Jakarta, Prohealth.id – Senin pagi (27/2/2022) aktivis penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dikejutkan dengan berita duka wafatnya salah seorang tokoh besar Indonesia, Arifin Panigoro bin Yusuf Panigoro.
Arifin wafat di Minneapolis, Amerika Serikat pukul 14.29 waktu setempat (03.29 WIB) menjelang usia 76 tahun, dua minggu menjelang ulang tahun beliau. Beliau dikenal sebagai seorang pengusaha yang sukses di bidang enerji, pendiri dari Meta Epsi Pribumi Drilling Company atau Medco Energy. Beliau juga pernah aktif sebagai politisi dan pernah menjabat sebagai anggota DPR RI pada tahun 1999-2004.
Namun, di luar sepak terjang beliau di dunia bisnis dan politik, Arifin Panigoro juga dikenal sebagai pegiat masyarakat sipil dalam pembangunan sektor kesehatan khususnya dalam upaya eliminasi tuberkulosis (TBC).
Menurut Diah Satyani Saminarsih, selaku Dewan Pembina STPI mengutarakan, kiprah Arifin untuk penanggulangan TBC dimulai ketika dia beberapa kali mendampingi istrinya yang memimpin Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI).
Pengalaman tersebut menggerakan hati beliau untuk membina Forum Stop TB Partnership Indonesia sejak tahun 2013 dan selanjutnya mendirikan Yayasan Kemitraan Strategis Tuberkulosis Indonesia (Stop TB Partnership Indonesia/STPI) di tahun 2018.
“Saat beliau mengajak saya terlibat di STPI, Pak Arifin mengatakan bahwa masalah TBC harus terus ditekuni oleh generasi yang lebih muda.” ungkap Diah.
STPI bersama para mitra strategis memprakarsai upaya advokasi ke berbagai sektor untuk mempengaruhi kebijakan TBC secara nasional, membangun model tata kelola penanganan TBC lintas sektor di kabupaten dan desa. “Juga mengkampanyekan isu TBC di media sosial dan media massa,” terangnya.
Belum genap empat tahun Yayasan STPI berdiri, kepemimpinan Arifin Panigoro telah memberikan kontribusi besar pada upaya eliminasi TBC di nasional, regional, dan dunia. Bersama STPI Arifin telah mendukung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan penyelenggaraan dua side event Indonesia saat Sidang Umum PBB tentang Tuberkulosis tahun 2018, Pertemuan Tingkat Tinggi Sinergi Multisektor Mengakhiri TBC bersama lintas kementerian/lembaga tahun 2019, serta Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC bersama Presiden Joko Widodo di Cimahi, Jawa Barat pada tahun 2020.
Momentum-momentum tersebut telah berhasil mendorong terbitnya Peraturan Presiden Nomor 67/Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC. Saat ini STPI bekerja sama dengan berbagai donor internasional serta sektor swasta dan membentuk Konsorsium Komunitas TBC Penabulu-STPI sebagai penerima hibah utama dari Global Fund to Fight Against HIV/AIDS, TB, and Malaria.
“Karenanya harus dibentuk kemitraan lintas sektor, lintas aktor dan lintas generasi untuk menghadapi penyakit TBC. Beliau adalah contoh bagi kita semua untuk tidak berdiam diri,” kata Diah.
Lebih lanjut, Diah menyebut meskipun Arifin Panigoro bukan sosok yang berlatar pendidikan bidang kesehatan, hingga akhir hayatnya cinta beliau yang amat tinggi pada Indonesia telah dibuktikan melalui gagasan dan komitmen terus menerus yang sangat bermakna dalam membangun Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera. “Kepercayaan penuh beliau pada kemampuan orang muda untuk terus berinovasi sebagai ekspresi cinta tanah air, adalah teladan beliau yang akan selalu saya jalankan.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership (Global) Lucica Ditiu menyampaikan turut berduka cita atas meninggalnya Pak Arifin Panigoro. “Saya kehilangan kata-kata. Beliau adalah penggerak di balik STPI dan di balik pencapaian besar dalam penanggulangan TBC di Indonesia.
Lucica menambahkan, “Dia adalah champion, mentor, mitra, dan teman kami. Dengan hatinya yang begitu besar dia telah membuat perbedaan bagi pasien TBC dan orang-orang yang merawatnya.”
Atas kepergian Arifin, kelompok masyarakat sipil pegiat TBC merasakan kehilangan yang mendalam dan merindukan beliau. Nasihat bijak dan energinya untuk mengakhiri TBC akan terus menginspirasi untuk bergerak dengan berani dan tegas melawan penyakit ini di Indonesia dan dunia. “Kami akan melanjutkan pertarungan ini seperti yang Pak Arifin cita-citakan,” ujar Lucica.
Dewan Penasihat STPI, dr. Carmelia Basri mengenang Arifin sebagai sosok penting dibalik pembentukan Forum Stop TB Partnership Indonesia 2013 sampai terbentuknya STPI tahun 2018.
“Banyak pengalaman dan pelajaran berharga yang saya dapatkan,” katanya.
