Sejak cerobong raksasa PLTU ombilin beroperasi, langit Sijantang Koto di Sawahlunto, Sumatra Barat, jarang benar-benar biru.
Di sekitar desa kecil itu, udara seringkali penuh abu halus yang beterbangan tanpa arah. Abu yang tak hanya mengotori pekarangan rumah, tetapi juga menyelinap masuk ke paru-paru.
PLTU Ombilin, yang megah sebagai kebanggaan daerah, kini menjadi sumber ancaman bagi ribuan jiwa. Cerobongnya yang menjulang tinggi terus memuntahkan sisa-sisa pembakaran batu bara, menyelimuti desa-desa di sekitarnya dengan polusi yang merusak kesehatan dan lingkungan.
Sejak mendapatkan sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2017 akibat pencemaran lingkungan, perjalanan hukum dan pelaksanaan sanksi penuh dengan ketidakpastian. Hingga kini, hanya KLHK, pihak perusahaan, dan Tuhan yang tahu sejauh mana sanksi itu telah dijalankan.
Tujuh Tahun Berlalu, Janji Perbaikan Menguap
Pada 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjatuhkan sanksi kepada PLTU Ombilin. Sanksi ini karena pelanggaran serius: tumpukan abu batubara (fly ash dan bottom ash) yang mencemari lingkungan. Fly ash dan bottom ash (FABA) saat itu masih masuk klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Selain itu, kerusakan cerobong emisi menyebabkan pencemaran udara yang langsung berdampak pada kesehatan warga sekitar. Selama ini tidak ada pengujian kualitas air secara benar, bahkan ada temuan pencemaran yang melampaui baku mutu.
Sekalipun sudah terkena sanksi administratif, pelaksanaannya justru mengundang lebih banyak pertanyaan. Itulah pandangan Prof. Andri Gunawan Wibisana, Ahli Hukum Administrasi yang hadir dalam sidang PTUN Jakarta oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
KLHK tidak menjalankan langkah tegas seperti mencabut izin lingkungan, menunjuk pihak ketiga untuk pemulihan, atau memberikan denda keterlambatan. Menurutnya, sanksi ini penuh dengan ketidakpastian dan multitafsir.
Ironisnya, PLN selaku pengelola PLTU Ombilin baru mulai melakukan pemulihan beberapa bulan setelah gugatan LBH Padang di PTUN Jakarta pada Juni 2024. Proses pemulihan ini minim transparansi, sehingga sulit bagi masyarakat sipil dan publik untuk memverifikasi dampaknya.
“Proses pemulihan sebagai janji pemerintah tidak pernah transparan,” ujar Novita Indri, Juru Kampanye Trend Asia, organisasi yang mengadvokasi transisi energi bersih di Indonesia.
“Sampai hari ini, kita tidak tahu sejauh mana sanksi itu dilaksanakan. Yang jelas, dampaknya masih sangat terasa bagi masyarakat.”
Novita mengungkapkan bahwa kondisi PLTU Ombilin adalah potret klasik dari pembiaran atas dampak buruk energi fosil. Meski usianya sudah tua dan jelas mencemari, PLTU ini terus beroperasi. Asal tahu saja, PLTU Ombilin sudah beroperasi sejak 1996-1997. Dengan usia yang sudah sangat tua, banyak kewajiban lingkungan yang tidak berjalan dengan maksimal.
“Pemensiunan PLTU sejauh ini hanya sebatas dokumen dan perjanjian di atas kertas. Implementasinya masih sangat jauh dari harapan,” ujarnya.
Masalah Kesehatan
Bagi masyarakat Sijantang Koto, keberadaan PLTU Ombilin telah menjadi ancaman kesehatan serius. Data dari pemeriksaan kesehatan anak-anak SD 19 Sijantang Koto pada 2016-2017 menunjukkan lebih dari separuh murid mengalami gangguan fungsi paru. Tak terkecuali bronchitis kronis dan tuberkulosis (TB) paru. Hubungan antara lokasi tempat tinggal yang dekat dengan PLTU dan penurunan fungsi paru sangat jelas.
