Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Rezim Baru dan Darurat Kesehatan Tak Kunjung Selesai

Arifin Panigoro Dialog menggelar diskusi bertajuk “Darurat Kesehatan: Perlukah Indonesia Aksesi FCTC untuk Perlindungan Generasi Muda?” pada Jakarta, 30 September 2024 lalu.

by Prohealth
Saturday, 15 February 2025
A A
Rezim Baru dan Darurat Kesehatan Tak Kunjung Selesai

Arifin Panigoro Dialog (Sumber foto: Komnas PT/2024)

Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan tahun 2023 menyebutkan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang.

Prevalensi perokok usia 10-18 tahun sebesar 7,4 persen, jumlah ini menurun dari angka 9,1 persen pada tahun 2018. Meskipun mengalami penurunan, angka ini masih tinggi daripada target RPJMN 2014-2019 sebesar 5,4 persen serta angka prevalensi satu dekade lalu sebesar 7,2 persen tahun 2013.

BacaJuga

Semangat Warga Yogyakarta Perangi Rokok

Mau Sehat, Cek Dulu Harga Vaksin dan Booster Vitamin di Rumahsakit

Dari data yang sama, usia 15-19 tahun merupakan usia pemula perokok yang jumlahnya mencapai 56,5 persen. Lalu usia 10-14 tahun sebesar 18,4 persen. Angka tersebut senada dengan temuan Global Youth Tobacco Survey tahun 2019 menunjukkan kenaikan prevalensi perokok anak usia 13-15 tahun dari 18,3 persen pada tahun 2016 menjadi 19,2 persen pada tahun 2019. Hal ini menjadi kekhawatiran banyak kalangan.

Pada 2022, Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) menyatakan biaya kesehatan akibat merokok di Indonesia tercatat sebesar Rp17,9-27,7 triliun setahun. Dari total biaya tersebut, terdapat Rp10,5 – 15,6 triliun merupakan biaya perawatan langsung dari BPJS Kesehatan.

Hal ini senada dengan pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 4 Juni 2024. Budi menyebutkan bahwa penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang salah satunya akibat asap rokok menghabiskan anggaran kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga lebih dari Rp10 triliun pada tahun 2023.

Melihat hal ini, Rumah Kebangsaan bersama Medco Foundation serta Komnas Pengendalian Tembakau dan didukung oleh Kompas menyelenggarakan Arifin Panigoro Dialog. Dengan tema “Darurat Kesehatan: Perlukah Indonesia Aksesi FCTC untuk Perlindungan Generasi Muda?”. Diskusi menyoroti urgensi menyepakati perjanjian Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) menjadi keseriusan dalam pengendalian tembakau. Indonesia menjadi salah satu dari dua belas negara di seluruh dunia yang belum mengaksesi FCTC. Hal ini menjadikan Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum mengaksesi FCTC.

Kegiatan ini menghadirkan Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH serta dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan.

Bapak Hilmi Panigoro, membuka kegiatan dialog ini dengan pidato. Ia menyampaikan perlunya pengendalian tembakau. Turut hadir Dr. Suharso Monoarfa, selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia menyampaikan bahwa Human Capital Index Indonesia, saat ini Indonesia baru menempati angka 54. Masih di bawah negara lain, Singapura memiliki skor 88, Vietnam 69, Malaysia 61, Thailand 61. Dua puluh tahun ke depan, Bappenas menargetkan Indonesia diangka 72-74. Hal ini menyebabkan, diantara 174 negara, Indonesia menduduki posisi ke 96.

Hal ini terkait salah satunya dengan isu stunting, yang posisinya sekarang masih 21,5 persen. Untuk itu masih ada 3 hal penting yang butuh perbaikan. Pertama status kesehatan, Indonesia menempati posisi nomer 2 untuk tuberkolusis. Selain itu, angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi.

