Jakarta, Prohealth.id – Save The Children berkolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meluncurkan Petunjuk Teknis Partisipasi Anak dalam Proses Pembangunan dan Pedoman Perlindungan Anak Pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Koalisi Perlindungan Pembela HAM dan para mitra pembangunan. Kegiatan berlangsung secara hybrid, untuk offline berlokasi di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat pada 12 April lalu.
Berdasarkan rilis yang diterima Prohealth.id pada Selasa (18/4/2023), peluncuran juknis merupakan rangkaian kegiatan Berbagi Praktik Baik dari Program HEAl alias Promote Human Rights and Equality to Achieve Sustanbility melalui Partisipasi Anak yang Bermakna Menuju Indonesia yang Inklusif. Program HEAL sendiri telah dimulai sejak 2021 dengan menggandeng Yayasan Tifa dan Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLNHI) dan didukung European Union (EU).
Juknis yang telah disusun bersama Kemen PPPA dan Save The Children dilakukan sebagai upaya memberikan penghargaan terhadap pandangan anak sehingga ruang partisipasi anak dalam pembangunan dibuka seluas-luasnya.
I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyatakan salah satu prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang juga menjadi dasar pembangunan kebijakan program, dan kegiatan pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah menghargai pandangan anak. Hal ini berarti anak mempunyai hak untuk berkontribusi sebagai subjek pembangunan serta berhak untuk terlibat dan dilibatkan dalam setiap proses pembangunan.
“Dan komitmen penghargaan terhadap pandangan anak perlu harus selalu didorong untuk memastikan pembangunan Indonesia yang inklusif,” tegasnya secara virtual.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah mengatakan bahwa anak-anak Pembela HAM didefinisikan sebagai Pembela HAM yang berusia di bawah 18 tahun, yang baik sendiri atau bersama-sama melakukan atau mengambil tindakan untuk penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, termasuk hak-hak asasi anak, meskipun mereka tidak melihat diri mereka atau dilihat oleh orang lain sebagai Anak Pembela HAM.
“Pedoman Perlindungan Anak Pembela HAM yang telah dibuat meliputi dua hal penting, yakni tahap pencegahan dan tahap mitigasi dampak sebagai bentuk perlindungan anak,” sambungnya.
Perlu disadari bahwa dalam menyuarakan dan membela hak-haknya, anak-anak rentan mendapat ancaman dan serangan. Serangan terhadap anak pembela HAM juga kerap kali dilakukan baik secara langsung atau tidak langsung, misalnya serangan ditujukan kepada organisasi atau keluarga mereka.
Adapun bentuk perlindungan pada tahap pencegahan dilakukan manakala serangan atau risiko keamanan atau pelanggaran terhadap Anak Pembela HAM belum terjadi. Hal-hal yang harus dilakukan di antaranya adalah pemberian konsultasi; melakukan asesmen terhadap insiden keamanan, ancaman, dan risiko; menyusun rencana keamanan dan keselamatan; pelaksanaan rencana keamanan, serta pemantuaan kondisi Anak Pembela HAM. Sementara untuk bentuk perlindungan pada tahap mitigasi dampak adalah hal-hal yang harus segera dilakukan seperti; evakuasi; pendampingan hukum; intervensi; penggalangan dukungan; dan pemulihan korban.
Salah satu contoh Anak Pembela HAM yang kesulitan menyuarakan pandangan dan perspektif HAM-nya ialah Dinda. Remaja 14 tahun asal Nusa Tenggara Barat ini mengaku kesulitan dan mendapatkan ancaman saat melaporkan kasus perkawinan anak kepada orang dewasa di desanya. Ia mengaku kala mengadukan kasus perkawinan anak ke orang dewasa yang ada di desa, tetapi mereka justru meminta Dinda untuk bungkam dan tidak perlu ikut campur masalah tersebut. Tak hanya itu, Dinda pun mendapat ancaman dari orang dewasa atas sikapnya tersebut.
“Belakangan saya tahu bahwa ada orang di desa yang terlibat dalam pemalsuan usia anak, usia anak didewasakan, sehingga anak-anak mendapatkan izin menikah dengan mudah. Saya mengalami kesulitan untuk menyuarakan hal ini secara luas karena takut ancaman orang dewasa,” tuturnya.
Erwin Simangunsong, Chief of Program Implementation dari Save the Children Indonesia menambahkan bahwa brsama dengan para mitra, Save the Children melakukan serangkaian pelatihan pengembangan kapasitas anak dan orang muda, termasuk memastikan mereka mendapatkan ruang yang aman untuk berpartisipasi dalam pembangunan di wilayahnya untuk kehidupan mereka yang lebih baik.
Erwin juga menjelaskan sedikit mengenai Program HEAL yang telah diluncurkan sejak tahun 2021. Program ini memiliki tujuan untuk mempromosikan dan mendukung pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dan kesetaraan untuk mencapai keberlanjutan dalam merespon dampak pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Ia menyebut, program HEAL telah bekerja sama dengan Komnas HAM untuk mengedukasi masyarakat, anak, dan orang muda tentang nilai-nilai HAM, termasuk inklusivitas dan non-diskriminasi.
“Bersama KPAI dan Koalisi Perlindungan Pembela HAM, kami bekerja membuat pedoman untuk memastikan anak dan orang muda pembela HAM yang mendapatkan ancaman, dan serangan punya tempat untuk mengadu dan berlindung,” ungkap Erwin.
Discussion about this post