Perusahaan rokok tak pernah terang-terangan mempromosikan wujud produknya, karena terbentur regulasi. Sebab itulah perusahaan rokok terus mengutak-atik stratregi kreasi untuk beriklan. Siasat pun terus mengejar tren.
Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Indonesia, Nina Mutmainnah makin intens menyoroti masalah tersebut. Sudah setahun belakangan, ia meneliti strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan rokok. Penelitian itu sudah memasuki tahap penyusunan laporan.
Pagi itu, selama hampir satu jam berbicara melalui sambungan telepon, Nina tak cuma sekadar menjawab pertanyaan. Ia pun memerinci tiap penjelasannya dengan berbagai contoh. Kepada Prohealth.id, ia berbagi penemuan kajiannya terkait lapisan strategi periklanan pun promosi produk rokok. Berikut wawancara penulis Prohealth.id dengan Nina Mutmainnah, pada Rabu, 22 September 2021.
Bagaimana perkembangan iklan rokok di Indonesia?
Kalau saya lihat sebenarnya strategi (iklan, promosi) mereka (industri rokok) yang sekarang hasil pengembangan dari yang dibangun sejak dulu. Mereka membuat iklan atau promosi untuk jangka panjang. Memang, dulu masih terbatas sponsor acara musik, olahraga, kegiatan budaya. Kemudian, iklan masuk dalam kegiatan anak-anak muda, misalnya pentas seni di sekolah atau kampus. Sebenarnya cara beriklan industri rokok itu berusaha menambang data sebesarnya-besarnya terkait anak muda. Bekal itu menjadi strategi jangka panjang untuk memotret lifestyle (gaya hidup). Benang merah promosi (iklan) itu sebenarnya usaha untuk menjadikan rokok sebagai barang normal. Anak muda harus dikenali pakai strategi yang dibangun jangka panjang. Industri rokok berusaha mengenali gaya hidup anak muda, karena memang tidak boleh (menawarkan) wujud barang, itu ada regulasinya. Makanya, mereka tidak pernah (terang-terangan) menjual rokok. Sekarang mereka ada dalam semua aktivitas anak muda. Tahun 2010 sampai 2020 terus berkembang itu. Bisa dikatakan hampir enggak ada kegiatan yang tidak dimasuki (iklan rokok). Di mana ada anak muda, di sana ada potensi untuk menjadi konsumen.
Bagaimana dengan perkembangan platform atau saluran untuk iklan rokok?
Dulu sangat terbatas di media massa televisi, cetak radio. Di televisi outlet (saluran) utama mereka (industri rokok). Kemudian, muncul di billboard (papan iklan) juga stiker, ada yang di minimarket, ruang tunggu studio bioskop. Tapi, sekarang bertambah perkembangan digital yang tumbuh sangat masif sebagai medianya anak muda. Media digital regulasinya masih bebas. Ruang ini sangat luang untuk industri rokok. Sementara itu, old media (media lama) sudah lebih ketat pembatasan untuk mengiklankan rokok. Media digital ini jadi ladang subur yang menguntungkan mereka (industri rokok) sangat bebas dari segi durasi dan eksplorasi kreativitas. Intinya dari dulu mereka main di semua platform. Strategi tetap untuk masuk lini kehidupan (gaya hidup), itu yang dipakai.
Apakah sekarang masalahnya cuma saluran platform digital itu saja?
Begini. Ada yang namanya indirect advertising (iklan tidak langsung), ini banyak dimainkan mereka industri rokok untuk brand stretching (peregangan merek). Industri rokok tidak bilang mereknya, tapi dikaitkan dengan unsurnya, bisa tagline (gambaran produk) yang dilekatkan dengan barang lain. Ini yang ditampilkan dengan gaya khas anak muda. Brand stretching inilah yang banyak dilakukan dalam dunia digital. Misalnya juga melekatkan merek rokok dengan kegiatan tertentu. Bisa juga bikin situs web dikaitkan dengan logo dan warna, sehingga ketika anak muda lihat, ini gue banget.
