Target penurunan prevalensi perokok anak pada 2024 mencapai 8,7 persen terancam gagal. Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ada penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang dari 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta pada 2021. Penambahan angka perokok ini selaras dengan meningkatnya angka promosi rokok melalui media sosial, elektronik, dan media promosi lainnya.
Dalam acara peluncuran riset kekambuhan merokok atau smoking relapse pada anak-anak dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pada 2 Februari 2023, Perencana Ahli Madya dan Koordinator Masyarakat, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Renova Glorya Montessori Siahaan menjelaskan, kenaikan angka perokok baik dewasa maupun anak-anak sebenarnya disebabkan oleh faktor lingkungan yakni keluarga dan pergaulan. Selain itu, faktor harga memang sangat berpengaruh membuat anak mudah merokok. Misalnya saja harga rokok batangan yang hanya Rp2000-5000 dan bisa dibeli di setiap kios.
“Makanya kekambuhan yang terjadi pada anak-anak ini rata-rata karena anak sudah terlanjur kecanduan atau ketagihan. Sampai saat ini belum terlihat bagaimana kita bisa mengatasi masalah adiksi ini,” ungkap Renova.
Dari sisi kuratif, pemerintah sudah merumuskan dan menjalankan unit layanan berhenti merokok. Sayangnya, unit berhenti merokok (UBM) ini sangat jarang diakses oleh anak-anak yang merokok sehingga makin mudah membuat perokok anak tetap kecanduan atau bahkan menjadi dual smoker dengan rokok elektronik.
“Ada faktor-faktor harga, iklan, akses penjualan, belum lagi dana dari program PKH, perlu ditinjau lagi apakah berhasil menekan perokok di keluarga,” tutur Renova.
Pernyataan Renova menyiratkan masih mudahnya aksesibilitas penjualan rokok di Indonesia. Padahal dalam aturan Kementerian Keuangan, rokok setara dengan minuman beralkohol sehingga harus dikenakan cukai.
Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sarno menyebutkan dari sisi penjualan, sejatinya rokok harus dikenakan cukai. Tak hanya rokok konvensional, saat ini, Kemenkeu juga sudah mengenakan cukai pada rokok elektronik.
Pengenaan cukai sebagai instrumen aturan sebenarnya merupakan bentuk perlindungan negara. “Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai,” jelas Sarno.
Tujuan cukai sendiri bukan untuk menambah penerimaan negara, tetapi untuk mengendalikan konsumsi. Oleh karenanya, semua barang yang dikenakan cukai adalah barang yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Di Indonesia sampai saat ini, cukai dikenakan pada tiga jenis Barang Kena Cukai yakni; Hasil Tembakau, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Etil Alkohol.
Meski demikian, aturan bagi produk tembakau dan minuman beralkohol berbeda ketika masuk pada bagian distribusi yang diatur oleh Kementerian Perdagangan. Guna memperketat regulasi peredaran minuman beralkohol, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang restriksi terhadap penjualan minol.
Aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol dengan beberapa perubahan.
Beleid ini menyatakan, penjualan minol untuk diminum langsung di tempat hanya bisa dijual antara lain; di hotel, restoran, bar, sesuai dengan peraturan perundang-undangan bidang kepariwisataan. Tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh bupati/walikota dan gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sementara penjualan minol secara eceran hanya dapat dijual oleh pengecer pada; toko bebas bea (TBB), tempat yang sudah ditetapkan pemimpin daerah, dan khusus minuman beralkohol golongan A masih bisa dijual di supermarker atau hypermarket.
Aturan ini juga menyebut, pengecer wajib menempatkan minuman beralkohol pada tempat khusus yang terpisah dari produk lain. Minol juga dilarang berdekatan dengan beberapa lokasi misalnya; gelanggang remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios kecil, penginapan remaja, dan bumi perkemahan; tempat ibadah, sekolah, rumah sakit; dan tempat tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota atau Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, serta dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing.
Proses pembelian diatur bahwa penjualan minol hanya diberikan pada orang yang sudah berusia 21 tahun dengan menunjukkan kartu identitas kepada petugas atau pramuniaga.
