Pada Juli 2022 lalu, The World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta yang dijalankan oleh Prof. Adi Utarini melakukan penelitian terkait pengendalian virus dengue dengan menggunakan nyamuk aedes aegypti yang telah berbakteri Wolbachia.
Peneliti yang kerap disapa Prof. Uut ini menjelaskan bahwa Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh alami diserangga terutama nyamuk, kecuali nyamuk aedes aegypti.
Dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan, bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue, sehingga apabila ada nyamuk aedes aegypti menghisap darah yang mengandung virus dengue akan resisten sehingga tidak akan menyebar ke dalam tubuh manusia.
Uji coba penyebaran nyamuk Wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, bahkan rencananya strategi ini akan diperluas. Monitoring pun konsisten dilakukan oleh perawat dan peneliti untuk melihat efektivitas bakteri Wolbachia terhadap penyebaran virus dengue.
Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen. Intervensi ini, lanjut Prof. Uut, jauh lebih efektif dibandingkan pemberian vaksin dengue. Dari segi pembiayaan juga diklaim lebih murah.
“Penelitian WMP Yogyakarta, sudah menghasilkan bukti bahwa di wilayah yang kita sebari nyamuk angka denguenya menurun 77,1 persen dan angka hospitalization karena dengue berkurang 86,1 persen. Intervensi ini efektivitasnya lebih bagus daripada vaksin dengue,” Ujar Prof. Uut.
Selain efisien dan efektif, Prof. Uut memastikan Wolbachia aman, gigitannya tidak akan berdampak terhadap kesehatan manusia. Dia pun berharap inovasi teknologi Wolbachia bisa diadaptasi sebagai program nasional dalam kerangka menurunkan penyebaran dengue di Indonesia.
“Jadi ini merupakan salah satu inovasi yang harapannya bisa menguatkan program pengendalian dengue di Indonesia agar masyarakat bisa terhindar dari dengue,” ujarnya.
Prof. Uut menambahkan, keberadaan inovasi teknologi Wolbachia tak lantas menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian dengue yang selama ini ada di Indonesia. Masyarakat tetap diminta untuk melakukan gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup, dan Mendaur ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menambahkan, sangat optimis bahwa prevalensi dengue dengan cara ini akan bisa mengontrol nyamuknya bukan menghilangkan, karena membuat nyamuk tidak menularkan virus lagi.
Deteksi Dini ala FKUI
Masih dalam nuansa pengendalian DBD, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), bekerja sama dengan PT Konimex meluncurkan alat deteksi dini demam berdarah dengan nama KODC Dengue Kit dengan lisensi dari FKUI. Alat deteksi ini menggunakan prinsip Lateral Flow Immunochromatographic Assays (LFIAs) untuk mendeteksi antigen dengue, yaitu protein NS-1 yang ada didalam darah pasien, baik dalam darah utuh, plasma, maupun serum.
Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D., mengatakan, pemerintah mengapresiasi tim peneliti atas alat deteksi ini. Dalam momentum peluncuran kit deteksi dini ini menunjukkan kualitas riset tidak hanya berakhir pada publikasi jurnal, tetapi juga pada penciptaan suatu produk yang dapat dipakai langsung di fasilitas kesehatan.
Kedua, produk tersebut bersifat praktis, murah, mudah digunakan dan punya sensitifitas yang tinggi.
Ketiga, terjalin kolaborasi yang kuat antara peneliti di universitas, klinisi di rumah sakit dan pihak swasta, serta yang paling penting dapat di produksi di dalam negeri.
Gejala klinis yang tidak spesifik pada pasien ketika terinfeksi dengue, menyulitkan klinisi untuk menegakkan diagnosis. Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam penatalaksanaan pasien sehingga dapat menyebabkan kematian. Sebelum masuk pada fase kritis, penatalaksanaan infeksi dengue di awal dapat menurunkan angka kematian.
Oleh karena itu, diperlukan alat diagnostik yang dapat mendeteksi infeksi dengue di awal infeksi dengan waktu yang singkat, tanpa memerlukan fasilitas laboratorium berteknologi canggih dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Ketua tim peneliti, Dra. Beti Ernawati Dewi, Ph.D., menyampaikan enam keunggulan KODC Dengue. Pertama, alat deteksi ini bekerja dengan cepat. Dalam prosesnya memerlukan waktu 15 menit untuk menentukan ada tidaknya infeksi dengue.
Kedua, sensitif karena berbasis strain DENV (Virus Dengue) yang beredar di Indonesia. Ketiga, spesifik karena dikembangkan berdasarkan epitop DENV yang tidak cross reaksi dengan virus lain.
Keempat, relatif murah karena produksi dalam negeri dan juga dapat mendeteksi infeksi DENV dengan berbagai macam tipe spesimen yaitu plasma, serum, dan whole blood.
Kelima, dapat disimpan di suhu kamar sehingga tidak memerlukan cool chain dalam pengiriman dan penyimpanan.
Keenam, dapat mendeteksi NS-1 dari sampel darah utuh.
Adapun tim peneliti yang terlibat dalam pengembangan KODC Dengue adalah dr. Mirawati Sudiro, Ph.D; Fithriyah, M.Biomed, Ph.D.; Evy Suryani dan Hidayati Desti dari Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM/Infectious Disease and Immunology Cluster IMERI FKUI, Andriansjah, S.Si, M.Biomed, Ph.D., dari Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI-RSCM, dan Dr. dr. Leonard Nainggolan, Sp.PD[1]KPTI., dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM/ Infectious Disease and Immunology Cluster IMERI FKUI.
Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB., mengucapkan selamat kepada Dra. Beti Ernawati Dewi dan tim atas inovasinya yang luar biasa. Penemuan ini berhasil melengkapi rangkaian inovasi dan terobosan peneliti Indonesia, khususnya para peneliti FKUI, di bidang deteksi dini demam berdarah sebelumnya. Indonesia sebagai negara endemis demam berdarah dengue (DBD) tentu saja sangat terbantu dengan adanya inovasi ini. Diagnosis DBD diharapkan berjalan lebih cepat dan akurat sehingga penanganan optimal dapat segera diberikan.
“Saya berharap, pencapaian ini mampu menarik antusiasme peneliti sekaligus industri dalam negeri untuk terus berkolaborasi dan berinovasi dalam mengembangkan kemandirian bangsa di bidang penyediaan alat kesehatan.”
Direktur Utama PT Konimex, Rachmadi Joesoef mengatakan bahwa perjalanan produk KODC Dengue sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2016 dari keinginan untuk mengupayakan agar setiap masyarakat Indonesia dapat mendeteksi awal penyakit-penyakit secara umum dan dapat melakukan tindakan preventif yang tepat.
“Langkah awal yang dilakukan adalah berkerja sama dengan para peneliti yang ada di Fakultas Kedokteran UI sehingga pada tahun 2022 bisa meluncurkan produk ini ke masyarakat.”
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post