Indonesia memerlukan perbaikan gizi dan perubahan perilaku, serta perbaikan pelayanan kesehatan. Rokok sendiri sangat berbahaya karena mengancam laju pertumbuhan generasi muda. Penyakit tidak menular juga menggerogoti jaminan kesehatan, salah satunya BPJS. Sebanyak 70 persen dari anggaran BPJS tersedot 10 persen untuk orang-orang yang punya penyakit katastropik, dan sebagian besar orang yang sakit disebabkan oleh tembakau. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana mengendalikan peredaran tembakau. Dialog dilanjutkan dengan diskusi singkat oleh kedua narasumber yang dipandu oleh Inggra dari Litbang Kompas.

Menurut Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, selaku Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, permasalahan utama terkait Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah kurangnya pemahaman mengenai bahaya dan dampak negatif dari rokok. Sehingga perdebatan mengenai isu ini tidak kunjung selesai. Esensi dari FCTC adalah mengajak negara-negara untuk mengendalikan konsumsi tembakau dalam jangka panjang.

“Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan diri demi masa depan. Terdapat perbedaan pandangan yang menghambat upaya pergerakan menuju pengendalian tembakau. Jangan sampai kita lebih fokus melindungi industri yang melibatkan sekitar 6 juta orang, sementara melupakan perlindungan terhadap 280 juta rakyat,” kata Prof. Hasbullah.

Sementara itu, menurut dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Indonesia masih dalam proses menuju implementasi penuh FCTC. Sudah ada PP yang mengatur pembatasan tembakau, seperti yang paling baru PP 28 tahun 2024. Namun konsumsi rokok yang meningkat karena kandungan zat adiktif yang menyebabkan ketergantungan. Dalam hal ini, sinergitas dari kementerian terkait lainnya harus sejalan dengan kebutuhan untuk menghadirkan kebijakan jangka panjang. Indonesia juga perlu memperkuat suara yang mendukung pengendalian tembakau, bukan hanya fokus pada pandangan yang kontra.

“Penting bagi kita untuk menguasai platform media sosial tersebut dengan menyebarkan pesan-pesan yang mendukung pengendalian tembakau. Semakin banyak suara yang menyuarakan hal ini, semakin besar dampaknya dalam mengurangi konsumsi tembakau di masyarakat.”

Sementara itu, Dr. Amurwani Dwi Lestariningsih sebagai Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kita sering kali lupa bahwa masalah rokok tidak hanya terbatas pada tembakau, tetapi juga melibatkan rokok elektronik. Prevalensi penggunaan rokok elektronik di kalangan perempuan meningkat.

Rokok elektronik menyediakan lebih dari 1.000 varian rasa. Namun anak-anak mudah menjangkau produk ini. Biaya untuk mendapatkan rokok elektronik juga relatif murah, sehingga perlu langkah-langkah efektif untuk mengatur dan mengontrol penggunaannya.

Rena, perwakilan dari BPJS Kesehatan, menyatakan bahwa 20-30 persen pembiayaan kesehatan untuk penyakit katastropik adalah karena konsumsi rokok. Hal ini memberikan kontribusi signifikan terhadap beban Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengurangi jumlah perokok serta mencegah perokok dari risiko penyakit katastropik, demi menjaga keberlanjutan program JKN.

Dr. Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia mendorong kita agar tidak terjebak dalam perdebatan pro dan kontra terhadap FCTC, melainkan perlu berfokus pada upaya membangun ekosistem yang mendukung pengendalian tembakau. Ini mencakup langkah-langkah fiskal dan non-fiskal. Jika kita terjebak dalam perdebatan tersebut, target pengendalian tembakau tidak akan tercapai. Pada akhirnya, isu utamanya bukan hanya tentang aksesi FCTC, tetapi tentang melindungi generasi muda dari bahaya tembakau.

 

 

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Tags: Arifin PanigoroBappenasdarurat kesehatanMedco EnergyPengendalian RokokPengendalian Zat Adiktif

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.