Seorang kawan lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Gadjah Mada pernah berujar, “kita punya cara masing-masing merayakan duka.” Kata-kata dia dalam percakapan singkat kami begitu membekas untuk saya. Ungkapan kawan saya itu pun mencuat ketika saya mencecap beberapa pengalaman yang dibagikan keluarga, kenalan, warga Kota Maumere, ketika saya berkesempatan pulang kampung ke Flores pada awal Desember 2022 ini.
“Ketika gempa menghantam, saya merasakan bagaimana air itu mendadak naik lebih dari tiga meter dan menghantam kami. Airnya itu panas. Istri saya menyelamatkan kedua anak saya, sementara saya menggendong mertua saya [lansia],” ujar Abidin kepada Prohealth.id, warga Wuring, Kelurahan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat, daerah pesisir Kabupaten Sikka. Tak luput dalam ingatan Abidin bagaimana dia melihat orang-orang mengapung terbawa arus tsunami.
Warga pesisir lainnya, Wahida Kamang, transpuan lansia yang menjadi kader posyandu di Kelurahan Wolomarang lebih dari 30 tahun ikut membagikan kisah serupa. Dia mengaku, korban terbanyak akibat tsunami 1992 adalah kelompok rentan yakni lansia dan anak-anak.
“Ketika tsunami 1992 itu, pada akhirnya kami kelompok transpuan yang bekerja sama untuk memasak bersama bagi korban gempa. Kami bagikan keliling kepada warga. Kami buka dapur umum, dan kerja-kerja kami selama proses evakuasi itu didukung langsung oleh almahrum Pak Frans Seda melalui Yayasan Pelita Swadaya,” kata Wahida kepada Prohealth.id.
Bertepatan dengan peringatan tsunami Flores 1992, Posyandu Wuring, Kelurahan Wolomarang, menggelar konsultasi bulanan kesehatan ibu-anak (KIA) untuk sekitar 77 anak yang seharusnya melakukan pemeriksaan. Berdasarkan pantauan Prohealth.id, pada Senin, 12 Desember 2022, hanya sekitar 40 anak yang melakukan pemeriksaan kesehatan. Artinya masih sisa 37 anak yang belum datang Usut punya usut, sempat tersebar hoaks di kalangan masyarakat adanya gempa dan tsunami pada tanggal tersebut. Alhasil banyak ibu dan anak yang tidak pergi ke Posyandu.
“Nanti kami akan jemput bola, kami sweeping, kami datang ke rumah-rumah mengecek kondisi anak-anak tersebut,” tutur Wahida selaku kader dan petugas Posyandu.
Ketakutan warga terhadap hoaks gempabumi dan tsunami ini memang masuk akal mengingat tahun sebelumnya, 14 Desember 2021, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka sempat memberikan peringatan dini ada gempa berkekuatan 7,5 SR yang berpotensi tsunami. Peringatan itu keluar sekitar jam 11.20 WIB dan menyebabkan kepanikan massal. Warga berhamburan lahir ke arah bukit, yaitu arah Nelle dan Nita.
Kondisi tsunami bagi warga di pulau
Nasib naas juga menimpa warga pulau-pulau di wilayah Kabupaten Sikka, salah satunya warga di Pulau Babi. Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sikka, Muhammad Salahu yang pada 1992 tinggal di Pulau Babi menceritakan, pengalaman mengalami gempa dahsyat dan tsunami yang nyaris menenggelamkan Pulau Babi.
“Kejadian tsunami itu hari Sabtu. Sebelumnya hari Jumat, saya masih di Maumere. Lalu saya menyeberang kembali ke Pulau Babi melalui Talibura. Setibanya di Pulau Babi sudah malam. Esok harinya saya melihat pertama kalinya dalam hidup, banyak burung gagak hitam bertengger di daratan,” ujar Salahu. Dia tak menampik firasat buruk pun mulai mencuat sejak dia kembali dari Maumere.
Salahu yang saat itu berprofesi sebagai seorang guru, menceritakan kejadian gempa mendadak yang membuat dia harus mengajak warga segera mengevakuasi diri dengan berlari ke gunung. Sayangnya, upaya warga menyelamatkan diri masih harus menghadapi tantangan ledakan-ledakan air yang muncul dari dalam tanah.
“Munculnya air dari dalam tanah itu seperti meledak bom begitu. Kami lari harus hati-hati agar tidak terjerumus masuk lubang,” kata Salahu.
Ratusan warga meninggal di Pulau Babi. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana warga di Pulau Babi yang seluas 5,63 kilometer persegi tenggelam, dan hanyut terapung di lautan.
“Saya pun masih berhasil menyelamatkan diri dengan berenang, lalu naik sampan dan tiba di Maumere melalui Tanamera. Selain manusia yang saya lihat meninggal semua, ratusan ikan pun mati semua.”
Orang-orang pulau yang berhasil selamat dalam bencana tersebut harus bertahan dengan makanan seadanya. Salahu mengenang bagaimana masyarakat pulau yang terkenal jago memanjat pohon, akhirnya mengandalkan kemampuan itu dengan mengambil kelapa untuk makan demi memperpanjang nafas hidup mereka.
