Jakarta, Prohealth.id – Hari Pemilihan Umum untuk menentukan Presiden, Wakil Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kabupaten telah diselenggarakan pada 14 Februari 2024 lalu.
Selama proses menuju pencoblosan kemarin, ada banyak isu yang menjadi keresahan masyarakat yang menjadi fokus utama para calon pemimpin. Misalnya; masalah kesehatan dan promotif-preventif rasa-rasanya masih kurang diperbincangkan.
Isu “the silent killer”, rokok, yang menyebabkan kematian dini 250 ribu orang Indonesia per tahunnya dan menjadi salah satu penyebab jebolnya BPJS serta penyebab berkurangnya produktivitas pesakitan akibat konsumsi rokok terus meningkat begitupun perokok anak.
Namun ini, sama sekali tidak terdengar di perdebatan para capres dan cawapres maupun timses dan jubirnya di kancah nasional yang konon sejatinya ingin Indonesia lebih maju. Pengendalian konsumsi rokok merupakan isu multidimensi. Tidak hanya menyangkut beban penyakit tidak menular dan stunting, tapi juga berhubungan dengan Tingkat kemiskinan, kesejahteraan rumah tangga, pekerja, petani, dan dampak limbah rokok terhadap lingkungan hidup.
Sayangnya, masyarakat selalu dihadapkan pada keputusan politik yang paradoks, seperti: kenaikan cukai yang sejatinya adalah untuk mengendalikan konsumsi zat berbahaya. Kebijakan ini justru dianggap merugikan negara, padahal cukai yang tinggi adalah win win solution; meningkatkan pendapatan negara dan sekaligus menekan daya beli atas produk zat adiktif ini, dus meningkatkan derajat kesehatan manusia, sehingga dapat lebih produktif memutar roda ekonomi.
Ni Made Shellasih, Program Manager Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menyatakan dilemma ini seharusnya sudah terjawab melalui hasil penelitian oleh Balitbangkes pada tahun 2015 yang menyatakan bahwa kerugian makro ekonomi akibat merokok nilainya mencapai Rp596 triliun. Sedangkan pendapatan dari cukai di tahun yang sama hanya sebesar Rp139 triliun.
Ia menjelaskan, meski dalam momentum Pemilu 2024 banyak pembahasan mengenai stunting tapi sayangnya tak ada yang banyak bicara soal salah satu faktor tidak langsung penyebab stunting itu sendiri adalah belanja rokok yang mengalahkan nutrisi dan penyebab banyaknya penyakit katastropik juga merupakan awal kemiskinan yang berkepanjangan.
Sedikitnya perbincangan mengenai masalah peredaran zat adiktif menurut Shella dapat diprediksi sejak awal karena adanya potensi konflik kepentingan yang begitu besar antara penyelenggara negara dan politisi dengan industri rokok. Misalnya saja Boy Thohir yang mewakili salah satu timses tempo hari menyatakan kesiapan Sampoerna dan Djarum, dan industri lain untuk memenangkan salah satu paslon.
Jejaring bisnis tembakau yang begitu besar dan menempatkan beberapa diantara mereka sebagai orang terkaya di Indonesia telah berhasil mengintervensi banyak kebijakan publik di Indonesia. Jejaring bisnis besar ni seringkali disebut sebagai kekuatan oligarki. Shella menilai ini serupa dengan yang tertuang dalam film Dirty Vote, inilah cawe-cawe industri rokok di setiap Pemilu.
Meskipun masing-masing industri menepis kabar yang beredar soal mendukung salah satu paslon, hal ini tetap harus diwaspadai, mengingat intervensi politik industri rokok selalu tercatat di setiap momentum politik, termasuk diantaranya adalah Pemilu.
“Sebut saja Pemilu 2014 dan 2019, di mana tidak ada kenaikan cukai rokok sama sekali saat tahun Pemilu tersebut. Perlu diingat bahwa intervensi industri rokok tidak hanya berhenti pada institusi pemerintahan eksekutif, hal ini juga terjadi pada kekuasaan legislatif,” tuturnya.
Shella menambahkan, dari laporan dari Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) 2023 menunjukkan angka indeks gangguan industri tembakau atau tobacco interference index sebesar 84, angka yang sangat tinggi bahkan tertinggi kedua di Asia setelah Jepang.
Daniel Beltsazar, Co-initiator Pilihantanpabeban.id menambahkan, bahwa angka ini menunjukkan bahwa ada banyaknya intervensi kebijakan yang dilakukan oleh industri tembakau yang mengakibatkan kebijakan publik di Indonesia terkait pengendalian konsumsi rokok cenderung lemah.
Ia menjelaskan, IYCTC memiliki kanal pilihantanpabeban.id dengan harapan dapat membantu masyarakat sebagai pemilih agar setidaknya masyarakat dapat mendapatkan informasi yang fair mengenai siapa saja orang yang berada di belakang politisi Indonesia. Setidaknya yang berhubungan dengan industri rokok baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ia mengingatkan penting bagi masyarakat untuk waspada terhadap orang-orang yang memiliki rekam jejak dengan industri rokok.
“Ini sebenarnya berlaku kepada industri apapun, namun karena saya rasa monitoring tools yang paling lengkap saat ini hanya untuk industri rokok dan isunya dekat dengan masyarakat jadi ini perlu perhatian lebih,” tuturnya.
Jangan lupa, konflik kepentingan antara industri dengan calon pemimpin rentan menghasilkan kebijakan yang pro industri dan abai terhadap kesehatan masyarakat.
Ia berpesan sebagai pemilih muda, dan banyak juga pemilih pemula, agar lebih sadar menggunakan hak pilih dan menjalankan konsekuensi pilihan di masa depan. Cara termudah adalah terus memperhatikan rekam jejak para calon terlebih dahulu melalui kanal-kanal yang ada, salah satunya pilihantanpabeban.id.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post