Jakarta, Prohealth.id – Melalui siaran pers dari LBH YLBHI, Senin (12/2/2024), tercatat bahwa presiden menyalahgunakan wewenang dengan berpihak dan berkampanye secara terbuka.
Presiden menggunakan institusi maupun fasilitas negara, seperti menggerakan aparat negara (TNI/Polri), ASN maupun Kepala/aparat desa untuk tidak netral. Selain itu juga termasuk menggunakan bantuan sosial untuk kepentingan kampanye pasangan calon dan lain sebagainya.
Praktik penghancuran demokrasi dan negara hukum oleh rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo terlihat dengan lahirnya kebijakan yang mengancam hak asasi manusia. Misalnya pelanggaran hukum dan etika serius oleh Presiden dengan berpihak dan menyalahgunakan kewenangannya dalam Pemilu 2024.
Tak hanya itu, kemunduran Demokrasi di era Jokowi juga terlihat dengan terus terjadinya ancaman represi bahkan kriminalisasi terhadap kemerdekaan berkumpul, berpendapat dan berekspresi warga negara yang menyerukan kritik terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Kasus terbaru terjadi pada para Guru Besar, akademisi maupun mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia yang bergerak menyerukan kritik dan tuntutan kepada Presiden untuk menghentikan praktik pelanggaran etika dan konstitusi. Langkah mereka justru berujung pada intimidasi dan represi yang diduga melibatkan aparat kepolisian. Pola ini tidak jauh berbeda dari represi yang terjadi pada Masyarakat adat, aktivis, mahasiswa yang selama ini menjadi melakukan kritik maupun menolak kebijakan pemerintah di berbagai wilayah seperti di Rempang, Wadas, Kendeng dan daerah lainnya.
Dalam kurun waktu satu minggu ke belakang, LBH YLBHI mencatat terjadi berbagai praktik represi yang diduga dilakukan oleh aparat negara maupun preman yang dikendalikan untuk membungkam dan menebar ketakutan publik untuk terus bersuara lantang.
YLBHI-LBH mengumpulkan 23 kasus intimidasi dan manipulasi terhadap guru besar, akademisi, dan aktivis pro-demokrasi yang dilakukan oleh pejabat kampus, aparat kepolisian, dan individu-individu yang tidak jelas latar belakangnya. Tindakan yang dilakukan mulai berupa pelarangan civitas akademika masuk ke kampus untuk menyampaikan deklarasi keprihatinan kondisi demokrasi, wawancara manipulatif testimoni, pembuntutan, hingga memaksa bertemu (teror psikologis).
LBH YLBHI juga mencatat pernyataan yang berbahaya dari tim pemenangan Prabowo-Gibran pasca dirilisnya film dokumenter “Dirty Vote”. TKN Prabowo-Gibran menyatakan kalimat yang berbahaya bagi kebebasan dunia akademik, pers, dan kebebasan berpendapat secara umum. Mereka secara jelas mengatakan bahwa data yang disampaikan dalam dokumenter film tersebut sesuatu yang tidak ilmiah dan berisi fitnah, sehingga TKN Prabowo-Gibran menyimpulkan, “kami khawatir rakyat yang akan menghukum mereka dengan cara rakyat sendiri”. Pasca itu, represi langsung dilakukan dengan dicabutnya izin acara nonton bareng film yang akan diselenggarakan oleh Salam 4 Jari pada Senin (12/2). Izin acara dicabut langsung oleh PT. PERURI selaku BUMN pemilik aset M Bloc Creative Space.
Merujuk pada hal-hal di atas, LBH YLBHI menyampaikan sikap. Pertama, menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat (warga negara Indonesia) agar tidak takut dan terus bersuara untuk menyelamatkan demokrasi dan Negara hukum Indonesia.
Kedua, memperkuat gerakan penyelamatan demokrasi dan melawan praktik represi terhadap upaya kritis Masyarakat sipil, LBH-YLBHI membuka posko advokasi selamatkan demokrasi di kantor wilayah LBH YLBHI. Posko ini berfungsi untuk mengadvokasi dan memberikan bantuan hukum kepada Masyarakat yang bersuara kritis terhadap pelemahan demokrasi di berbagai wilayah. Selain itu, melalui posko ini akan dilakukan pemantauan terhadap praktik penyalahgunaan kewenangan aparatur negara maupun pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.
Ketiga, mengutuk keras berbagai praktik culas pelanggaran hukum dan etika oleh Presiden Joko Widodo dan sekutunya dalam Pemilu 2024. Pemilu semestinya menjadi sarana kedaulatan rakyat untuk mengadili dan menghukum para pemimpin negara maupun partai bermasalah, bukan justru direndahkan menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan keluarga, kelompok atau golongan.
Keempat, mendesak Presiden Jokowi untuk mundur dari jabatannya karena gagal menegakkan konstitusi dan demokrasi, terlebih justru terus melakukan praktik penghancuran demokrasi dengan berpihak dan berkampanye dalam Pemilu yang semestinya berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Kelma, mendesak kepada para penyelenggara Pemilu KPU, Bawaslu untuk bekerja dengan benar dan berintegritas memastikan dan memfasilitasi Pemilu berjalan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Keenam, mendesak kepada aparatur negara, TNI, Polri, BIN maupun ASN untuk bersikap dan bertindak netral, untuk menjamin berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.
Ketujuh, mendesak kepada aparatur negara, TNI, Polri, BIN maupun ASN untuk bersikap dan bertindak netral, untuk menjamin berlangsungnya Pemilu yang jujur dan adil.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post