Jakarta, Prohealth.id – Positif Covid-19 merupakan pukulan yang berat bagi Dana dan keluarganya. Sebulan bertarung sembuh dari Covid-19, Dana tetap harus berhadapan dengan duka kehilangan ayah dan ibunya akibat Covid-19.
Dana dan kakaknya, Dion, sudah lama merokok. Dana sendiri sudah terbiasa membakar sebatang hingga dua batang rokok per hari sejak kuliah. Harga yang relatif terjangkau buat kantong mahasiswa membuat Dana tak pikir panjang untuk membeli rokok sekalipun dia tahu rokok punya dampak negatif bagi kesehatan.
Kebiasaan ini memang tak dilakukan dalam rumah untuk menjaga kesehatan ibu dan ayahnya yang sudah lanjut usia. Namun sayang, pada masa pandemi, ekspansi virus Covid-19 telah menyusup ke lingkungan tetangga dan ikut masuk dalam rumah Dana. Dalam sekejap, satu keluarga, Dana, Dion, ibu dan ayahnya positif Covid-19.
Memiliki komorbid yang parah dan usia yang sudah lanjut, kedua orang tua Dana pun dibawa ke rumah sakit, sementara Dana dan Dion menjalani perawatan isolasi mandiri di rumah. Keluarga ini harus melalui pemulihan sepanang Juni sampai Juli 2021 bertepatan dengan masa naiknya angka infeksi Covid-19 secara signifikan.
Dikutip dari data Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (KoMPAK), kasus konfirmasi Covid-19 memang tinggi sepanjang bulan tersebut. Bahkan sampai tanggal 17 Agustus 2021 saja, penambahan kasus harian sebanyak 20.741 kasus sehingga jumlah total kasus konfirmasi Covid-19 telah mencapai 3.892.479 kasus, dimana Indonesia menduduki peringkat ke-13 dunia. Seketika, fasilitas dan tenaga kesehatan kolaps. KoMPAK pun menyatukan suara meminta Presiden Joko Widodo untuk segera membuat sebuah platform penanganan pandemi Covid-19 yang terpusat yang dikendalikan langsung oleh Presiden dengan pendanaan APBN yang memprioritaskan kepada masalah kesehatan. Penanganan Pandemi harus dikembalikan kepada tatanan sistem kesehatan.
Saat negara mencoba menjawab kondisi krisis tersebut, ayah Dana pun wafat akibat Covid-19. Kurang dari satu pekan, ibu Dana pun menyusul ayahnya. Ayah dan ibu Dana pun masuk dalam angka kematian harian akibat Covid-19 yang tercatat sebanyak 1.180 orang. Saat itu, total angka kematian akibat Covid-19 sebanyak 120.013 orang.
Dalam duka dan kemarahan, Dana kerap ngomel terhadap penanganan pandemi yang lamban, juga terhadap mereka yang tidak taat protokol kesehatan. Fenomena yang dialami Dana memang menampilkan wajah Indonesia sekalipun mengalami penurunan infeksi, akan tetapi angka kematian masih tinggi. Bahkan Indonesia beberapa kali rekor kasus kematian harian tertinggi di dunia. Begitu pula positivity rate yang saat itu masih sangat tinggi, karena selalu diatas 20 persen, jauh lebih tinggi dari standar WHO 5 persen.
Duka yang sangat mendadak kehilangan kedua orang tua dalam waktu bersamaan menjadi pukulan berat bagi Dana. Dalam sekejap berstatus yatim-piatu membuat Dana lebih rentan melihat masa depan dunia dengan suram.
Dana jelas paham, perokok adalah golongan yang rentan tertular Covid-19. Lantas, apakah setelah sakit Covid-19 Dana memutuskan untuk berhenti merokok?
“Tidak, gue malah makin banyak ngerokok,” ujar Dana jujur karena rokok membantu dia mengurangi stres dan sedih.
