Tidak adanya regulasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadikan para perokok dapat merokok secara bebas di manapun mereka mau.
Fenomena aktivitas merokok di sembarang tempat ini kerap dilakukan oleh mahasiswa, dosen, maupun civitas academica lainnya. Hal tersebut diungkapkan oleh John Kristian Pasaribu, mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsil.
“Sebenarnya kurang etis ya karena mereka merokok sembarangan. Apalagi civitas academica yang dikenal dengan kaum intelektual, masa sekadar membaca dan memahami peringatan larangan tidak merokok (saja) tidak bisa,” ungkap John dalam wawancara via WhatsApp, Minggu (12/02/2023).
John merasa hal tersebut dapat berdampak besar pada lingkungan sekitar. Bahkan, ia beberapa kali melihat sendiri aktivitas merokok sembarangan yang menurutnya hal tersebut sangat menganggu.
“Saya juga pernah melihat ada beberapa oknum dosen yang merokok di perpustakaan yang ber-AC. Nah ini sangat merugikan mahasiswa yang berada di dalam perpustakaan tersebut termasuk saya karena tidak adanya pergantian udara, karena tidak ada ventilasi, padahal sudah ada tulisannya tidak boleh merokok tapi tetap aja bebal,” tambah John.
Kejadian ini menunjukan perlu adanya ketegasan dalam menindaklanjuti KTR. Di mana larangan merokok tak sekadar imbauan saja, tetapi perlu ditetapkan dalam sebuah peraturan yang kuat.
Pengadaan KTR ini sebenarnya telah tercantum pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Tasikmalaya Nomor 11 Tahun 2018. Di dalam Perda tersebut, tepatnya pada Pasal 5 ayat (2) ditegaskan bahwa tempat proses belajar mengajar menjadi salah satu tempat yang wajib memiliki kebijakan KTR. Hal ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok serta mengurangi angka perokkok dan mencegah perokok pemula. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini sendiri merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Unsil sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berada di Tasikmalaya sudah seharusnya memiliki kebijakan yang kuat terkait KTR ini. Mengingat, Perda KTR Kota Tasikmalaya sudah ada sejak tahun 2018 silam atau dalam kata lain, sudah berjalan lebih dari empat tahun.
Nundang Busaeri, Rektor Universitas Siliwangi mengaku saat ini belum ada regulasi khusus terkait KTR di Unsil.
“Secara eksplisit khusus rokok ngga (ada), tapi hubungannya dengan Gerakan Masyarakat Sehat (Germas), dari Kementerian melalui Pak Sekjen (Sekretaris Jenderal) waktu itu Prof. Ainun Naim, perguruan tinggi disarankan untuk melakukan Gerakan Masyarakat Sehat,” jelas Nundang saat ditemui di ruangannya, Sabtu (25/02/2023).
Menurut Nundang, kebijakan KTR ini dapat membantu terciptanya Unsil sebagai green campus. Green campus ini sendiri merupakan salah satu program yang diusung oleh Nundang sebagai Rektor terpilih periode 2022-2026. Ia berharap Unsil mampu menjadi kampus hijau yang terbebas dari polusi udara termasuk asap rokok.
“Saya kan ingin (Unsil) menjadi green campus. Nah, dengan green campus ini diharapkan polusi CO2 (karbon dioksida) dikurangi. Salah satunya ya merokok ini, kan asapnya mengandung CO2, diharapkan itu tidak terjadi,” papar Nundang.
Nundang berpendapat, kebijakan KTR tidak bisa langsung diterapkan begitu saja karena merokok berhubungan dengan kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Nundang justru mengharapkan adanya inisiatif dari akademisi Unsil untuk tidak merokok di lingkungan kampus.
“Dosen harusnya memberikan contoh yang baik. Kalau di ruangan tertutup ya jangan merokok, apalagi kalau di ruang ber-AC,” tuturnya.