Pengalaman-pengalaman ini menjadi valid bagi pemerintah saat itu menjadikan tsunami Flores 1992 sebagai bencana nasional. Pasalnya, gempa Flores 1992 ini menimbulkan tak hanya korban jiwa dan penderitaan, tetapi juga kerugian secara mental, emosional, dan material sehingga membuat Flores masuk ke level kemiskinan yang besar.

Tsunami Flores tahun 1992 itu berawal dari sebuah gempa berkekuatan 7.8 MG, dengan episenter gempabumi terletak pada koordinat 6,480 LS, dan 121 930 BT, atau sekitar Barat Laut Kota Maumere. Gempa ini mengakibatkan tsunami setinggi 36 meter yang menghancurkan rumah di pesisir pantai Flores, menewaskan sekitar 3.000 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi.
Gempa ini juga menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, 90 tempat ibadah, dan lebih dari 65 tempat pautannya. Adapun kabupaten yang terkena gempa ini adalah Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Flores Timur.

Dikutip dari situs Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi, dijelaskan bahwa sumber gempa bumi utama di daerah Provinsi NTT adalah Megathrust Sumba, sesar normal pada zona outer rise di selatan Sumba yang sebelumnya juga pernah mengakibatkan tsunami pada tahun 1977, sesar naik busur belakang Flores di Laut Flores yang akhirnya mengakibatkan tsunami tahun 1992, serta sesar mendatar di Laut Flores dan menyebabkan gempabumi tahun 2021 kemarin dengan 7,5 magnitudo.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pantai Provinsi NTT rawan tsunami dengan sumber pembangkit tsunami tektonik atau Megathrust Sumba, sesar normal pada zona outer rise, sesar naik busur belakang Flores, dan non tektonik yakni longsoran dan erupsi GA. Wilayah pantai Provinsi NTT mempunyai potensi tinggi tsunami di pantai berkisar 1 meter hingga 6,56 meter.
Kecemasan, berita bohong, dan respon pemerintah
Kepala Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandara Frans Seda Maumere Ota Welly Jenny Talo membenarkan pada 14 Desember 2021 lalu, BMKG menemukan adanya gempa dengan potensi tsunami.
“Informasi awal kami [BMKG] terima tapi ada pembaruan lagi, dari 7,5 magnitudo awalnya jadi 7,4 M ketika di analisis ulang,” ujar Ota kepada Prohealth.id, saat ditemui di kantornya pada 12 Desember 2022.
Pembaruan informasi dari BMKG masih harus bertarung dengan berita-berita bohong yang mencemaskan masyarakat tentang gempa dan tsunami. Kondisi ini jelas menambah pekerjaan BMKG dan BPBD dalam mengatasi gempa dan tsunami.
“Kemarin [gempa 14 Desember 2021] banyak hoaks, banyak yang masih percaya bahwa nanti akan ada lagi gempa tanggal sekian, jam sekian, informasi bohong ini sangat banyak. Kami capek dengan hoaks ini,” ungkap Ota.
Untuk menjangkau masyarakat Kabupaten Sikka yang rata-rata sudah memanfaatkan internet, tim BMKG Kabupaten Sikka menanggulangi hoaks dengan menyebarkan secepat mungkin informasi dan konfirmasi kepada warga melalui internet.
“Masyarakat disini belum teredukasi dengan informasi-informasi seperti ini, awam buat mereka. Sehingga tim kami terjun ke lapangan mengarahkan untuk kembali [ketika peringatan selesai], dan kami mengambil langkah buat video sosialisasi. Caranya kami buat video langsung dari pimpinan, dan kami sebarkan video tersebut.”
Selain menggencarkan dengan baik peringatan dini, Ota menyebut BMKG telah merilis peta kebencanaan gempa dan tsunami di Kabupaten Sikka pada awal Desember 2022. Peluncuran peta itu dilakukan di kantor BMKG Kupang. Pembuatan peta kebencanaan ini melalui pemantauan real time dan pemodelan yang dikerjakan setiap hari oleh BMKG. Melalui peta ini, lanjut Ota, BMKG bisa membuat prakiraan bencana.
“Prakiraan ini bukan prediksi ya, hanya pemodelan bahwa ada potensi gempa. Bukan instrumen mendeteksi kapan gempa terjadi, sebab gempa bisa terjadi kapan saja,” sambung Ota.
Untuk tahap pertama, peta ini hanya meliputi sebagian wilayah Kabupaten Sikka, terutama wilayah yang paling terdampak pada tsunami 1992 yakni Kecamatan Alok dan Kecamatan Alok Timur.
“Dari peta kebencanaan ini, selanjutnya BPBD yang harus membuat rencana aksi dan rencana kontigensi terhadap warga. Kami sudah membuat peta dengan dua lapisan [hijau dan kuning] mana yang paling terdampak. Susun rencana kontigensi terhadap warga di dua lapisan dengan potensi ketinggian gelombang tsunami.”

