Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Petani Terus Rugi Akibat Tata Niaga Tembakau Buruk

by Gloria Fransisca Katharina
Tuesday, 23 November 2021
A A
Petani Terus Rugi Akibat Tata Niaga Tembakau Buruk

Ilustrasi: Warga memanen tembakau di persawahan desa Mento, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2019). Sumber: ANTARA FOTO/Anis Efizudin/pd.

Jakarta, Prohealth.id – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menyatakan masalah tata niaga hasil tembakau adalah penyebab sulitnya petani tembakau memperoleh untung sebagaimana yang dijanjikan dari industri tersebut.

Mariana Dyah Savitri selaku Kepala Subdit Dana Bagi Hasil, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan/DJPK, Kementerian Keuangan mengkonfirmasi bahwa bantuan bagi petani yang ingin beralih tanam juga dimungkinkan dari DBH CHT. Dia menyatakan bahwa kebijakan ini telah  dimulai dari tahun 2018 dan 2019, di antaranya seperti untuk bantuan bibit/benih, untuk perkebunan lain, dan juga untuk ternak.

BacaJuga

HARI BURUH SEDUNIA: Nasib Kelam Buruh di Masa Indonesia Gelap

HARI BURUH SEDUNIA: Urgensi Peran Pemerintah Melindungi Buruh

“Termasuk juga untuk kegiatan alih tanam, kami melalui PMK memberikan payung hukum untuk penggunaannya,” jelas Mariana.

Sementara untuk informasi teknis pelaksanaan, dinas setempat dapat mengacu kepada peraturan kementerian terkait. Bahkan, jika juknis yang ada dinilai masih belum cukup, pemerintah daerah dapat mengatur melalui peraturan kepala daerah. Hal ini menunjukkan dukungan penuh oleh pemerintah pusat. Meskipun begitu, penggunaan DBH CHT sebagai bantuan alih tanam masih relatif kecil.

Berdasarkan laporan realisasi DBH CHT tahun 2021, penggunaan DBH CHT untuk golongan ini hanya 2,66 persen dari keseluruhan alokasi secara nasional. Untuk semester pertama tahun ini, realisasi DBH CHT untuk kegiatan alih tanam baru 1,15 persen.

“Tentu banyak faktor juga di daerah, mungkin karena memang kebutuhannya rendah, atau sebetulnya ada kebutuhan tapi belum teridentifikasi,” pungkas Mariana.

Salah satu peneliti PKJS UI, Wahyu Septiono menerangkan dari sisi petani tembakau swadaya yang berasal dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat ternyata banyak yang belum memahami alur proses pengajuan bantuan dana untuk pengembangan usaha utamanya dari Dana Bagi hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Bahkan, mayoritas mereka belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah setempat.

Hal ini mengaformasi alasan mayoritas petani belum mengetahui berbagai manfaat DBH CHT, terutama bagaimana itu dapat membantu mereka. Selain itu, petani tembakau swadaya tidak memiliki preferensi khusus terhadap industri tembakau dan beberapa cenderung ingin beralih tanam.

Alasannya meliputi kondisi industri dan tata niaga yang kurang menguntungkan, periode tanam-panen yang terlalu panjang, bahkan konservasi lahan.

Akan tetapi, petani juga mengeluhkan beberapa alasan yang menghambat mereka untuk melakukan ini. Misalnya, kurangnya sistem irigasi dan kondisi lahan yang terlalu kering sehingga sulit ditanami tanaman selain tembakau. Selain itu, kurangnya informasi mengenai pasar produk alternatif membuat upaya-upaya alih tanam mandiri di masa lalu berakhir dengan kerugian.

 

PETANI BUTUH KEBEBASAN

Peneliti PKJS UI lainnya, Kevin Andrean menyimpulkan bahwa keleluasaan tanam petani swadaya dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, terutama saat menghadapi kondisi industri yang tidak memuaskan.

Dalam hal ini, pemerintah dapat hadir sebagai enabler, memampukan petani memiliki daya tawar yang lebih baik. Adanya kebutuhan para petani, dukungan DBH CHT, menjadi kesempatan bagi pemerintah daerah untuk  berlomba membuat terobosan, baik dengan menambah keterampilan para petani, maupun dengan membuka opsi strategi yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh para petani.

Oleh karena itu, prospek penggunaan DBH CHT untuk bantuan alih tanam sangat ditentukan dengan eratnya kerjasama antara petani dengan pemda setempat. PKJS merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu segera dieksekusi.

Pertama, sosialisasi manfaat DBH CHT bagi petani, termasuk manfaatnya sebagai bantuan alih tanam.

Kedua, peran aktif pemda melibatkan petani sebagai end-user dalam penyusunan program tani berbasis DBH CHT yang lebih tepat sasar; prosedur yang mengharuskan petani menempuh langkah rumit untuk memohon bantuan, jika ditemukan kurang efektif, juga perlu digantikan dengan tinjauan lapangan, dialog aktif, atau diskusi terarah.

Ketiga, bantuan infrastruktur, seperti irigasi, dapat didukung dengan adanya DBH CHT. Adanya irigasi membuka opsi tanaman alternatif, terutama bagi petani di lahan kering yang selama ini tidak mempunyai pilihan selain tanaman tembakau.

Keempat, pengadaan informasi pasar, yang sederhana namun dapat membantu petani membuat keputusan yang lebih menguntungkan. Salah satu kendala alih tanam bagi petani adalah kurangnya informasi tentang pasar alternatif. Terbukanya informasi pasar secara periodik dapat membantu petani swadaya untuk membuat keputusan tanam sesuai yang dengan situasi dan pertimbangan masing-masing, sekaligus menghindari kerugian akibat over supply.

Kelima, bantuan untuk mengakses potensi pasar tanaman alternatif di digital marketplace. Sebagian petani swadaya mengaku telah berkeinginan, namun kurang memiliki keterampilan, untuk menjelajahi potensi pasar produk non-tembakau di platform digital. Digital empowerment juga merupakan contoh program konkrit yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan keterampilan kerja.

Sementara itu, Agus Suprapto, selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menilai Kementerian Pertanian, bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan, perlu lebih memposisikan petani agar memiliki eksistensi yang lebih kuat, serta meningkatkan daya tawar mereka.

Selain itu, beliau mengimbau agar alokasi DBH CHT lebih disalurkan kepada petani yang begitu membutuhkannya, bukan hanya kepada daerah dengan pabrik penghasil rokok.

 

 

Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Tags: Cukaicukai hasil tembakauCukai RokokPetani TembakauTarif Cukai Hasil Tembakau

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.