Jakarta, Prohealth.id – Orang yang aktif dalam kontestasi politik sebagai calon legislatif bahkan simpatisan berpotensi terkena gangguan Post Election Stress Disorder (PEST).
Berdasarkan situs Better Help, PEST bisa menimbulkan kecemasan yang. Tandanya dengan perasaan putus asa atau ketakutan setelah berakhirnya pemilu politik. Hal ini sering terjadi karena banyak orang yang terikat secara emosional terhadap proses politik yang ada. Sebaliknya, bagi mereka yang menganggap sepele kontestasi dan hasil pemilu, tentu kerentanan belum tentu terjadi.
Berdasarkan informasi yang diterima Prohealth.id, beberapa rumah sakit sudah siap untuk mengantisipasi adanya calon legislatif (caleg) yang mengalami stres karena kalah di pemilu. Sehingga caleg membutuhkan konsultasi mental dan kejiwaan.
Berkaca dari Pemilu 2019, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan siap menanggung biaya pengobatan bagi para caleg yang stres akibat gagal pemilu. Namun syarat ini hanya bisa dengan data kepesertaan BPJS Kesehatan orang yang bersangkutan harus aktif. Pembiayaan pengobatan itu juga cukup beragam. Mulai dari stres ringan, sedang hingga berat. Bahkan jika harus dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), BPJS Kesehatan juga bisa membiayainya.
Asal tahu saja, semua masyarakat memang bisa mengakses layanan ini. Terutama bagi masyarakat yang memang membutuhkan konsultasi kejiwaan. Berikut adalah langkah-langkah menjalani pengobatan mental dengan menggunakan fasilitas BPJS.
Pertama, pastikan berkas sudah siap dan datangi Faskes Tingkat Pertama. Masyarakat harus menyiapkan berkas-berkas seperti kartu identitas, kartu BPJS Kesehatan, dan dokumen diagnosa dokter. Terutama bila sebelumnya pernah melakukan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit atau klinik.
Kedua, datangilah Faskes Tingkat Pertama sesuai domisili tempat Anda terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes I), masyarakat tentu harus berkonsultasi dengan dokter umum terlebih dulu sebelum akhirnya dirujuk ke rumah sakit lainnya.
Ketiga, datangi RS Rujukan. Tujuan Anda mendatangi RS rujukan dari Faskes I adalah untuk menjalani konsultasi dan pengobatan. Masyarakat bisa berkonsultasi dengan psikolog dalam beberapa sesi dan mengikuti beragam instruksi yang mereka berikan. Sebagai informasi tambahan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan biaya. Pasalnya, RS yang menjadi rujukan Faskes Tingkat I adalah RS yang sudah bekerja sama dengan BPJS.
Jika konsultasi berlangung dalam beberapa sesi, maka untuk sesi selanjutnya Anda bisa langsung mendatangi RS tempat berobat tanpa meminta rujukan ulang ke Faskes Tingkat I.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti sudah mengingatkan agar semua pihak yang terlibat pemilihan umum (Pemilu) 2024 melakukan skrining riwayat kesehatan. Langkah ini untuk memberikan perlindungan dan keamanan khususnya bagi petugas pemilu, serta memastikan kelancaran dan kualitas pemilu.
Ghufron menyebut, pelaksanaan skrining riwayat kesehatan bagi para petugas pemilu adalah tindak lanjut dari Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum dan BPJS Kesehatan. Kantor Staf Presiden (KSP) selaku koordinator SEB yang terkait Pelaksanaan Skrining Riwayat Kesehatan dan Optimalisasi Kepesertaan Aktif Program Jaminan Kesehatan Nasional Bagi Petugas Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.
“Pelaksanaan skrining riwayat kesehatan dilakukan bukan hanya sebagai antisipasi terhadap potensi risiko kesehatan yang mungkin dialami saat bertugas, tetapi juga sebagai langkah preventif untuk memastikan keberlangsungan dan kesejahteraan bersama dalam proses pemilu,” ungkap Ghufron.
Sebagai badan yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan berkomitmen untuk memastikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik bagi seluruh peserta. Tak terkecuali juga para petugas pemilu. Dengan menjalani skrining riwayat kesehatan sebelum bertugas, harapannya para petugas dapat mengetahui kondisi kesehatan mereka lebih baik.
Gufron mengingatkan, kesehatan adalah modal utama dalam menjalankan setiap tugas, termasuk dalam proses pemilu. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan mengimbau agar semua petugas untuk menjalani skrining riwayat kesehatan sebelum bertugas.
“Harapannya, hasil skrining tersebut menunjukkan bahwa semua petugas dalam kondisi sehat dan siap menjalankan tugas dengan baik, sehingga pelaksanaan pemilu dapat berjalan dengan lancar,” tambah Ghufron.
Petugas pemilu dapat mengisi seluruh pertanyaan skrining Riwayat kesehatan melalui tautan https://webskriningpetugaspenyelenggarapemilu.bpjs-kesehatan.go.id/. BPJS Kesehatan juga menyiapkan sistem informasi (aplikasi) untuk pengisian skrining riwayat kesehatan petugas pemilu.
Bukan hanya itu, BPJS Kesehatan juga menyiapkan dashboard pemantauan pelaksanaan skrining riwayat kesehatan petugas pemilu. Selain BPJS Kesehatan, lembaga lain yang memiliki hak akses dashboard antara lain; KPU Pusat, Bawaslu Pusat, Kementerian Dalam Negeri, KSP. Masyarakat sipil juga bisa mengakses melalui situs resmi BPJS Kesehatan.
”Hasil skrining riwayat kesehatan dapat dipantau bersama dan akan memberikan feedback kepada petugas maupun panitia penyelenggara pemilu,” tambah Gufron.
Dengan demikian, panitia akan mengantisipasi risiko kondisi kesehatan para petugas. Serta memastikan telah terlindungi oleh Program JKN dari BPJS Kesehatan. Bagi petugas yang memiliki hasil berisiko dan status kepesertaan JKN-nya aktif, dapat melakukan pemeriksaan kesehatan lebih lanjut di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Ghufron juga memastikan, hasil pengisian skrining riwayat kesehatan tidak berpengaruh terhadap status sebagai petugas penyelenggara Pemilu dan Pilkada tahun 2024.
Ia mengingatkan, keterlibatan BPJS Kesehatan dalam pelaksanaan pemilu ini merupakan wujud kehadiran Negara. Utamanya dalam upaya mengantisipasi hal-hal yang menyangkut keselamatan para petugas pemilu. Dengan sinergi melalui SEB ini, harapannya bisa menjadi pemenuhan hak para petugas pemilu memperoleh perlindungan kesehatan saat menjalankan tugas.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post