Jakarta, Prohealth.id – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyampaikan ada sejumlah temuan dampak pembangunan PLTU batubara di KIHI Kalimantan Utara. Temuan tersebut disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan di Jakarta, pada 14 September 2023.
Dari aspek kesehatan, kehadiran PLTU batubara sudah dirasakan membawa dampak negatif sejak dari konstruksi pembangunan. Peneliti Celios Fiorentina Refani mengungkapkan terjadi peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada kurun waktu tahun 2021-2022 yang merupakan tahun dimulainya pembangunan PLTU batubara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimatan Utara jumlah penderita tuberkulosis paru di kabupaten Bulungan pada tahun 2022 mencapai 251 orang atau naik dari tahun 2021 yang mencapai 128 orang. Begitu pula, penderita pneumonia naik jumlahnya dari 74 orang pada tahun 2021 menjadi 421 orang pada tahun 2022.
“Meski data penderita ISPA kami peroleh dari BPS Kalimantan Utara namun sumber data tersebut berasal dari Dinas Kesehatan Pemprov Kalimantan Utara sehingga sangat dapat dipertanggungjawabkan. Kenaikan penderita ISPA juga mengkonfirmasi adanya gangguan kesehatan akibat PLTU batubara,” tegas Fiorentina.
Operasional PLTU batubara, lanjut Fiorentina, dapat mengeluarkan emisi karbon serta abu hasil bakaran batubara yang berkontribusi secara signifikan pada penuruan kualitas udara ambien dalam radius tertentu. Material sisa dari proses pembakaran batubara akan menghasilkan fly ash dan bottom ash (FABA) yang mudah terbawa angin saat dikeluarkan dari cerobong pembakaran. Fly ash juga ditengarai sebagai biang peningkatan gangguan respirasi yang diderita masyarakat. Terlebih lagi lokasi proyek yang berada dekat dengan pemukiman warga dengan karakteristik lahan yang jarang dominasi pohon tinggi akan meningkatkan potensi sebaran fly ash yang akhirnya meningkatkan angka idapan ISPA.
“Bahkan PLTU batubara di KIHI cenderung mendorong adanya deforestasi, pengerukan laut, cemaran limbah panas air bahang, abrasi pantai, penghancuran sumber-sumber air serta kelola pertanian secara lokal, hingga hilangnya berbagai biodiversitas,” jelas Fiorentina.
Industrialisasi yang berasal dari energi fosil berkedok hijau seharusnya tidak boleh dilakukan karena dapat menimbulkan persoalan ekonomi, kesehatan, dan ekologi.
Berdasarkan metode IRIO terdapat dampak negatif pembangunan PLTU batubara bagi output perekonomian sebesar Rp3,93 triliun, pendapatan masyarakat secara agregat diproyeksi menurun Rp3,68 triliun dan kerugian spesifik di sektor perikanan senilai Rp51,5 miliar. Kerugian ekonomi tersebut disebabkan oleh dampak kerusakan lingkungan, kesulitan nelayan mencari ikan, hingga sektor pertanian yang terimbas pertambangan batubara untuk mensuplai PLTU.
Selain itu, terdapat risiko kehilangan pekerjaan sebanyak 66.000 orang di berbagai sektor. Khusus sektor pertanian dan perikanan akan terdampak karena banyak lahan pertanian dan perkebunan akan beralih fungsi menjadi kawasan industri. Bahkan PLTU akan mengganggu aktivitas nelayan mengingat jalur pengiriman batubara melalui laut. Jika PLTU batubara beroperasi dalam jangka panjang, akumulasi kerugian dari kehilangan pendapatan masyarakat menembus Rp13 triliun.
Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan perusahaan yang berada di balik investasi PLTU batubara, termasuk calon pembeli aluminium khususnya raksasa otomotif Hyundai, perlu segera mempertimbangkan untuk menghentikan segala bentuk kontrak atau kesepakatan pembelian selama PLTU batubara tetap dibangun. Dikhawatirkan kendaraan listrik yang bahan bakunya berasal dari proses yang masih gunakan batubara, tapi diberi label “hijau”, menimbulkan persepsi yang salah di mata konsumen dan investor mitra Hyundai”.
Bhima menambahkan bahwa Celios merekomendasikan agar setiap pembangunan kawasan industri hijau perlu mempertimbangkan aspek lingkungan secara menyeluruh, dan menghentikan seluruh rencana pembangunan PLTU batubara baru dan fokus untuk menyediakan pasokan listrik dari energi terbarukan. Solusinya pasokan listrik stabil disediakan oleh PLN dengan catatan PLN juga memperbesar bauran energi terbarukan.
“Pemerintah juga harus konsisten terutama taksonomi hijau OJK 2.0 yang sebaiknya tidak memberikan ruang bagi PLTU batubara untuk hilirisasi, sehingga perbankan lebih fokus membiayai pembangkit EBT di kawasan industri,” tegas Bhima.
Editor & Infografis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post