Aturan tak berhenti, promosi minol bahkan banyak restriksi dibandingkan rokok. Importir terdaftar minol, distributor minol, sub distributor, penjual langsung, dan pengecer minol dilarang mengiklankan minol di media massa apapun.
Aturan kompleks tersebut memang berdampak pada penurunan konsumsi minol. Badan Pusat Statistik (BPS) pun merilis data, penurunan konsumsi minol dari 4,8 liter per kapita turun drastis jadi 0,39 liter per kapita pada 2015-2016. Artinya, peraturan dari Permendag sangat efektif mengendalikan konsumsi minol dan menurunkan risiko masalah kesehatan. Sayangnya, aturan serupa yang diterapkan oleh Kemendag belum ada untuk produk rokok. Hasilnya, rokok rata-rata dijual sangat murah dalam bentuk batangan atau ketengan.
Membongkar penyebab diskriminasi
Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk SDGs, Agus Suprapto menjelaskan sisi diskriminasi antara minol dan rokok tak lepas dari perbedaan efek negatif yang dihasilkan.
Sebagai contoh, dampak negatif mabuk yang dihasilkan usai konsumsi minol bisa terlihat dalam waktu cepat. Sementara rokok, tidak menunjukkan dampak dalam waktu cepat seperti minol. Akibatnya, fakta sosial itu membuat ada ruang abu-abu dalam memberi aturan terhadap rokok.
“Meskipun minol tidak ada aturannya, misalnya, masyarakat bisa menjudge barang itu [berbahaya]. Kemampuan masyarakat ada. Kalau rokok, masyarakat ada yang ragu-ragu, ada yang tidak,” ujar Agus dalam kegiatan peluncuran riset dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan IISD pada Rabu, 8 Februari 2023.
Menurut Ketua Bidang Barang Penting, Direktorat Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Fitria Wiraswati, pelarangan rokok seperti minol memang belum dilakukan oleh Kemendag. Meski demikian dia menyebut Kemendag sedang mengkaji aturan pelarangan rokok ketengan seiring dengan Keputusan Presiden (Keppres) 25 tahun 2022 yang memuat acuan untuk revisi PP 109 tahun 2012 tentang pengendalian produk tembakau.
“Di PP 109/2012 pada Pasal 60, sudah ada aturan produk tembakau, dan dicantuman akan dilaksanakan oleh kepala badan,” tutur Fitria.
Selain rokok ketengan, setidaknya ada enam poin revisi PP 109/2012 dalam Keppres 25/2022 yaitu; penambahan persentase gambar dan peringatan kesehatan pada produk tembakau; larangan terhadap rokok elektronik; larangan iklan, promosi, sponsor produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, serta media teknologi informasi. Ada juga aturan tentang penegakan serta penindakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Pada akhir Januari 2023, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan mengatakan akan memperketat regulasi impor rokok elektrik atau vape beserta alat penunjang produk tersebut. Zulkifli menyebut, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan rokok elektronik. Dia juga menyebut, kebijakan ini merupakan mandate yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Kemendag.
“Namanya rokok, kalau elektrik, asap mengganggu paru-paru. Di situ jelas merokok mematikan,” kata Zulhas.
Merespon pernyataan Zulhas, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk SDGs, Agus Suprapto menyebut sangat mengapresiasi rencana Kemendag untuk terlibat dalam mendorong kesehatan masyarakat.
“Artinya Kemendag akan kendalikan industri bidang rokok dan rokok elektronik. Saya kasih jempol agar mereka konsisten,” tuturnya.
Agus juga menyebut pemangku kebijakan di Indonesia, termasuk Mendag Zulhas, pasti tidak ingin anak dan cucunya menjadi pecandu rokok.
Sementara itu, Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi Kementerian Kesehatan, dr. Benget Saragih Turnip menambahkan, pernyataan Kemendag melalui Mendag Zulhas tentang peraturan rokok elektronik merupakan kabar baik.
“Ini kabar baik. Artinya sejalan semua. Cuma prevalensi perokok elektronik dari 2011 ke 2021 naik 10 kali. Kami senang banget,” ujar dr. Benget.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post