AFIRMASI TEMUAN CISDI
Apa yang dialami Dana memang sebuah realita yang tergambar dalam riset. Lara Rizka selaku Project Officer dari Center for Indonesia’s Strategic Development (CISDI) menjelaskan CISDI telah melakukan kajian 10 bulan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap kebiasaan merokok. Survei ini mengukur pola konsumsi 1000 responden dari Desember 2020 sampai Januari 2021 dengan hasil memang ada indikasi perokok tetap mengubah perilakunya.
“Mereka 77 dari responden perokok mengalami kesulitan finansial selama pandemi tetapi dari 77 persen ini mengaku masih tetap merokok caranya dengan mengurangi konsumsi rokok atau beralih ke rokok yang lebih murah,” ujar Lara dalam Dialog Publik Berita KBR awal September 2021 lalu.
Perubahan perilaku ini kata Lara karena adanya pengurangan waktu kerja responden maupun goncangan lain dalam pola kerja responden yang berubah selama pandemi. Temuan CISDI ini diakui Lara bertolak belakang dari harapan peneliti, yang mana melihat pandemi merupakan momen yang tepat untuk berhenti merokok guna menekan penyebaran virus Covid-19.
Manik Marganamahendra, Project Officer Komnas Pengendalian Tembakau mengungkapkan dari hasil temuan CISDI menguatkan bahwa harga rokok dinaikkan secara signifikan untuk mengendalikan konsumsi. Hal ini terlihat ada motif ekonomi yang memicu masyarakat tetap mau merokok meskipun rokok terbukti adiktif dan berdampak negatif pada kesehatan. Oleh karena itu menurut Manik, ini bisa menjadi evaluasi makna menaikkan cukai rokok jika belum mampu mencapai tujuan utama mengendalikan konsumsi rokok.
“Makanya kalau tak ada regulasi mengendalikan harga dan aksesibilitas jangan heran angka perokok anak juga tetap naik,” kata Manik.
UPAYA PENGENDALIAN TARIF DAN ADVOKASI
Berkaca dari temuan itu, Lara menegaskan pentingnya intervensi medis menolong orang adiktif untuk berhenti merokok. Upaya berhenti tidak cukup dari perbaikan lingkungan tetapi juga gerakan dari Menteri Kesehatan untuk mendorong rehabilitasi dan upaya preventif.
Lara menyimpulkan gerakan intervensi medis tak bisa berjalan sendiri, temuan CISDI mengafirmasi pentingnya intervensi ekonomi berupa pengenaan cukai rokok yang lebih tinggi dan hal ini adalah tugas dan tanggung jawab Menteri Keuangan. Intervensi ini bisa memaksa masyarakat untuk mau tak mau berhenti merokok karena harganya terlalu tinggi.
“Upaya selain advokasi dan intervensi cara menurunkan konsumsi kita memang saat ini bisa edukasi agar mereka tak membeli. Kita juga tak bisa minta pedagang untuk jangan jual ketengan, karena pedagang tetap butuh uangnya. Maka perlu perubahan kebijakan, kita pun hanya bisa melakukan edukasinya terus,” kata Lara.
Manik pun menambahkan, salah satu penyebab tingginya komorbid adalah perilaku merokok. Maka dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini Manik menegaskan pentingnya sense of crisis, yang mana melihat pengendalian rokok adalah cara untuk menuntaskan pandemi.
“Oleh karena itu kami melakukan advokasi publik dan juga advokasi kepada pengambil kebijakan,” ujar Manik.
Lara dan Manik sama-sama mengakui upaya edukasi untuk pengendalian rokok adalah jalan panjang. Namun bukan berarti tidak bisa berhasil selama korban rokok seperti Dana, mau terbuka dengan upaya pertolongan agar tak kecanduan. Guna mencegah Dana-Dana lain menjadi korban, penting melibatkan para penyintas rokok dalam upaya-upaya advokasi pengendalian rokok.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina
Discussion about this post