Jakarta, Prohealth.id – Organisasi perempuan Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU) mendukung penuh pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Dukungan ini utamanya mencakup pengendalian zat adiktif secara khusus terkait pasal-pasal pengendalian konsumsi rokok. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun, menurun menjadi 7,4 persen dari 9,1 persen pada 2018. Namun penurunan prevalensi perokok anak dalam lima tahun tersebut hanya menyentuh 1,7 persen. Prevalensi perokok usia di atas 10 tahun menurun dari 28,9 persen tahun 2018, menjadi 27,02 persen pada 2023. Penurunan ini hanya sekitar 1,8 persen. Sementara prevalensi perokok elektrik usia di atas 10 tahun justru meningkat dari 2,8 persen pada 2018, menjadi 3,2 persen pada 2023.
Ketua Umum Fatayat NU Margaret Aliyatul Maimunah di Jakarta pada Kamis, 6 Juni 2024 menegaskan, RPP tentang peraturan pelaksanaan atas UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan seharusnya sah saat ini. Dengan memperhatikan poin-poin pengendalian konsumsi rokok yang komprehensif dan efektif. Momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) dengan tema “Protecting Children from Tobacco Industry Interference” menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat komitmen ini.
Kelompok terbanyak yang menjadi perokok adalah laki-laki berdasarkan hasil analisis SKI. Perokok laki-laki usia di atas 10 tahun tamat SLTA mendominasi sebesar 12,9 persen, SLTP sebesar 9,4 persen, SD sebesar 3,1 persen. Sedangkan usia 10-18 tahun yang mendominasi dari lulusan tamat SLTA sebesar 27,2 persen dan SLTP pada 24,6 persen.
Kondisi ini menunjukkan perilaku merokok lebih marak terjadi pada kelompok anak di tingkat pendidikan tersebut dan ancaman ini kian nyata. Sebab anak-anak semakin mudah mengakses rokok sehingga perlu tindakan segera untuk mencegah kemudahan akses ini. Mirisnya lagi kategori perokok terbanyak ada pada status ekonomi menengah dan terbawah. Kata Maimunah, kondisi ini berpotensi menjebak mereka pada jurang kemiskinan.
Studi menunjukkan 1 persen peningkatan belanja rokok dapat meningkatkan 6 persen poin kemiskinan. Data SKI 2023 juga menunjukkan rerata harga rokok yang masih murah hanya Rp19.960 per bungkus sehingga membuat kelompok pra sejahtera dan anak-anak mudah menjangkau rokok. Hal ini tidak hanya berdampak pada ekonomi. Namun juga kesehatan ikut terancam.
Banyak studi menunjukkan paparan asap rokok selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat lahir rendah, dan berbagai komplikasi kesehatan lainnya. Anak-anak yang terpapar asap rokok pasif memiliki risiko lebih tinggi terkena asma dan infeksi saluran pernapasan.
Fatayat NU prihatin dan menggugat anggapan bahwa peningkatan penggunaan rokok elektrik adalah alternatif produk yang lebih aman.
“Padahal rokok elektrik tetap memiliki risiko kesehatan serius dan tingkat bahaya yang sederajat dengan rokok konvensional,” ucap Maimunah.
Atas dasar itu maka Fatayat NU mendukung RPP Kesehatan untuk pengendalian konsumsi rokok. Seperti pelarangan penggunaan perisa pada rokok elektronik untuk mengurangi daya tariknya pada kelompok usia muda. Juga mendukung pelarangan semua bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok di media internet, media cetak, media elektronik, hingga di tempat penjualan dan area yang dekat dengan sekolah.
“Kami turut mendukung pembesaran peringatan kesehatan bergambar lebih dari 40 persen pada bungkus rokok sehingga memberikan peringatan visual yang lebih kuat tentang bahaya merokok,” ujar Maimunah.
Peringatan kesehatan bergambar itu juga hendaknya tidak tertutup oleh pita cukai agar efektif dalam menyampaikan pesan kesehatan.
Ketua Umum Fatayat NU ini menyebutkan pula penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus semaksimal mungkin beroperasi dan diperketat pengawasannya. Macam sekolah, tempat bermain anak, fasilitas kesehatan, dan transportasi umum.
Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) oleh Kementerian Kesehatan harus diperluas untuk memberikan dukungan yang lebih masif bagi perokok yang ingin berhenti. Program ini pun harus mudah diakses dan mencakup berbagai metode berhenti merokok yang terbukti efektif.
Di samping itu dia menekankan pentingnya kampanye edukasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok terutama di kalangan anak dan remaja.
Penghentian campur tangan industri rokok dalam regulasi kesehatan merupakan hal yang penting sekali. Maimunah menyebut industri rokok memiliki sejarah panjang dalam mempengaruhi kebijakan publik dan regulasi. Utamanya melindungi kepentingan bisnisnya meskipun hal tersebut merugikan kesehatan masyarakat. Terkait itu maka Fatayat NU mendorong agar Pemerintah tidak tunduk pada tekanan industri dan tetap fokus pada kepentingan kesehatan publik.
Ketua Umum Fatayat NU ini mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RPP Kesehatan. Alasannya, karena langkah ini adalah investasi bagi masa depan bangsa yang lebih sehat dan produktif. Utamanya dengan mengedepankan langkah-langkah konkret dalam pengendalian konsumsi rokok.
“Fatayat NU berharap RPP Kesehatan segera sah. Demi generasi masa depan Indonesia yang lebih sehat, produktif, dan bebas dari bahaya zat adiktif,” pungkas Maimunah.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post