Jakarta, Prohealth.id – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menunjukkan keberpihakannya pada pembangunan manusia melalui penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
Direction of Operation and Service PT Angkasa Pura (AP) II Muhammad Wasid mengatakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi publik, seperti bandara harus menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungannya.
Menurut Wasid, bicara mengenai KTR tidak hanya terkait kawasan yang terbebas dari asap rokok. “Lebih dari itu, tidak adanya iklan, promosi, dan sponsorship di wilayah transportasi umum,” kata Wasid dalam diskusi terbatas terkait ‘Denormalisasi Industri Tembakau di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)’, Selasa (22/6/2021).
Hal itu menjadi tantangan tersendiri dan merupakan pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh Angkasa Pura II yang membawahi 20 bandar udara.
“Ini bukan perkara mudah, namun bukan berarti tiba bisa dilakukan. Selama kita solid dan masyarakat mendukung, maka bebas asap rokok di bandara bisa terwujud,” ungkap Wasid.
Bandar udara memiliki peran vital, karena ibarat pintu gerbang bagi sebuah negara. Jika di bandara masih bertebaran iklan promosi rokok, maka akan memperburuk citra negara itu sendiri
“Kepribadian bangsa tercermin dari bandaranya. Karena itu kita harus menjaganya,” kata Wasid
Saat ini, komitmen kuat dari BUMN yang bergerak di bidang transportasi publik sangat diperlukan, untuk membendung iklan dan promosi rokok yang sempat masif. Tentu saja, karena rokok harus diperlakukan seperti barang tidak normal.
“Contohnya alkohol, sama seperti rokok yang merupakan suatu komoditas legal terbatas namun tidak normal,” jelas Wasid.
Sebelumnya, bandar udara menjadi sasaran empuk industri rokok, karena menjadi lokasi promosi yang membutuhkan ruang terbuka dan bisa dilihat secara mudah oleh publik.
Menurut Wasid, industri rokok sengaja hadir di ruang publik, karena mereka sadar, hanya melalui itu bisa mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk menyasar calon perokok baru.
“Karena itu harus dipastikan anak-anak tidak mudahnya mendapatkan informasi terkait produk tersebut,” katanya.
Juga harus diingat, iklan rokok tidak diciptakan untuk menyasar mereka yang menjadi perokok aktif. Promosi sengaja diciptakan untuk menggaet calon perokok pemula yang kebanyakan usia muda.
“Kalau mau jujur, target dari iklan rokok adalah mereka yang belum merokok,” ungkap Wasid.
Itu sebabnya, Wasid menekankan pentingnya sosialisasi tentang dampak buruk tembakau. Bahkan, anak Wasid yang masih kecil telah mengatahui hal itu.
“Pa, bahaya orang kalau merokok, tenggorokannya sampai terbakar gitu ya?” kata Wasid menirukan pertanyaan anaknya.
KTR DI BANDARA
PT Angkasa Pura II selaku badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengusahaan bandar udara di Indonesia, telah mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam beberapa tahun terakhir.
“Kami menjalankan implementasi KTR dengan menutup semua smoking area di ruang tertutup di seluruh bandara,” ungkap Wasid.
Pihak bandara juga memonitoring secara ketat melalui CCTV semua area khusus merokok yang dibuat di ruang terbuka. “Ini sekaligus untuk menghentikan penyebaran Covid-19 di bandara,” ujar Wasid.
Penegakan aturan larangan iklan produk tembakau di bandara, diakui Wasid didasarkan atas beberapa aturan, seperti: PP No. 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan PP No.38 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
“Selain itu, kita punya instruksi direksi terkait larangan merokok di terminal penumpang atau bandara,” katanya.
Semua bandar udara di bawah kendali Angkasa Pura II diharapkan melakukan hal serupa. “Di Palembang, Kualanamu, hingga Pontianak sudah ada larangan,” katanya.
Khusus di terminal I Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta (Soetta) Cengkareng, Wasid memastikan, semua smoking room telah ditutup dan telah bebas dari asap rokok.
“Semua smoking room di area tertutup telah ditutup. Lalu ada sign di lobi, ruang tunggu dan area kedatangan, tentang larangan merokok,” papar Wasid.
