Jakarta, Prohealth.id – Bertepatan dengan momentum Hari Anak Nasional dan setahun pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan, Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menyampaikan perhatian mendalam terhadap implementasi PP 28/2024.
Fokus utama Komnas PT adalah tentang bagian Pengamanan Zat Adiktif yang mandek. Hal ini mengancam tak terwujudnya perlindungan anak dari produk tembakau dan rokok elektronik.
Pada Juli 2024, Pemerintah Republik Indonesia resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Perubahan atas salah satunya PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Aturan ini sebenarnya bisa menjadi lompatan penting dalam upaya perlindungan kesehatan masyarakat. Khususnya anak-anak, dari bahaya adiksi nikotin dan dampak buruk konsumsi produk tembakau dan rokok elektronik.
Namun, satu tahun setelah pengesahannya, hampir semua pasal strategis dalam PP tersebut tidak kunjung berjalan. Misalnya, iklan rokok di media sosial yang seharusnya sudah dilarang, masih sangat marak. Belum lagi penjualan rokok di sekitar sekolah dan secara batangan, masih bebas berjalan; dan kemasan atau bungkus rokok yang sekarang seharusnya sudah ada standarnya, masih beredar dengan desain-desain yang menarik bagi anak-anak.
Padahal, peraturan ini telah melalui proses panjang selama hampir satu dekade sebelum sah. Termasuk konsultasi publik, kajian lintas sektor, dan pembahasan dengan berbagai pemangku kepentingan, sehingga hendaknya langsung siap diterapkan begitu disahkan demi perlindungan masyarakat.
Penundaan penerapan aturan-aturan teknis di PP 28/2024 untuk menekan prevalensi perokok, terutama perokok anak, sangat kontraproduktif pada tujuan pemerintah untuk mencapai Indonesia Emas. Padahal, tema Hari Anak Nasional tahun ini, “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045”. Kenyataannya, perokok pemula di Indonesia semakin muda dengan perokok usia 10–18 tahun kini mencapai 7,4 persen. Ini jumlahnya hampir menyentuh angka 6 juta anak Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia Dasar.
Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) mencatat bahwa prevalensi pengguna rokok elektronik usia 15 tahun ke atas melonjak meningkat dari 0,3 persen sekitar 480 ribu orang pada 2011 menjadi 3,0 persen, sekitar 6,6 juta orang pada 2021. Hal ini menunjukkan keberhasilan industri memasarkan produk nikotin baru.
Tulus Abadi, Sekretaris Jenderal Komnas Pengendalian Tembakau menyatakan saat ini industri rokok bebas menargetkan anak-anak sebagai pasar utama. Hal ini adalah bukti kegagalan nyata negara dalam melindungi anak-anak dari jeratan zat adiktif. Akibat dari kelambanan ini menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum dan regulasi kesehatan publik di Indonesia. Pemerintah seolah lebih melindungi kepentingan industri rokok daripada keselamatan generasi penerus bangsa.
Artinya, tidak menjalankan PP 28/2024 adalah pelanggaran konstitusional. Karena dalam konstitusi sudah jelas bahwa kesehatan adalah hak bagi setiap orang. PP 28 justru sebagai penyelamat pemerintah di mata internasional.
“Karena Indonesia punya masalah tembakau yang serius tapi tidak meratifikasi FCTC. Implementasi PP 28/2024 menjadi bukti bahwa Pemerintah Indonesia hadir untuk melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya zat adiktif.”
Tidak ada Peraturan Menteri, tidak ada panduan pelaksanaan, tidak ada sanksi, tidak ada pembatasan, PP 28/2024 ini tidak berdampak apapun di lapangan.
Dr. Patricia Rinwigati Waagstein, SH, MIL, Ketua Djokosoetono Research Center, Fakultas Hukum Universitas Indonesia menekankan kalau PP ini hanya menjadi dokumen mati. Yang mana ketidakseriusan pemerintah menjalankan mandat PP 28/2024 merupakan bentuk pelanggaran atas kewajiban konstitusional negara untuk melindungi anak-anak.
Rinwigati menjelaskan, Pasal 4 dari UU No. 17/2023 mencantumkan 11 komponen dari hak kesehatan. Dimana ada 3 komponen yang relevan yaitu hak atas hidup sehat secara fisik, jiwa dan sosial, hak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab, hak untuk mendapatkan perlindungan risiko kesehatan. PP 28/2024 Bagian Pengamanan Zat Adiktif adalah aturan untuk melindungi hak kesehatan dan hak anak. Dari 34 pasal pengamanan zat adiktif, hanya ada 8 pasal yang pemberlakuannya bisa ditunda dua tahun.
“Artinya, banyak pasal lain yang seharusnya bisa segera diimplementasikan. Jika tidak mengimplementasikan PP 28/2024, artinya melakukan pelanggaran hukum dan mencederai hak kesehatan dan hak perlindungan untuk anak-anak.”
Sementara itu, Dr. Jasra Putra, S.Fil., M.Pd, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia menjelaskan keprihatinan KPAI terhadap abainya pemerintah yang membiarkan lebih banyak anak yang terpapar bahaya rokok. Tidak ada alasan untuk menunda perlindungan yang sudah dijamin oleh hukum.
Jasra menyatakan hak anak atas kesehatan harus dipenuhi. Indonesia punya regulasi padat merayap tentang pengendalian tembakau, namun nampaknya regulasi tersebut masih hanya diatas kertas. KPAI meminta kepada Pemerintah untuk jangan menganggap industri rokok sebagai industri yang eksklusif. Industri rokok adalah industri yang candu sama seperti narkoba atau pornografi.
“Di Hari Anak Nasional ini, KPAI mendorong agar pemerintah serius mengimplementasikan PP 28/2024. Selain iru segera menyelesaikan aturan turunannya demi mempersiapkan anak-anak di masa depan,” katanya.
Pemerintah tidak bisa terus bersembunyi di balik alasan koordinasi atau menunggu aturan teknis. Sementara, industri rokok terus bebas menarget anak-anak sebagai pasar. Untuk itu, ia mendesak Presiden Prabowo Subianto dan utamanya Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Kementerian Komunikasi dan Digital. Ini termasuk semua kementerian lain yang terkait untuk berhenti abai dan segera mengambil langkah tegas, nyata, dan terukur.
Setiap detik keterlambatan penerapan Pengamanan Zat Adiktif adalah pengkhianatan terhadap hak anak untuk tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari jerat adiksi yang merusak masa depan bangsa. Presiden Prabowo Harus memilih: berpihak pada anak, atau tunduk pada kepentingan industri.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post