“Ayo sisihkan uang yang kamu bakar, untuk mereka yang sedang berjuang melalui platform Saweria.com,” demikian ajakan Pulih Kembali, gerakan yang diinisiasi koalisi masyarakat untuk meringankan beban para penderita Covid-19. Maklum, pada masa pandemi Covid-19 ada banyak orang yang terdampak secara finansial. Tak heran jika inisiatif saling berbagi secara daring semakin banyak, terutama untuk membantu kelompok marjinal dan penderita Covid-19.
Seperti sejumlah riset kesehatan yang telah rilis, rokok adalah salah satu faktor yang menambah kerentanan infeksi Covid-19. Namun, menurut Komite Nasional Pengendalian Tembakau pada tahun 2020 dalam riset “Perilaku Merokok pada Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia” menunjukkan bahwa 50,2 persen perokok mengaku jumlah batang rokok yang dikonsumsi selama pandemi Covid-19 tidak berubah. Bahkan 15,2 persen mengaku jumlah batang rokok yang dikonsumsi meningkat. Ketika ditelisik, 69,77 persen berasal dari ekonomi dengan penghasilan kurang dari 5 juta rupiah.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) tahun 2021 mengenai “Perubahan Status dan Perilaku Merokok Setelah 10 Bulan Pandemi Covid-19 di Indonesia”, yang menunjukkan tidak banyak terjadi perubahan status merokok setelah 10 bulan pandemi Covid-19 di Indonesia. Selain itu, adanya variasi harga rokok memungkinkan responden beralih ke produk rokok yang lebih murah, alih-alih berhenti merokok. Tak heran jika dalam keluarga termiskin pengeluaran untuk rokok saja masih mendominasi sekitar 6 persen.
Lantas bagaimana kelompok masyarakat bisa melakukan manajemen keuangan masa pandemi? Sementara kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan, bahkan tes juga cukup banyak. Atau, bagaimana seseorang yang masih berkecukupan pendapatannya di masa pandemi bisa tetap saling berbagi atau bersedekah?
“Rezeki ini titipan Tuhan,” ujar Financial Plan Influencer Felicia Putri Tjiasaka dalam Live Youtube Channel CISDI TV. Oleh karena itu, Felicia menilai penting bagi seseorang untuk berbagi rezeki kepada para penderita, apalagi mereka yang kesulitan dalam biaya kesehatan pada masa krisis.
Dalam diskusi ‘Pulih Kembali’, Felicia mengatakan bersedekah di masa pandemi sama wajibnya dengan bersedekah sebelum pandemi. Apalagi, hampir semua agama selalu mengajarkan saling berbagi. Sayangnya, ada banyak kendala dalam manajemen keuangan untuk bersedekah maupun menaikkan kualitas hidup karena banyak masyarakat yang malah menghabiskan uang untuk konsumsi rokok dengan jumlah besar. Jangankan untuk bersedekah, untuk investasi saja tidak bisa.
Tak heran, jika Felicia malah mendukung agar cukai rokok dinaikkan sehingga pengendalian konsumsi rokok bisa berjalan optimal. Dia beralasan, rokok tidak hanya mengganggu keuangan individu tetapi merusak kesehatan publik. Maklum, Felicia kerap kesal terhadap perokok yang tak taat aturan karena mengganggu hak kesehatan udara.
TABUNG UANG BUAT SEDEKAH DAN BELI RUMAH
Prohealth.id pun sempat menemukan sebuah konten unik di media sosial. Dalam video tersebut, seseorang menasehati kawannya yang merokok.
“Bro, daripada loe merokok, mending loe tabung buat beli rumah. Loe itung aja, loe save uang setiap bulan Rp4,5 juta dari konsumsi rokok, loe bisa cicil rumah.”
Kawan si perokok itu pun membalasnya, “Lah, loe sendiri yang gak merokok, emangnya udah punya rumah?”
Konten ini sangat unik, karena milenial yang merokok maupun milenial yang tidak merokok sama-sama tidak memiliki rumah.
Untuk membuktikan hal itu, sebagai seorang perencana keuangan Felicia pun mencoba menghitung ulang. Dia menuturkan, jika anak muda, mulai usia 17 tahun sampai usia 30 tahun tidak merokok dan menabung, maka anak muda itu bisa membeli rumah subsidi. Bahkan, kalau dari usia 21 tahun mengurangi konsumsi rokok, uang bisa dialokasikan untuk beli alat elektronik, mobil, motor, investasi produksi, sedekah alias investasi kebaikan, bahkan beli rumah subsidi.
Founder dari Ternak Uang ini mengaku masyarakat apalagi kelompok anak muda, melalui sisa uang seharusnya bisa melakukan investasi, baik itu investasi kebaikan maupun investasi non aset. Dia menyatakan, seseorang perlu merencanakan hidupnya agar bisa mengalokasikan uang yang tidak jadi dibeli rokok. Dengan begitu, instrumen keuangan yang dipilih pun akan sangat berbeda.
“Jadi gausah mengikuti orang lain. Tentukan dulu tujuan kamu, baru alokasikan sisa uang merokok itu untuk apa? Mau bangun rumah, atau biaya nikah, dan lain sebagainya,” terang Felicia.
Selain itu untuk menghadapi era digital Felicia mengingatkan aset lain yang tak kalah penting yaitu investasi digital. Adapun investasi jenis ini diukur dari rekam jejak dan aktivitas seseorang dalam dunia digital. Investasi ini dihitung dari followers, misalnya.
“Makanya, aku punya resolusi pada 2020 mau bangun aset digital. Ini sudah jadi bahasan di pasar modal. Makanya aku resign, dan belajar jadi content creator,” terangnya.
Felicia mengingatkan, dalam urusan manajemen keuangan, kegagalan maupun kesuksesan kembali kepada komitmen si pengelola dan pemilik uang. Ketika memutuskan berhenti dan tidak merokok, harus ada perencanaan keuangan agar uang yang disimpan dan tidak dipakai membeli rokok itu bisa berkembang biak.
“Jadi belajar agar membuat uang bekerja untuk kita, bukan kita bekerja untuk uang. Termasuk aset lain, misalnya membeli laptop, siapa tahu bisa jadi aset produktif yang menghasilkan uang,” tuturnya.
Dengan begitu, guyonan bahwa mau merokok ataupun tidak merokok sama-sama tidak bisa beli rumah pun tertampik, sebab, membeli rumah dan investasi menurut Felicia bisa dihasilkan dari uang batal beli rokok.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post