Carmelia juga berbagi cerita tentang pesan Arifin yang berkata, “Ibu Mel harus membantu saya untuk membantu Kementerian Kesehatan, membantu pemerintah Indonesia dan membantu pasien TBC,” katanya.
Atas usahanya itu Carmelia tidak bisa melupakan jerih payah Arifin sebagai sosok yang selalu hadir membantu. “Itulah sosok beliau dalam ingatan saya. Seorang tokoh besar dan kuat, namun, lembut hatinya, seorang filantropis sejati,” ungkapnya.
Selain itu, jasa Arifin mendorong kebijakan nasional dan membangun kemitraan dalam mengatasi TBC juga terbilang luar biasa. Sepulangnya dari Sidang Umum PBB yang membicarakan tentang Tuberkulosis tahun 2018, Arifin tidak lelah berupaya memastikan adanya komitmen politis tertinggi di Indonesia.
Konsep yang diformulasikan dalam rentetan pertemuan pembahasan TBC dalam Sidang Umum PBB itu memantapkan arah STPI sebagai motor penggerak Public Private Community Partnership (PPCP) yang selalu disampaikan di setiap kesempatan.
”Melalui karyanya dalam STPI Arifin Panigoro memotori dan membangun kemitraan berbagai kalangan, di dalam maupun di luar negeri, para pemangku kebijakan, pakar kesehatan masyarakat, dokter, akademisi, pengusaha, media, dan kaum muda untuk bergerak bersama mengeliminasi TBC,” paparnya.
Tak hanya itu, seingat Carmelia, Arifin Panigoro pernah menyampaikan, “Melihat begitu besar jumlah orang yang mengidap dan meninggal akibat TBC serta penyebaran yang begitu masif, saya mencoba untuk mengambil posisi untuk mengajak para mitra bekerja sama dalam menghadapi TBC”.
Kemitraan Lintas Sektor
Menjelang pertemuan tingkat tinggi untuk Tuberkulosis (High Level Meeting on Tuberculosis) yang diselenggarakan bertepatan dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa di New York pada 26 September 2018, Arifin Panigoro, Ketua Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI) menyebut Indonesia merupakan salah satu penentu keberhasilan upaya global mengakhiri epidemi ini di tahun 2030. Pasalnya, Indonesia sebagai salah satu negara dengan beban Tuberkulosis tertinggi di dunia.
Tuberkulosis merupakan salah satu indikator dalam tujuan pembangunan berkelanjutan dan urgensi untuk mengakhirinya diangkat sebagai agenda utama Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Umum PBB.
Dalam sambutannya, Arifin menyampaikan, “Kita harus belajar dari negara yang sudah berhasil menanggulangi TBC bahwa eliminasi TBC tidak mungkin tercapai tanpa mobilisasi sumber daya yang masif, efektif dan efisien.”
Menurut Arifin, hanya tinggal sedikit waktu sebelum 2030, tetapi situasi TBC di banyak negara tidak memiliki kemajuan yang signifikan. “Sudah saatnya kita merangkul lebih banyak pihak, karena permasalahan TBC menyentuh jauh lebih luas dari kesehatan,” terang Arifin di Roosevelt Hotel, New York, 24 September 2018.
FSTPI telah berinisiatif memetakan seluruh pemangku kepentingan relevan dan mengidentifikasi potensi peran masing-masing secara komprehensif. Arifin Panigoro menambahkan, “Kemitraan lintas sektor dapat dilakukan melalui berbagi ilmu dan teknologi, cara manajemen yang efisien, pengembangan inovasi, serta mekanisme pendanaan yang stabil”, katanya.
Kala itu, pemerintah menyampaikan tiga hal yang perlu diperhatikan dalam upaya Indonesia mengakhiri TBC. Pertama, sektor swasta dan masyarakat sipil dapat berperan dengan mencari mekanisme inovatif untuk memperkuat upaya yang tengah dilakukan pemerintah. Kedua, komitmen dan aksi jangka panjang perludipertahankan. Ketiga, diperlukan kerja sama serta koordinasi yang lebih kuat dengan Pemerintah Daerah agar kebijakan nasional seperti Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk TBC dapat diimplementasikan secara optimal.
Kesenjangan dalam pendanaan program dan kapasitas teknis untuk mencapai eliminasi TB menjadi perhatian pemerintah. Pelibatan dan kolaborasi lintas sektor melalui strategi public-private mix merupakan kunci yang diperlukan untuk mengakhiri TBC di Indonesia”.
Hal itu terjadi karena lebih dari 50 persen pelayanan kesehatan di Indonesia adalah milik swasta. Pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta agar kualitas pelayanan sesuai standar dan mengakselerasi upaya dan aksi yang dibutuhkan Indonesia.
Atas kepergian Arifin Panigoro, Indonesia sangat kehilangan tokoh besar dalam upaya eliminasi TBC. STPI berterima kasih atas sumbangsih beliau dan akan meneruskan cita-cita beliau sehingga epidemi TBC benar-benar dapat diakhiri dan rakyat Indonesia semakin sehat dan sejahtera.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post