, mendukung aspirasi dan inisiatif dari berbagai lapisan kelompok masyarakat sipil terkait penegakan prinsip-prinsip anti diskriminasi dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negara, khususnya bagi kelompok-kelompok yang memiliki kerentanan-kerentanan tertentu terhadap diskriminasi.

Keempat, membentuk undang-undang penghapusan segala bentuk diskriminasi yang komprehensif untuk pengakuan, perlindungan, pencegahan, dan pemulihan hak-hak korban diskriminasi.

Bagikan:
Tags: disabilitaskelompok rentankerentanan sosiapenyandang disabilitas

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.