Apakah iklan rokok sekarang lebih tematik?
Kalau dahulu memang iklan rokok terkait keperkasaan, kejantanan, pokoknya macho. Belakangan sih enggak begitu lagi, tapi juga unsur kehidupan sehari-hari. Misalnya, sikap tolong-menolong, persaudaraan, persahabatan, rasa cinta Tanah Air, itu semua termasuk altruisme. Hal lain juga yang mengandung humor, sehingga lebih mudah lagi untuk disukai. Mereka (industri rokok) juga masuk dalam kegiatan terkait hobi, komunitas pencinta sepeda motor, misalnya. Ada juga terkait cara menghadapi keadaan ekonomi, mereka coba hadir dalam jiwa kewirausahaan. Mereka juga masuk dalam sektor pendidikan, misalnya tawaran audisi untuk mendapat beasiswa. Mereka masuk dalam tema-tema besar, termasuk cinta lingkungan hidup, bikin CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) menanam pohon trembesi di Pantura.
Kalau memberikan beasiswa pendidikan, di mana letaknya promosi rokok?
Memang tidak menargetkan anak-anak muda sebagai sasaran promosi rokok. Tapi, membangun image (citra) positif, rokok sebagai barang normal. Kalau saya bilang, ini politik tanam budi. Ketika pendidikan dibiayai, suatu saat misalnya mahasiswa ini sudah menjadi decision maker (pengambil keputusan), akan lebih ramah terhadap industri rokok. Begitu juga orang tuanya. Saya ada pengalaman sewaktu masih di KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Saya pernah mendapat penolakan dari dalam KPI, waktu itu ketika mengetatkan regulasi terkait iklan atau promosi rokok. Saya baru tahu, ternyata orang yang keras menolak ini anaknya pernah menerima beasiswa dari perusahaan rokok. Jelas targetnya, kalau diuntungkan dari beasiswa itu lebih bersikap positif terhadap perusahaan rokok.
Apakah Anda intens meneliti, kenapa iklan rokok bisa sedemikian terintegrasi?
Saya sekarang sedang penelitian tentang itu (iklan dan promosi rokok), dari tahun 2020 sampai 2021. Ada informan dalam penelitian saya mengatakan, memang beda kalau kliennya industri rokok. Kalau industri rokok itu besar sekali duitnya, tidak ada habis-habisnya. Makanya, mereka bisa punya target jangka panjang terintegrasi di semua platform. Tentu sudah jelas, ini yang membuat agensi menjadikan industri rokok sebagai primadona. Kalau sudah menjadi primadona, bukan hanya agensi, tapi (perusahaan) media juga bisa ikut tertarik. Intinya industri rokok ini akan masuk ke mana pun yang punya potensi memengaruhi banyak pihak. Mereka (industri rokok) akan masuk dalam kelompok profesi yang menjadi pihak berhubungan dengan banyak orang. Tujuannya ya lagi-lagi supaya rokok dianggap sebagai barang normal.
Sebaiknya seperti apa cara menangkal (counter) narasi supaya generasi muda tidak hanyut dalam promosi itu?
Saya rasa yang harus banyak bicara hal ini, lagi-lagi anak muda. Industri rokok sangat paham bermain di psikologis anak muda. Kalau begitu counter narasi yang dilakukan juga dengan pendekatan anak muda yang peduli isu pengendalian tembakau. Media digital juga harus digunakan anak-anak muda untuk pengendalian tembakau, karena industri rokok banyak bermain di sana. Saya senang masih banyak anak muda yang terlibat isu pengendalian tembakau. Sekarang pun isu pengendalian tembakau bukan hanya disuarakan oleh akademisi bidang kesehatan saja. Tapi, juga para akademisi komunikasi. Para sarjana ilmu komunikasi melihat pengendalian tembakau sebagai isu yang penting.
Pewawancara: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post