Saat ini, sejumlah tenant di wilayah Angkasa Pura II tidak diperkenankan memasang iklan promosi rokok. “Bank office hingga mini market kita minta tidak ada iklan rokok,” katanya.
Sebagai kawasan tanpa asap rokok, pihak Angkasa Pura II mengaktifkan call center yang bisa dihubungi 24 jam. Jika ditemukan ada seseorang yang merokok, setiap orang bisa melaporkan melalui nomor tersebut.
“Call center kita 138. Nomor itu khusus diberikan Kominfo untuk AP-2 karena ada ada kaitannya dengan ulang tahun Angkasa Pura II,” tutur Wasid.
Angkasa Pura II juga melakukan kampanye bahaya merokok melalui media sosial. “Kita punya Facebook airport 138, Instagram dan Twitter juga ada. Sekarang kita merambah Tiktok juga untuk edukasi,” terang Wasid.
Serta tak lupa, menurut Wasid, “Kita ada edukasi larangan merokok dalam bentuk banner dan videotron di seluruh bandara di Indonesia”.
PERBAIKAN SEGERA
Beberapa waktu lalu, Komnas Perlindungan Tembakau dan YLKI meninjau pelaksanaan KTR di Bandara Soetta dan Bandara Husein Sastranegara. Hasilnya, ditemukan sejumlah catatan untuk perbaikan.
“Contohnya di Bandara Soetta terminal II, di smoking area yang ada di ruang terbuka ternyata perlu dibuat sekat, sehingga yang lalu lalang tidak melihat mereka yang merokok,” kata Wasid.
Meskipun di dua bandara tersebut tidak ditemukan iklan promosi rokok, keberadaan ruang khusus merokok masih menjadi perhatian. “Di terminal 3, gate 5 sekarang sudah diberi kaca sebagai pembatas,” ungkap Wasid.
Sementara di Bandung, menurut Wasid, “Ada ruang terbuka di lantai atas yang dimanfaatkan untuk merokok. Terus disitu dikasih cat hijau”.
Terobosan itu dipilih setelah pihak AP II bertandang ke sejumlah bandar udara di beberapa negara. “Di Schiphol Amsterdam, misalnya, disitu tidak ada smoking room di indoor. Itu kita adopsi di Soetta, sehingga tidak membolehkan merokok setelah masuk security check, karena semuanya ruang tertutup,” ungkap Wasid.
Sementara di Bandung, yakni Bandara Internasional Husein Sastranegara, menurut Wasid telah dibentuk satuan tugas (satgas) yang bertindak sebagai duta larangan merokok. Mereka akan menegur setiap calon penumpang ataupun pengunjung yang kedapatan merokok di lingkungan bandara.
“Sesuai instruksi direksi, petugas disana bertindak sebagai duta larangan merokok. Mereka akan mengingatkan penumpang yang masih nakal,” terang Wasid.
MENOLAK IKLAN ROKOK
PT Angkasa Pura II melarang adanya iklan rokok di kawasan bandar udara yang dikelolanya. Larangan itu diyakini tidak membuat kehilangan pemasukan, karena mereka menyadari dampak buruk produk tembakau.
“Angkasa pura II tidak tergiur godaan industri rokok. Sampai saat ini, tidak ada iklan, promosi dan sponsorship,” terang Wasid.
Jika ternyata ditemukan iklan rokok, menurut Wasid, iklan tersebut merupakan sisa pimpinan pengelola sebelumnya. Ke depannya, dia memastikan tidak ada iklan rokok di bandara.
Sementara terkait kemungkinan konflik dengan para perokok jika smoking room ditutup, Wasid meyakini, hal itu tidak terjadi jika dikomunikasikan dengan baik. “Asumsinya tidak ada konflik dari para perokok, namun kita harus siap menerimanya,” kata Wasid.
Dalam menjalankan operasinya, PT Angkasa Pura II tetap berpedoman pada aturan yang berlaku, khususnya terkait smoking area. “Namun, kami akan menyediakan kawasan khusus merokok, dengan merefer aturan yang ada, seperti harus di ruang terbuka dimana sirkulasi udara terjaga,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post