Di lain sisi, Sri Maywati., S.K.M., M.Kes. sebagai dosen sekaligus Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Unsil, mengungkapkan kebijakan KTR ini memang harus segera diterapkan.
“Karena kita kalau mengadopsi ke peraturan pemerintah bahwa instansi pendidikan adalah unit yang harus bebas rokok,” tutur Sri dalam wawancaranya pada Jum’at (25/1/2023).
Menurut pendapat Sri, pengadaan KTR juga perlu disosialisasikan agar semua civitas academica Unsil mampu menjalankan peraturan tersebut dengan baik. Contohnya pada penerimaan mahasiswa baru atau OMBUS (Orientasi Mahasiswa Baru Universitas Siliwangi), kegiatan Ormawa (Organisasi Mahasiswa), dan kegiatan lainnya. Sri juga berharap sosialisasi ini dapat menjangkau semua sasaran civitas academica, mulai dari mahasiswa, dosen, dan juga tenaga kependidikan (tendik).
Sejalan dengan penuturan Sri, beberapa mahasiswa Unsil juga merasa perlu adanya ketegasan di dalam peraturan KTR di lingkungan Unsil. Aliffia Hanin Nugraha, mahasiswi jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan (FKIP) Unsil mengungkapkan kekecewaannya tidak adanya regulasi KTR di Unsil saat ini.
“Unsil sendiri kan punya tagline Unsil hijau tapi kawasan tanpa rokoknya saja belum ada ketegasan,” ujar Aliffia dalam wawancara via google meet, Minggu (12/02/2023).
Dari total tujuh fakultas yang ada di Unsil, Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) menjadi satu-satunya fakultas yang telah menerapkan kebijakan KTR sejak tahun 2021 lalu. Kebijakan ini tercantum pada Surat Keputusan (SK) Nomor: 486/UN58.15/SR/2021.
“KTR itu kan memang kalau melihat dari SK, dari kebijakannya itu sudah (ada) sejak tahun 2021. Kita mendeklarasikan diri, menginisiasi bahwa Fakultas Ilmu Kesehatan ini adalah fakultas yang bebas asap rokok,” ungkap Sri.
Sri berpendapat, kebijakan KTR merupakan salah satu bentuk dalam meminimalisasi dampak rokok, utamanya pada perokok pasif. Menurutnya, perokok pasif juga memiliki tingkat risiko yang sama dengan perokok aktif.
“Jadi ketika kita tidak bisa menghentikan orang yang merokok, setidaknya kita bisa menghindari paparan asap rokok yang dihasilkan” ujar Sri.
Lebih lanjut, Sri mengungkapkan efek bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok membutuhkan durasi panjang, sehingga para perokok kurang menyadarinya dan cenderung acuh terhadap kesehatannya.
Bahaya Bagi Perokok Pasif
DR. dr. Erlina Burhan MSc. Sp.P(K) sebagai Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia menjelaskan, bahaya rokok tidak hanya berdampak pada perokok aktif saja tetapi juga dapat menimbulkan bahaya bagi para perokok pasif.
“Rokok itu bukan hanya merugikan bagi yang merokok saja. Kalau untuk si perokoknya jelas banyak bahan toksik yang masuk ke dalam tubuhnya, tapi ternyata kalau kita berada di lingkungan perokok itu berbahaya bagi kita (perokok pasif),” jelas dr. Erlina.
Perokok pasif merupakan orang yang tidak merokok namun terkena paparan dan menghirup asap rokok dari orang lain. Meski tidak menghirupnya secara langsung, para perokok pasif ini juga memiliki risiko yang tak kalah besarnya dari perokok aktif.
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 1,2 juta manusia meninggal setiap tahunnya akibat asap rokok walaupun tidak merokok. Hal ini terjadi karena partikel-partikel berbahaya di dalam rokok dapat bertahan di udara setidaknya beberapa jam. Residu rokok juga dapat menetap pada rambut, pakaian, karpet, ataupun sofa. Hasil residu ini sama-sama memiliki risiko bahaya bagi kesehatan tubuh.
