Pasangan capres dan cawapres sudah mendapatkan nomor urut untuk kontestasi Pemilu 2024 dari undian di Komisi Pemilihan Umum pada 14 November 2024 lalu.
Menurut Diah Satyani Saminarsih selaku Founder dan Chief Executive Officer Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), isu kesehatan memang tidak terlalu menonjol dibandingkan isu lain seperti hukum dan ekonomi. Hal ini termasuk dengan isu dan kebijakan pengendalian penyakit tidak menular (PTM) melalui pengendalian konsumsi gula, garam, lemak (GGL) dan rokok. Terbukti, kata Diah, saat ini Indonesia tengah mengalami kondisi obesitas yang mengkhawatirkan.
Dalam konteks obesitas menurut Riskesdas 2018, prevalensi orang dewasa dengan obesitas mencapai 35,4 persen Angka ini hampir dua kali lipat jika dibandingkan tahun 2007 sebesar 19,1 persen menurut Kemenkes pada tahun 2019 lalu.
“Pola konsumsi makanan dan minuman siap saji yang tinggi gula, garam, dan lemak, terutama di perkotaan berdampak pada tingginya angka obesitas,” ujar Diah kepada Prohealth.id melalui pesan singkat awal November 2023.
Diah menjelaskan, berbagai catatan menunjukkan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menjadi salah satu faktor risiko utama peningkatan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular lainnya.
“Jadi, konsumsi gula, garam, dan lemak jelas merupakan isu kesehatan krusial yang perlu diregulasi secara serius. Kami tidak bisa menduga-duga mengapa capres dan cawapres tidak menampilkan gagasan mengenai visi tersebut. Kami juga tidak bisa menjawab apakah pilpres akan menghapus kemungkinan pengesahan cukai MBDK atau mengapa pengendalian konsumsi rokok tidak disinggung serius,” tuturnya.
Meski demikian sebagai masyarakat sipil, CISDI menegaskan dampak buruk dari konsumsi gula, garam, dan lemak. Untuk itu, CISDI berupaya meningkatkan kesadaran publik mengenai isu ini sekaligus memperluas gagasan mengenai pentingnya penerapan cukai MBDK.
Survei CISDI menunjukkan sekitar 80 PERSEN dari 2.605 responden di Indonesia setuju agar pemerintah menetapkan cukai MBDK dan 93 persen lainnya sepakat hasil pengenaan cukai digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Sejauh ini, dalam konteks penurunan konsumsi MBDK, pengenaan cukai adalah instrumen ekonomi terbaik yang telah terbukti menurunkan tingkat konsumsi MBDK. Dengan kata lain, isu ini memiliki perhatian publik yang tinggi dan perlu terus dikampanyekan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
“Pada sisi lain, terkait konsumsi rokok, dua riset terbaru kami pada 2022 menjelaskan konsumsi rokok mengalihkan konsumsi masyarakat untuk kebutuhan esensial, seperti untuk telur, susu, ataupun pangan bergizi tinggi lainnya,” ungkap Diah.
Padahal, rokok adalah barang mubazir yang tidak memiliki manfaat kesehatan apapun. Riset terbaru CISDI juga menyebut konsumsi rokok juga menyembunyikan populasi yang tergolong miskin di Indonesia yang mana rumah tangga perokok mengalihkan 11 persen anggarannya untuk membeli produk tembakau.
Oleh karena itu, CISDI mendorong pemerintah terpilih menaikkan persentase cukai rokok, menyederhanakan struktur cukai rokok, dan berkomitmen untuk mengimplementasikan pengendalian produk tembakau, termasuk rokok elektronik dalam peraturan turunan UU Kesehatan.
Secara terpisah dalam kesempatan sosialisasi Kampung Tanpa Rokok (Kampung KTR) di daerah Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan saat ini memang masyarakat sudah masuk dalam momentum politik. Kondisi ini juga menandakan perlunya kewaspadaan dari masyarakat agar skeptis terhadap pelanggaran Pemilu dari mulai kampanye hitam sampai politik uang.
“Berdasarkan data yang ada, para parpol dan politisi biasanya langsung dan tidak langsung ada pasukan logistik dari industri rokok,” ujar Tulus pada 14 November 2023 lalu.
Ia pun mengimbau kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang sudah berkomitmen menjadikan wilayahnya sebagai Kampung Tanpa Rokok agar berhati-hati dengan arus logistik dari politisi. Tak boleh dilupakan, ujar Tulus, bahwa rokok merupakan salah satu indikator yang menyebabkan prevalensi stunting anak-anak di Indonesia sulit turun.
“Jangan sampai kita mendapatkan sebungkus sembako dan masa depan digadaikan, apalagi itu dari industri rokok. Karena itu sangat berbahaya dan menganggap mereka [industri rokok] punya hak mengatur pemerintah,” tegasnya.
Dalam nuansa kampanye, Tulus juga mengingatkan sejumlah aturan yang sudah pernah ada di Indonesia untuk pengendalian konsumsi rokok. Sebut saja diantaranya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Aturan ini yang jelas memberikan klausul jelas terhadap pengendalian iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) rokok. Meski demikian dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023, masih terjadi perselisihan antar lembaga. Sebut saja misalnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang jelas menolak RPP Kesehatan baru mengatur IPS produk rokok karena dipandang melemahkan industri.
“Rokok itu barang legal tetapi tidak normal. Masak dijual bebas? Ini negara memang aneh dalam urusan menjual rokok,” sambung Tulus.
Ketua RW 006 Kayu Manis, Sukaria, menambahkan pernyataan dari Tulus untuk berhati-hati selama Pemilu 2024 memang harus menjadi perhatian masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang sudah menyatakan deklarasi sebagai Kampung KTR.
Dalam forum diskusi ‘Politik Kesehatan Menuju Indonesia Emas’ yang diselenggarakan Forum Warga Kota (FAKTA) pada 22 November 2023, Sukaria mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergoda dengan janji politik dan lupa dengan kesehatan diri, keluarga, juga masyarakat.
“Sebenarnya mau meminta pemerintah untuk peduli itu sebetulnya tidak perlu karena harusnya komitmen Kampung KTR ini datang dari pemerintah. Tapi faktanya, yang mendeklarasikan dan berinisiatif adalah rakyat,” kata Sukaria.
Asal tahu saja, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2021 menemukan, pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mengimbau keluarga khususnya kelompok pria sebagai ayah mengurangi rokok guna menurunkan angka stunting.
“Saya saja dulunya perokok, tetapi karena berkomitmen dengan warga [Kampung KTR], saya sudah berhenti merokok. Uang yang habis untuk rokok bisa saya beli rumah, bahkan diwariskan ke anak saya,” tutur Sukaria.
Berkaca dari pernyataan itu, Tulus Abadi menambahkan, komitmen pengendalian rokok perlu menjadi perhatian masyarakat dan menjadi isu krusial kesehatan publik bagi capres dan cawapres. Ia pun mendesak pemerintah agar berani bersikap tegas terhadap industri rokok serta meningkatkan kesadaran masyarakat menerapkan aturan kawasan tanpa rokok.
Discussion about this post