Salah satu bidang profesi tenaga kesehatan yang kerap ditemui sehari-hari adalah apoteker. Pekerjaan ini bertanggung jawab meracik obat untuk orang sakit. Namun bukan perkara mudah menjadi seorang apoteker, terlebih seorang apoteker harus memenuhi Good Pharmacy Practice (GPP) agar memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Apoteker perlu spesialisasi dan sertifikasi untuk bisa meracik dengan dosis yang tepat dan mencegah interaksi berbahaya antar obat-obatan, apalagi untuk obat yang masih baru. Sayangnya, di Indonesia, belum banyak apoteker yang memenuhi standar GPP.
Hal ini disampaikan oleh Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Dr. Mahdi JUfri, M.Si., Apt bahwa saat ini masih belum banyak apoteker yang memenuhi standar GFP. “Belum semua,“ jawabnya singkat kepada Prohealth.id, Senin (25/9/2023)
Mahdi mengungkapkan, GPP merupakan standar yang memastikan seorang apoteker dalam memberikan pelayanan kepada pasien agar memenuhi standar penerapan.
“Pelayanan kefarmasian harus sesuai guideline WHO. Apoteker memberikan informasi obat yang diresepkan dokter, seperti cara pakai, untuk obat NSAID setelah makan, antibiotik yang harus dihabiskan dan lain sebagainya,” jelas dia.
Hasil studi Pharmaceutical Research and Manufacturers of America (PhRMA) mengungkapkan bahwa diantara negara-negara G20 ataupun Asia Pasifik, ketersediaan obat baru di Indonesia yang paling rendah dimana hanya sembilan persen saja yang tersedia dari 460 obat baru. Sedangkan, rata – rata tingkat obat – obatan yang tersedia di kawasan Asia Pasifik mencapai 20 persen.
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) pada tahun 2022, rendahnya ketersediaan obat – obatan di Indonesia disebabkan oleh sejumlah faktor. Faktor – faktor ini terdiri dari; rendahnya daya tarik pasar, rendahnya prevalensi penyakit, permintaan yang rendah, kurangnya peran produsen di Indonesia, terbatasnya akses ke pasar, isu pasien, dan ketidakpastian atau ketidakjelasan tinjauan regulasi.
Kondisi serupa pun dibenarkan oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia yang mengatakan sediaan farmasi yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri tercantum pada katalog elektronik dengan nilai tingkat komponen dalam negeri paling sedikit 52 persen untuk obat dan obat tradisional, dan paling sedikit 70 persen untuk vaksin dan serum.
Dalam KMK terdapat 62 item bahan baku obat yang dapat diproduksi dalam negeri dan siap digunakan yang terdiri dari 45 item bahan baku obat Active Pharmaceutical Ingredient (API), 2 item bahan baku natural, 3 item bahan baku produk biologi, dan 12 item zat aktif vaksin dan serum.
“Implementasi kebijakan ini diharapkan mendukung upaya pengembangan produksi bahan baku dalam negeri dan mewujudkan kemandirian farmasi sebagai upaya transformasi sistem kesehatan,” tutur Rizka dikutip dari situs Kementerian Kesehatan.
Guna merespon hal itu, pada Mei 2023 lalu Kementerian Kesehatan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi Dalam Negeri. Pasalnya, keputusan ini bertujuan sebagai upaya mendukung pengembangan industri sediaan farmasi dalam negeri.
Kementerian Kesehatan telah menegaskan dengan penetapan KMK ini, maka instansi pemerintahan baik di pusat maupun daerah juga institusi swasta harus mengutamakan sediaan farmasi yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri dalam proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan melalui katalog elektronik.
“Intinya adalah kita mesti mendekatkan layanan kesehatan masyarakat terutama dokter-dokter dan layanan kesehatan. Industri farmasi menurut saya adalah pembangunan dari hulu ke hilir itu sangat penting dan itu harus dibangun. Pemerintah akan memberikan regulasi yang baik,” ujar Budi Gunadi Sadikin dikutip saat Forum Nasional Hilirisasi dan Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi Dalam Negeri, pada Selasa (16/5/2023) di Hotel Borobudur, Jakarta.