Peta yang juga mencatatkan potensi tinggi tsunami berdasarkan pemodelan skenario kejadian terburuk harus menjadi dasar perencanaan evakuasi hingga penentuan tempat evakuasi sementara maupun tempat evakuasi akhir. Berdasarkan temuan Prohealth.id, rencana kontigensi yang dimiliki Kabupaten Sikka diluncurkan pada 2011 lalu. Artinya, sudah 10 tahun berlalu sehingga membutuhkan riset dan adaptasi atas perubahan tersebut.
“Jadi nanti terserah [BPBD] akan membuat apa. Rencana kontigensi, atau latihan tanggap darurat. Karena dalam aktivitas sehari-hari warga harus tetap waspada. Tidak ada prediksi waktu, ketika goyang warga berpikir apa yang harus dilakukan,” tegas Ota.
Untuk peta kebencanaan bagian barat dari Kabupaten Sikka, Ota belum bisa menjanjikan kapan peta tersebut selesai dan diluncurkan. “Ini sudah sampai akhir tahun bagian [Kecamatan] Nangahure beum selesai, tetapi maish dicek terus dari pusat,” ujar Ota.
Perayaan ulang tahun atau refleksi?
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sikka, Yohanes Baptista Laba menjelaskan, pihaknya bermitra dengan Paroki Santo Yoseph Keuskupan Maumere pun menyelenggarakan kegiatan “Simfoni Ami Norang” untuk mengenang 30 Tahun Tsunami Flores. Acara ini digelar selama 3 hari, dari mulai 10-12 Desember 2022 di halaman depan gereja Katedral Santo Yoseph.
“Sifponi Ami Norang mengenang 30 Tahun Tsunami Flores merupakan sarana untuk membangkitkan kesadaran, mewartakan pesan-pesan moral derita para korban bencana, meningkatkan kewaspadaan melalui upaya mitigasi/kesiapsiagaan, meningkatkan pemahaman dan kerja bersama para pihak yaitu pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga usaha dan media terhadap aktifitas Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sebagai bagian dari investasi untuk kabupaten Tangguh Bencana,” jelas Yohanes.
Rangkaian acara Simfoni Ami Norang terdiri dari perayaan musik, seni teater, penayangan film dokumenter, dan diskusi dengan tema “Budayakan Siaga Kurangi Resiko Bencana“. Kegiatan ini masih dilengkapi dengan menanam mangrove sebagai upaya mencegah gelombang tinggi, dilanjutkan upacara misa bersama di lapangan gereja Katedral.
Menurut Dosen Kelompok Keahlian Arsitektur Kota dan Pemukiman Universitas Nusa Nipa Indonesia, Ambrosius A.K.S Gobang, kegiatan peringatan gempa dan tsunami di Maumere bukan perayaan sejenis ulang tahun gempa. “Kita ingin mengenang untuk belajar dari dampak gempa. Maka harus ada kegiatan refleksi, melihat kembali, kilas balik, tenang risiko gempa termasuk dampak konstruksi yang terjadi,” kata Ambrosius dalam Seminar Nasional ‘Kilas Balik 30 Tahun Gempa Flores 1992 sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Bidang Konstruksi’ yang terselenggara di Universitas Nusa Nipa, 12 Desember 2022 lalu.
“Melalui kegiatan ini kita mendapat pengetahuan baru dari para pakar mengurangi risiko di masa depan. Seperti ujaran Bung Karno, jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah,” tuturnya.
Dari sisi konstruksi dan bangunan di masa depan, Rektor Universitas Atmajaya Yogyakarta, Prof. Ir. Yoyong Arfiadi, M.Eng., PhD., yang membawakan materi tentang kategori risiko gempa dalam mitigasi bencana di bidang konstruksi menambahkan, dengan menyadari bahwa gempa bisa terjadi kapan saja, pembangunan di Kabupaten Sikka harus memperhitungkan dengan baik potensi kebencanaan khususnya di jalur yang sudah diberikan tanda kewaspadaan.
“Perlu ada perhatian lebih terutama dari kalangan teknik sipil memperhatikan bahaya tsunami. Perlu evaluasi detail berkaitan dengan bangunan dan pedoman dari gempa apakah ini bisa dipertahankan atau dibongkar. Kita tak berharap ada gempa lagi tapi kalau terjadi lagi kita harus siap-siap,” ujar Prof. Yoyong.
Dia juga mengingatkan, sebagai kawasan rawan gempa sangat penting pemerintah dan para teknisi sipil dan bangunan menjaga, merawat, dan memelihara bangunan cagar budaya sebagai warisan sejarah.
“Jadi ikon cagar budaya juga semaksimal mungkin dioptimalkan perawatan, peninjauan, agar tahan terhadap gempa,” tegas Prof. Yoyong.
Tidak ada seorang pun yang ingin mengundang bencana untuk datang. Namun, bencana gempa dan tsunami adalah tamu yang datang tanpa diundang sehingga hidup dengan mawas diri menjadi satu-satunya jalan untuk memupuk harapan tentang masa depan yang lebih baik.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post