Jakarta, Prohealth.id – Laporan Global AIDS Update 2021 UNAIDS (The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS), yang diluncurkan pekan lalu, menyoroti bukti bahwa orang yang hidup dengan HIV lebih rentan terhadap Covid-19, dan ketimpangan yang semakin luas mencegah mereka untuk mengakses layanan HIV dan vaksinasi Covid-19.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) orang dengan HIV lebih rentan terhadap penyakit Covid-19 yang parah dan kematian akibat Covid-19. Data surveilans di 37 negara menemukan bahwa hampir seperempat dari orang dengan HIV yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19, meninggal dunia.
Meskipun lebih rentan, kurang dari 3 persen orang dengan HIV di Afrika Sub-Sahara, daerah yang memiliki jumlah orang yang hidup dengan HIV tertinggi sedunia, telah menerima setidaknya satu dosis dari vaksin Covid-19 pada bulan Juli 2021.
Di Indonesia, hasil survei cepat yang dilakukan oleh Jaringan Indonesia Positif (JIP) terkait vaksin Covid-19 bagi orang dengan HIV pada Juni 2021 kepada 1.137 responden, menemukan setidaknya 19 persen orang dengan HIV telah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis pertama, 30,3 persen telah mendapatkan vaksin Covid-19 dosis kedua, sementara 50,7 persen lainnya, belum dan tidak mendapatkan jadwal vaksin Covid-19.
Sebanyak 47,4 persen responden belum menerima vaksin Covid-19 khawatir karena memiliki riwayat penyakit penyerta dan 9,7 persen responden tidak menerima informasi jelas terkait pemberian vaksin Covid-19, sedangkan 9, 7 persen responden takut efek samping.
Meirinda Sebayang, Koordinator Nasional Jaringan Indonesia Positif menjelaskan, perlindungan dengan vaksin Covid-19 bagi orang dengan HIV sangat penting di masa yang sulit ini. Sayangnya, adanya keraguan, ketakutan serta misinformasi dari berbagai sumber, membuat banyak orang dengan HIV enggan melakukan vaksin.
“Harus ada upaya lebih besar untuk memastikan orang dengan HIV, petugas kesehatan, dan semua masyarakat terlibat dalam program vaksin mengetahui dan mengampanyekan vaksinasi bagi orang dengan HIV,” kata Meirinda melalui keterangan tertulis yang diterima Prohealth, Rabu (28/7/2021).
Selain dari tantangan orang yang hidup dengan HIV untuk mengakses vaksin Covid-19, mereka juga mengalami tantangan untuk mendapatkan perawatan Covid-19. Pada bulan Juli 2021, JIP melakukan pengumpulan data kembali melalui survei cepat terkait hal ini. Perolehan hasil sementara dari 155 orang dengan HIV yang pernah positif Covid-19 menyatakan 5 persen mendapatkan penolakan perawatan Covid-19 akibat status HIV.
Beberapa alasan penolakan termasuk: perlunya menyertakan rujukan/ rekomendasi dari dokter perawatan HIV, tidak tersedianya perawatan Covid-19 bagi orang dengan HIV, tidak tersedianya kamar, serta tidak adanya KTP. Hasil survei JIP juga menunjukkan bahwa dari 155 responden, 30,3 persen memilih melakukan isolasi mandiri di rumah tanpa pantauan tenaga medis dan 42 persen responden melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pantauan tenaga medis.
Sejalan dengan perolehan pihak yang diberitahu responden saat positif Covid-19 tertinggi adalah puskesmas terdekat sebanyak 50 persen, 17,4 persen memberitahu satgas Covid-19 setempat, namun 6,4 persen responden memilih untuk tidak memberitahu kepada siapa pun. Beban ganda dan kerentanan tersebut juga terefleksi pada sisi sosio-ekonomi.
Dilihat dari data penelitian yang dilakukan oleh Indonesia AIDS Coalition (IAC) pada 564 responden Orang dengan HIV dan kelompok rentan lainnya, di paruh pertama tahun 2020 terdapat peningkatan yang signifikan pada angka pengangguran sebesar 1,84 persen sejak pertengahan tahun 2019 yang tentu saja berdampak pada berkurangnya pendapatan.
Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition menegaskan, Covid-19 adalah ujian yang berat bagi segenap masyarakat dunia, terutama kelompok orang dengan HIV.
“Covid-19 adalah sebuah ujian bagi kita. Ujian bagi solidaritas sosial yang selama ini kerap kali tergerus di tengah situasi kehidupan yang sangat tidak adil bagi kelompok orang dengan HIV dan kelompok yang paling terdampak dari epidemi AIDS lainnya,” ujarnya.
Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ada distribusi skema jaminan sosial yang tidak merata. Masih banyak dari populasi rentan HIV yang tidak menerima bantuan sosial dari pemerintah dengan pertimbangan status pekerjaan, kelompok pendapatan dan persyaratan administratif lainnya. Bantuan sosial malah datang dari lembaga non-pemerintah misalnya anggota keluarga, teman, dan LSM.
“Program HIV menawarkan banyak pembelajaran baik yang bisa direplikasi dalam penanganan Covif-19. Nilai sosial keterlibatan bermakna dari kelompok yang paling terdampak oleh penyakit ini serta penghargaan terhadap hak asasi manusia, akan menjadi sebuah kekuatan yang bisa membantu keberhasilan program penanganan Covid-19,” ujar Aditya kembali.
Covid-19 telah berdampak pada segala aspek kehidupan, termasuk ketersediaannya layanan HIV. Laporan baru UNAIDS berjudul “Confronting Inequalities: lessons for pandemic responses from 40 years of AIDS” menunjukkan bahwa lockdown dan pembatasan-pembatasan lainnya telah menyebabkan gangguan pada layanan HIV. Di banyak negara, hal ini menyebabkan penurunan pada jumlah diagnosis HIV, dan rujukan ke layanan inisiasi pengobatan dan perawatan HIV.
Laporan UNAIDS ini menunjukkan bahwa di Indonesia jumlah orang yang menginisiasi pengobatan antiretroviral selama pandemi berkurang hingga puncaknya di bulan Mei 2020 yang mana terjadi penurunan 43 persen.
Dengan semakin banyak fasilitas kesehatan dan petugas kesehatan yang dialihkan untuk respons Covid-19, banyak komunitas di Indonesia tergerak untuk bekerja sama dengan layanan untuk melakukan pengiriman obat antiretroviral langsung ke rumah untuk memastikan orang dengan HIV tidak terputus pengobatannya. Data menunjukkan bahwa setelah bulan Juni 2020, jumlah orang yang mengakses pengobatan antiretroviral di Indonesia sudah kembali seperti sebelum pandemi.
Upaya tes dan pengobatan HIV telah ditingkatkan secara besar-besaran selama 20 tahun terakhir. Sekitar 27,4 juta dari 37,7 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia menjalani pengobatan secara global pada tahun 2020. Banyak dari 19 negara yang telah mencapai target cakupan pengobatan 90-90-901 pada tahun 2020 membuktikan efektivitas dari layanan yang berbasis komunitas sebagai pelengkap layanan berbasis fasilitas kesehatan.
Krittayawan Boonto, UNAIDS Country Director Indonesia menambahkan, di Asia Pasifik, sudah ada beberapa negara yang telah atau hampir mencapai target tersebut. Namun pada tahun 2020, data menunjukkan Indonesia masih jauh dari target dengan cakupan pengobatan 66-26-6.
“Dunia sudah berjuang melawan HIV selama 40 tahun. Pandemi Covid-19 ini berisiko memundurkan kemajuan dunia dalam respons HIV. Dan saat ini kita mengetahui bahwa infeksi Covid-19 pada orang dengan HIV bisa menjadi fatal. Vaksinasi Covid-19 harus diberikan ke semua orang, tanpa diskriminasi. Tidak ada yang aman sampai semua aman,” terangnya.
Penulis: Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post