Krisis tenaga apoteker
Kondisi ini berbanding lurus dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) bidang farmasi. Pengamat farmasi Mahdi membenarkan bahwa perlu meningkatkan GPP pada setiap apoteker di Indonesia. “Terkait dengan penerapan Good Pharmacy Practice perlu terus di tingkatkan agar masyarakat puas mendapatkan informasi obat dari para apoteker,” ungkapnya.
Mahdi menyayangkan, jumlah apoteker di Indonesia sebenarnya belum banyak. “Jumlah penduduk kita banyak sekitar 270 juta orang, menurut aturan WHO [Organisasi Kesehatan Dunia] setiap 3500 penduduk perlu 1 orang apoteker, sementara jumlah apoteker belum mencapai 100 ribu orang,” tutur dia.
Saat ini apoteker di Indonesia masih belum mencukupi kebutuhan pasien di Indonesia.” Walaupun kini jumlah PT Farmasi yang memiliki PSPA baru 62 namun belum mencukupi,” paparnya.
Sebab menurut Mahdi, banyak apoteker yang akhirnya masuk ke dalam sektor industri sehingga sudah tidak bisa melayani masyarakat secara langsung dan mempraktekkan GPP.
“Ini karena banyak apoteker yang bekerja di sektor industri sehingga yang dipelayanan tentu akan berkurang,” tukasnya.
Guna memperbaiki kualitas dan kuantitas sektor farmasi di Indonesia, pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU Kesehatan pada 2023 lalu, dan saat ini sedang dalam proses penyusunan aturan turunan UU Kesehatan.
Direktur Pengawasan Alat Kesehatan, Eka Purnamasari dalam kegiatan Public Hearing Rancangan Peraturan Turunan UU Kesehatan No. 17 tahun 2023 menyampaikan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah menjamin Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Tujuannya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu.
Untuk itu selain mendorong kuantitas produksi obat, namun pemerintah wajib memastikan produk yang beredar harus memenuhi syarat yang diacu dengan memenuhi standar untuk menjamin keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu. Pemastian mutu harus dikawal pemerintah dan pelaku usaha secara komprehensif mulai sejak diproduksi sampai di peredaran, antara lain melalui sampling dan pengujian yang dilaksanakan secara berkala dalam waktu tertentu secara intensif.
Ia juga menyampaikan fasilitas produksi dan distribusi harus memenuhi kaidah atau ketentuan berlaku. Dengan kemajuan teknologi informasi, peredaran yang meliputi distribusi dan penyerahan dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan sistem elektronik yang terintegrasi yakni Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN).
RPP akan mengatur ketentuan importasi dan eksportasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT, meliputi pihak yang dapat melakukan impor ekspor dan persyaratan produknya. Untuk kebutuhan penelitian, Lembaga Penelitian dapat melakukan impor, namun dilarang untuk diedarkan. Dalam keadaan tertentu, impor sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha (izin edar), dapat dilakukan melalui jalur khusus.
“Sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT dapat beredar setelah mempunyai izin edar dan memenuhi ketentuan penandaan, dapat dipromosikan dan diiklankan di media informasi dengan memuat keterangan secara obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan serta mematuhi etika periklanan. Sedangkan obat dengan resep dan alat kesehatan yang penggunaannya memerlukan bantuan tenaga medis atau tenaga kesehatan hanya boleh dipromosikan dan diiklankan di media ilmiah untuk lingkungan profesi kesehatan”, ujar Eka.
Ia menambahkan dalam ini masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan perlindungan dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi, alat Kesehatan, dan PKRT yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan. Pemerintah pusat dan daerah sesuai tusi dan kewenangan masing-masing akan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemenuhan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan PKRT.
Apotek Wellings dan upaya Good Pharmacy Practice
Implementasi GPP oleh seorang apoteker terlihat di Apotek Wellings. Dalam pantauan Prohealth.id, apoteker terlihat melayani pembeli dengan sabar dan sangat detail menjelaskan kandungan obat yang akan dibeli oleh konsumen. Apoteker Wellings juga terlihat mencari solusi atas persoalan kesehatan pembeli.