Asap tembakau mengandung sekitar 7 ribu bahan kimia, minimal 250 di antaranya merupakan bahan kimia berbahaya yang diketahui dapat merugikan kesehatan. Salah satu bahan berbahaya yang sudah tak asing bagi kita yaitu zat karsinogen. Zat ini merupakan senyawa yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker, terutama kanker paru-paru. Kondisi ini dapat terjadi pada perokok aktif maupun perokok pasif.
Kanker paru bukanlah satu-satunya penyakit yang ditimbulkan akibat asap rokok. Masih banyak penyakit berisiko lain seperti jantung, kanker tenggorokan, kanker payudara, masalah pernapasan kronis, penurunan fungsi paru, gangguan kognitif, dan masih banyak lagi. Penyakit-penyakit ini terus mengintai para perokok serta orang-orang di sekitarnya. Dalam kasus ini korbannya yaitu para akademisi Unsil yang hidup di lingkungan tanpa adanya kebijakan KTR.
Apa yang Harus Dilakukan?
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) bersama Southeast Asia Tobacco Contol Alliance (SEATCA) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) merancang buku Pedoman Penyusunan Kampus Tanpa Rokok sebagai cara untuk memproteksi masyarakat perguruan tinggi dari paparan asap rokok orang lain dan campur tangan industri rokok. Buku ini berisi langkah penyusunan peraturan, pelaksanaan, pengawasan serta pemantauan dan evaluasi.
Menurut buku ini masyarakat perguruan tinggi merupakan target strategis program yang diklaim sebagai CSR (Corporate Social Responsibility) oleh industri rokok karena tingkat sofistikasi dari investasi pada kaum intelektual. Peraturan “Kampus Tanpa Rokok” memiliki 3 komponen utama yaitu: Larangan merokok di lingkungan kampus dan di transportasi yang digunakan oleh warga kampus atau masyarakat umum di lingkungan kampus termasuk kendaraan kampus; Larangan iklan/promosi/sponsor industri rokok; dan Larangan kerjasama dalam bentuk apapun dengan industri rokok dan/atau organisasi yang menggunakan nama, logo, semboyan atau ciri yang dapat diasosiasikan dengan industri rokok. Lebih rinci, buku ini menyebutkan sumber daya manusia (SDM) yang ada di perguruan tinggi menjadi sasaran produk rokok karena mereka memiliki pengaruh yang bisa dirasakan dalam jangka waktu yang panjang.
Adapun langkah-langkah pengembangan kebijakan Kampus Tanpa Rokok secara lebih rinci juga tercantum pada buku ini, yaitu dilakukan dengan cara berikut: penyusunan peraturan.
Di poin ini perlu adanya pemrakarsa yang memiliki konsep untuk menyusun peraturan dengan target waktu; pelaksanaan kebijakan yang dimulai dengan sosialisasi Surat Keputusan terkait Kampus Bebas Rokok, penempatan penandaan larangan merokok, dan orientasi pengawas untuk penegakan peraturan; pengawasan, pemantauan dan evaluasi.
Dimulai dari penegakan peraturan, prosedur pengawasan, pengadaan hotline service, sampai pemantauan secara berkala. Pedoman Penyusunan Kampus Tanpa Rokok ini merupakan acuan dalam mengkaji pembentukan kebijakan pengendalian rokok di lingkup kampus.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi/Prohealth.id
Liputan ini dikerjakan sebagai bagian dari Beasiswa Liputan Persma dalam Klinik Persma: Menyoroti Lemahnya Regulasi Penjualan Rokok Elektrik oleh Aliansi Jurnalis Independen Kota Jakarta.
Tulisan ini sebelumnya sudah diterbitkan melalui Gemercik Media pada 7 Maret 2023 dengan judul; “Penyakit Mengintai Akademisi Unsil, Dampak Tidak Adanya Regulasi Kawasan Tanpa Rokok.”
Discussion about this post