Jakarta, Prohealth.id – Siti Khotimah menjalani sidang perdana pekerja rumah tangga (PRT) sebagai korban perbudakan yang mengalami penyiksaan dan kekerasan seksual.
Berdasarkan siaran pers yang diterima Prohealth.id, Selasa (6/6/2023), sebelum sidang digelar, para PRT menggelar aksinya di depan pengadilan. Aksi ini dilakukan untuk memberikan dukungan pada Siti Khotimah dan meminta hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel untuk menyidangkan dan memutus perkara seadil-adilnya bagi para majikan dan beberapa pegawai di rumah majikan yang telah menyiksa Siti Khotimah. Mereka membawa poster bertuliskan #SOSPRT.
Salah satu peserta aksi, Cyah Fauziah menyatakan bahwa aksi ini dilakukan untuk mendukung Siti Khotimah yang sakit fisik dan terkena mentalnya. Siti Khotimah sudah dirawat selama 4 bulan di rumah sakit dan kemudian menjalani perawatan suster di rumah aman dengan pemantauan dokter karena kondisi fisik pada kakinya hingga sekarang.
“Para PRT akan terus datang ke sidang pengadilan untuk memberikan dukungan pada Siti Khotimah, kami akan dukung baik secara fisik maupun mental,” kata Cyah Fauziah.
Siti Khotimah adalah PRT korban asal Pemalang yang bekerja di rumah majikan di apartemen Simprug, Jakarta Selatan sejak April- Desember 2022. Kasusnya mencuat ketika Siti Khotimah disiksa dan disuruh makan kotoran anjing, disiram air panas, dipukuli, diborgol di kandang anjing, dirantai, direndam air panas yang mendidih sampai mendapatkan kekerasan seksual paska ia difitnah mencuri celana dalam majikan.
“Ini semua fitnah pak hakim. Dari difitnah, saya kemudian disiksa, disuruh makan kotoran anjing, saya terpaksa memakan kotoran anjing, biar tidak terus disiksa,” kata Siti Khotimah di depan pengadilan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, SH, MH.
Sidang pada Senin, 5 Juni 2023 digelar dengan agenda pemeriksaan Siti Khotimah dan ayahnya, Suparno. Ibu kandung Siti Khotimah, Eni Sopyah yang berada dalam ruang sidang, buru-buru keluar dari ruang sidang karena tak kuat menahan tangis ketika Siti Khotimah menceritakan kekerasan seksual yang ia alami beberapakali.
Para PRT yang memadati ruang sidang menyatakan bahwa sidang ini berjalan dengan penuh air mata karena Siti Khotimah menangis tidak berhenti di depan hakim ketika dicecar oleh pengacara pelaku, dadanya sesak karena traumanya yang amat mendalam. Siti Khotimah lalu ditenangkan kuasa hukumnya dari LBH APIK, Tuani Sondang dan Koordinator JALA PRT, Lita Anggraini.
Siti Khotimah adalah PRT warga Desa Kebanggan, Kecamatan Moga, Pemalang, Jawa Tengah, mendapat perlakuan keji dari majikan dan sesama pekerja di rumah majikannya di Jakarta. Dalam penuturannya di depan hakim, Siti Khotimah menyatakan ia sudah mendapatkan kekerasan sejak ia bekerja di rumah majikannya pada April- Desember 2022 Sebulan, kmd mulai Mei 2022 Ia terus disiksa dan harus dirawat di Rumah Sakit Polri Jakarta dengan luka di kaki yang amat dalam, dan hingga hari ini ia berjalan dengan menggunakan kruk penyangga.
Khotimah kemudian diadvokasi oleh JALA PRT LBH Apik Jakarta, LBH Apik Smg KJHAM Smg, Institut Sarinah dan didampingi. Para terdakwa juga dihadirkan dalam ruang sidang. Mereka dijerat Pasal 333 dan 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta Pasal 43 dan 45 Undang-Undang tentang Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (TKDRT).
Sebanyak 9 (sembilan) terdakwa yang hadir dalam sidang antaralain terdakwa utama yaitu 3 majikan, Metty Katampow, So Kassender Jane Kasender. Sedangkan 6 PRT lainnya yakni inisial E (35), ST (25), PA (19), IY (38) dan S (48) juga turut melakukan tindak kekerasan dalam pekerjq rumah tangga dengan memukul, menampar, menendang. Beberapa di antaranya juga ada yang menyiram dengan air panas, memborgol, hingga menyuapi dan melunuri sekujur korban dengan cabai.
Kuasa hukum terdakwa dalam sidang awalnya menyatakan permintaan maafnya pada Siti Khotimah atas perbuatan yang dilakukan pelaku, walau beberapa menit kemudian malah mencecar korban.
Tuani Sondang, kuasa hukum korban dari LBH APIK Jakarta menyatakan bahwa Siti Khotimah tidak hanya mengalami KDRT fisik, tetapi juga seksual. Ia menyatakan seharusnya jaksa bisa menengahi situasi ini ketika Siti Khotimah dicecar karena Siti alami trauma mendalam.
“Korban merasa tertekan. Jaksa tidak sensitif melihat kondisi ini, padahal Siti khotimah sudah terpukul dan menangis,” kata Tuani Sondang.
Tuani menyatakan, korban sudah seharusnya mendapat restitusi, yaitu pengganti biaya untuk korban yang sudah menderita dan mengurus kasusnya yang panjang. Siti Khotimah saat ini juga didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Lita Anggraini menyatakan bahwa para terdakwa yang sudah melakukan multi kekerasan dan penyiksaan termasuk kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya dan seadil-adilnya. Penyiksaan dan kekerasan ini juga menunjukkan majikan yang memandang rendah PRT nya.
“Maka tidak ada cara lain selain cepat disahkannya RUU Perlindungan PRT menjadi undang-undang, agar orang lain tidak bisa semena-mena pada para PRT,” kata Lita Anggraini
Discussion about this post