Head of Business Unit Wellings Indonesia Andy Handoko mengungkapkan, Apotek Wellings berkomitmen meningkatkan kualitas apoteker dan tenaga farmasi di Indonesia. Untuk itu, Apotek Wellings bekerja sama dengan beberapa universitas utama di Indonesia, seperti Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, dan lainnya.
“Dengan program proaktif ini, kami juga berkontribusi untuk memastikan lulusan program studi tersebut memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan di industri,” ungkapnya kepada Prohealth.id, Jumat (20/9/2023).
Di Apotek Wellings, dikatakan Andy, apoteker juga dipercaya sebagai pemilik bisnis. Mereka bertanggung jawab penuh atas operasional cabang. Konsep seperti ini membangun rasa kepemilikan dan kemampuan kepemimpinan dari apoteker Wellings.
“Kontribusi mereka tidak terbatas pada masalah obat-obatan dan konsultasi kesehatan, namun juga ikut bersama-sama membangun bisnis yang berkelanjutan,” ujarnya.
Andy mengungkapkan, apoteker Wellings bukan hanya melayani orang sakit yang mencari obat, tapi menjadi rekan kesehatan untuk pelanggan.
“Sebelum pelanggan membeli obat, apoteker kami akan melakukan pemeriksaan menyeluruh kepada pelanggan, agar obat yan direkomendasikan sesuai dengan kebutuhan pelanggan secara menyeluruh,” jelas dia.
Kesadaran masyarakat usai pandemi, diakui Andy memang meningkat. Kini masyarakat untuk pergi ke apotik bukan saja datang ketika sakit, tetapi sudah mulai sadar untuk menjaga kesehatan.
“Masyarakat kini ke apotik bukan hanya ketika mereka benar-benar sakit, tapi juga mencari vitamin untuk menjaga kesehatan,” bebernya.
Apoteker Wellings, diuangkapkan Andy sudah memenuhi GPP, sebagai apoteker mereka bukan hanya soal bisnis tapi juga tentang profesionalitas sebagai apoteker.
“Semua apoteker Welling sudah terjamin pengetahuan dan profesionalitas, kami memberi mereka pendidikan dan pelatihan agar kualitas apoteker Wellings terus terjaga,” tutur dia.
Ekspansi Apotik Wellings diakui Andy cukup progresif meski Apotik Wellings saat ini baru berusia satu tahun, akan tetapi sudah memiliki 17 outlet yang tersebar di Jakarta. Berdasarkan pengakuan Andy, Apotik Wellings yang ada di Jakarta Selatan terletak antara lain di; Tebet, Gandaria, Rempoa, Veteran. Sementara di wilayah Jakarta Barat dapat ditemukan di Greenville dan Citra Garden. Di Jakarta Utara ada di; PIK, Teluk Gong, Sunter, Kelapa Gading. Lalu di wilayah Jakarta Timur ada di Pondok Kelapa. Sementara di Tangerang berlokasi di Green Lake, PIK 2, Bintaro, Cirendeu. Untuk di wilayah Bekasi dapat ditemukan di Jatiwaringin dan Harapan Indah.
Memenuhi kebutuhan masyakat yang mobile, tak hanya membuka outlet, Apotik Welling juga ada di marketplace. Andy menjelaskan, official stores Apotik Wellings sudah hadir di banyak marketplace kenamaan seperti Tokopedia, Shopee, Halodoc, dan Good Doctor.
“Ini memperluas jangkauan Apotek kami dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan kesehatan-nya. Kami juga memiliki layanan pembelian obat dan konsultasi melalui official Whatsapp center di nomor 0811 1917 0001, dan pembelian melalui Whatsapp ini bebas ongkir dengan jarak maksimal 3 KM dari lokasi store terdekat dan minimum pembelanjaan sebesar Rp100.000,” tutup Andy.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post