Jakarta, Prohealth.id – Salah satu upaya untuk mengendalikan prevalensi perokok anak adalah dengan mengesahkan draf revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif.
Sayangnya sikap pemerintah masih maju mundur dalam melakukan revisi PP tersebut. Pasalnya ada beberapa hal yang dinilai belum mengakomodasi suara dari industri tembakau.
Menurut dr. Feni F. Taufik mewakili Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) salah satu komponen penting dalam draf revisi PP 109/2012 tentunya harus mengakomodasi pengaturan rokok elektronik.
Dia memerinci, kekosongan aturan dalam penggunaan rokok elektronik membuat angka penderita penyakit paru kronis di Indonesia sulit untuk dikendalikan. Kondisi tersebut diperparah dengan keberpihakan pemerintah terhadap industri rokok elektronik, salah satunya dengan meresmikan pabrik IQOS, sebuah produk HTP alias tembakau dipanaskan keluaran PT HM Sampoerna (Philip Morris International).
“Kami sangat khawatir beban karena rokok konvensional yang selama ini harus kita tanggung menjadi makin rumit dan berat karena beban konsumsi kesehatan akibat rokok elektronik yang sudah dibuktikan membahayakan kesehatan,” kata dr. Feni.
Dia menyebut, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menegaskan pihaknya meneliti bahwa dalam komponen rokok elektronik ada nikotin yang kandungannya masih menimbulkan adiksi. Sejumlah riset kesehatan juga sudah mengafirmasi bahwa rokok elektronik memberi dampak negative terhadap kesehatan paru-paru.
“Ini jadi lingkaran setan, artinya orang tidak bisa lepas sama sekali dari rokok,” ungkap Feni.
Dengan kondisi saat ini, dr. Feni berhadap agar dengan pengesahan revisi PP 109/2012, pemerintah bisa segera menanggulangi bahaya penyakit paru yang menyerang anak dan remaja. Alasannya, jika pemerintah terlambat dalam mengantisipasi penyakit tersebut maka akan banyak kerugian sumber daya manusia (SDM) Indonesia akibat mengalami sakit paru kronis.
Tak hanya paru kronis saja, penyakit kanker paru hingga kanker darah dan leukimia mayoritas banyak disebabkan oleh kebiasaan merokok. Menurut Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD-KHOM, Ketua Yayasan Kanker Indonesia menyatakan sudah sangat banyak riset kesehatan yang membuktikan rokok menyebabkan kanker. Bahkan dalam produk rokok selalu ada peringatan bahaya masalah kanker.
“Artinya edukasi ini sudah banyak, dan sebenarnya tidak ada masalah lagi untuk mengesahkan revisi PP 109/2012 ini,” ungkap dr. Aru.
Dalam konferensi pers organisasi profesi kesehatan dan Komnas Pengendalian Tembakau, Minggu (12/12/2021), usulan revisi PP 109/2012 memiliki penguatan pada regulasi terutama dalam butir-butir utama.
Pertama, perluasan peringatan kesehatan bergambar sebagai edukasi masif bahaya merokok.
Kedua, pelarangan iklan rokok di internet dan media luar ruang untuk mencegah perokok pemula.
Ketiga, pelarangan promosi dan sponsor rokok sebagai denormalisasi rokok.
Keempat, larangan penjualan rokok ketengan dan penjualan kepada anak untuk menekan akses.
Kelima, larangan penambahan perasa yang mendorong anak mulai merokok.
Keenam, pengaturan rokok jenis baru atau electronic nicotine delivery system – ENDS maupun heated tobaaco product (HTP) alias tembakau dipanaskan untuk mencegah ketagihan baru atau bahkan double burden.
“Kami menghargai Kementerian Kesehatan telah meluncurkan GERMAS, namun gerakan saja tidak cukup. Regulasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk pengendalian tembakau yang progresif,” tambah Esti Nurjadin selaku Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia (YJI).
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post