Masyarakat Kecamatan Talawi selama lebih dari satu dekade terakhir paling banyak mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Artinya, tidak hanya kelompok anak yang rentan mengalami ISPA. Dalam publikasi BPS Sawahlunto, ISPA terus masuk peringkat pertama penyakit yang ditangani puskesmas di wilayah tersebut.
Menurut riset kesehatan dari LBH Padang, kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di sekitar PLTU meningkat tajam selama beberapa tahun terakhir.
Di Kecamatan Talawi saja, tercatat lebih dari 9.000 kasus ISPA pada 2022. Alfi Syukri, pengacara publik LBH Padang menyatakan, lingkungan yang tercemar oleh abu batubara dan polusi udara adalah ancaman nyata bagi kesehatan warga.
“Pencemaran ini tidak hanya melukai paru-paru masyarakat, tetapi juga hak mereka untuk hidup di lingkungan yang sehat,” tegas
Ada hasil riset kelompok masyarakat sipil oleh dr. Ardianof, SpP; petugas kesehatan pengecekan kesehatan PLTU Ombilin bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Data dari dua kali pemeriksaan kesehatan terhadap anak-anak SD 19 Sijantang Koto tahun 2016-2017, lebih dari 50 murid kelas III dan IV SD di sekitar PLTU mengalami gangguan fungsi paru-paru. Jenis penyakitnya antara lain; obstruksi ringan76 persen, bronkitis kronis dan TB paru 24 persen. Jarak rumah ke PLTU menjadi salah satu faktor risiko.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terus menjadi penyakit yang paling sering diderita warga di Kecamatan Talawi selama bertahun-tahun. Bahkan pada 2022, kasus ISPA di wilayah ini mencapai 9.157 kasus.
Tak hanya itu, Alfi juga menyoroti bahwa abu batubara yang beterbangan tak hanya mencemari udara, tetapi juga mencemari tanah. “Ini bukan soal kesehatan saja. Ini juga soal lingkungan hidup. Polusi ini merusak lahan pertanian warga,” katanya.
Hal ini selaras dengan yang pernyataan Novi, pemerintah seringkali mengabaikan fakta bahwa dampak kesehatan dan lingkungan akibat operasional PLTU selama puluhan tahun sudah begitu besar dan membebani masyarakat. Hingga kini, kerugian warga sekitar PLTU belum juga menjadi perhatian serius dalam kebijakan transisi energi nasional. Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar. Namun justru pemerintah masih memanfaatkan batubara melalui skema co-firing.
“Narasi pemensiunan PLTU sudah muncul sejak periode presiden sebelumnya. Tetapi kementerian sering mempertanyakan, ‘duitnya dari mana?’ Mereka tidak memperhitungkan dampak kesehatan dan lingkungan yang sudah begitu besar dirasakan warga sekitar.”
Harapan di Tengah Abu
Bagi warga Sijantang Koto, pencemaran oleh PLTU Ombilin bukan sekadar statistik. Itu adalah kenyataan hidup yang pahit dan dirasakan setiap hari. Dari udara yang mereka hirup hingga dampak kesehatan yang diderita anak-anak mereka, pencemaran ini adalah krisis nyata yang membutuhkan tindakan tegas.
Pencabutan izin PLTU Ombilin menjadi jalan yang paling rasional demi melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Dalam kata-kata Alfi Syukri, “Tidak ada yang seharga dengan kesehatan manusia dan lingkungan yang nyaman dari pencemaran.”
Berbagai pelanggaran yang terus berulang menegaskan bahwa PLTU Ombilin telah gagal memenuhi standar pengelolaan lingkungan yang layak. Novita Indri, menyatakan bahwa PLTU tua seperti Ombilin adalah batu sandungan besar bagi upaya Indonesia mengurangi emisi dan menangani krisis iklim.
“PLTU seperti Ombilin adalah simbol dari ketergantungan kita pada energi yang kotor dan usang,” kata Novita. Ia mengingatkan, jika pemerintah tidak mulai serius melakukan transisi ke energi bersih, kasus seperti ini akan terus berulang.
“Pencabutan izin PLTU Ombilin adalah langkah yang masuk akal demi memastikan hak kesehatan dan lingkungan masyarakat terlindungi,” lanjutnya.
Penulis: Dian Amalia Ariani
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post