Jakarta, Prohealth.id – Koalisi Masyarakat untuk Air dan Sanitasi Berkeadilan (Justice and Inclusive WASH Coalition-Indonesia) resah terkait layanan air, sanitasi hingga pengelolaan limbah. Secara khusus di kawasan pesisir yang masih memprihatinkan.
Koalisi yang teridiri dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI), Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA, dan IBP pun menggelar Rembuk Perempuan Pesisir pada Rabu (11/12/24) di Anjungan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Ketua KPPI, Rosinah berharap Rembuk Perempuan Pesisir dapat mendorong komitmen pemerintah dalam membuat kebijakan prioritas. Misalnya alokasi Dana Desa untuk WASH (Water, Sanitation and Hygiene), lingkungan yang aman dan responsif GEDSI. Rosinah mendorong komitmen pemerintah untuk menyediakan ruang (spaces) partisipasi penuh perempuan pesisir dan kelompok rentan lainnya.
“Utamanya proses perencanaan dan penganggaran terkait WASH, lingkungan yang aman dan responsif GEDSI mulai dari tingkat desa sampai nasional,” jelas Rosinah.
Permasalahan sanitasi ini sangat serius sebab berpengaruh pada kesehatan manusia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat Indonesia adalah negera dengan sanitasi terburuk di dunia.
Terbukti dari jurnal Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.6, diare menjadi penyebab utama kematian anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia.
Koalisi telah melakukan survei pendataan keluarga nelayan tradisional di 26 kabupaten/kota. Lalu juga pemetaan partisipatif yang dilaksanakan di 5 wilayah pesisir di 5 kabupaten/kota. Antara lain; Lombok Timur, Bangkalan, Semarang, Tangerang dan Medan, untuk permasalahan tersebut.
Hasilnya, koalisi menemukan wilayah desa pesisir tidak memiliki infrastruktur saluran air limbah domestik yang memadai. Termasuk tidak memiliki septic tank.
Selain itu, hasil pemetaan partisipatif mencatat lebih dari 90 persen rumah tangga nelayan tidak memiliki saluran pembuangan limbah rumah tangga dan saluran pembuangan air kotor. Hal ini terjadi di Kota Medan, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bangkalan.
Akibatnya, mereka terpaksa membuang air limbah domestik langsung ke daratan terbuka, saluran drainase, sungai, maupun pantai atau laut.
Peran Perempuan
Pius Widiyatmoko dari Perkumpulan Inisiatif menyampaikan pihaknya akan memberikan pendampingan kepada KPPI untuk melakukan pemetaan partisipatif dengan tools KoboCollect. Tujuannya untuk mendalami permasalahan air minum dan air bersih, fasilitas sanitasi, dan pengelolaan sampah di daerah pesisir.
Pendampingan dini engan melibatkan ibu-ibu KPPI dalam menyusun instrumen. Lalu melakukan pendataan, mengolah data dan menyusun laporan hasil survei.
Selanjutnya, kata dia, Perkumpulan Inisiatif memberikan penguatan kepada ibu-ibu KPPI. Sehingga para ibu mampu melakukan advokasi kebijakan kepada pemerintah.
Dia berharap ibu anggota KPPI mampu melakukan audiensi dengan pemerintah desa, pemerintah kabupaten, dan anggota DPRD. Khususnya untuk menyampaikan hasil survei dan usulan solusi atas persoalan air minum dan air bersih, fasilitas sanitasi, dan pengelolaan sampah di daerah pesisir.
Kemudian, ibu-ibu KPPI bisa melaksanakan Rembuk Perempuan Pesisir dengan mengundang pengambil kebijakan. Misalnya; aparatur pemerintah desa, pemerintah daerah , anggota DPRD, dan Ombudsman.
Menurutnya, kegiatan tersebut bisa menjadi media aspirasi perempuan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian terbangun komunikasi serta komitmen untuk menyelesaikan permasalahan perempuan di isu WASH (Water, Sanitation and Hygiene).
Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan juga menyampaikan peran perempuan dalam ekosistem perikanan dan kelautan sangat penting dan strategis. Hal ini berlaku di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Dani menjelaskan, peran perempuan terbentang dari mulai memproduksi ikan hingga mengolah dan memasarkan. Perempuan Pesisir juga berperan penting dalam menjaga kebutuhan gizi keluarga.
“Karena itu, kebijakan kelautan dan perikanan harus menyasar secara khusus dampaknya bagi perempuan,” ujar Dani.
Mengenai masalah sanitasi, akses air, dan kesehatan pemukiman Dani berpendapat ini adalah hal pokok. Namun, semua aspek itu masih buruk.
“Saya setuju dengan Presiden Prabowo, buat apa Indonesia masuk jadi anggota G20 tapi rakyatnya miskin dan gak punya WC. Buat apa masuk OECD tapi masyarakat Pesisir gak bisa akses air bersih. Tidak ada gunanya,” ucap Dani.
OECD atau Organization for Economic Cooperation and Development adalah Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi yang berbasis di Paris, Prancis.
OECD terdiri dari 38 negara anggota yang mewakili 80 persen aktivitas perdagangan dunia dan berkontribusi pada 41.1 persen GDP global.
Indonesia saat ini belum menjadi anggota OECD.
Penulis: Ningsih
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post