Jakarta, Prohealth.id – Wakil Menteri Kesehatan, dr. Dante Saksono Harbuwono menjelaskan kelainan hormon tiroid atau Hipotiroid Kongenital (HK) pada bayi lahir berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan serius.
Dia menjelaskan kondisi ini menyebabkan pentingnya penanganan sedini mungkin, mengingat hormon tiroid memiliki peran penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pasalnya, gangguan hormon tiroid dapat menganggu perkembangan dan pertumbuhan terutama pada saraf otak anak. Akibatnya anak tidak akan tumbuh optimal, cenderung pendek dan berat badan kurang. Penemuan kasus dan pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan anak mengalami kecacatan maupun keterbelakangan mental.
“Kalau anak-anak memiliki hormon tiroid normal maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berlangsung dengan baik dan optimal. Tinggi badan dan berat badannya cukup, kecerdasannya juga bagus,” kata Dante dikutip dari siaran pers, Selasa (6/9/2022).
Untuk itu, diperlukan Skrining Hipotiroid Kongenital sesegera mungkin agar pemberian pengobatan pada anak bisa segera diberikan. Pemberian terapi sebelum anak berusia 1 bulan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada saraf otak, sehingga anak dapat tumbuh dengan baik.
Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan 2-3 tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Di Indonesia, pelaksanaan SHK telah dimulai sejak tahun 2003 melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan RSHS Bandung dan RSCM Jakarta untuk melakukan uji skrining hipotiroid kongenital.
Implementasi SHK sampai dengan tahun 2020, terdata lebih dari 4000 fasyankes telah melaksanakan SHK dengan pemeriksaan laboratorium di 4 RS vertikal diantaranya RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito, dan RSUD dr. Soetomo.
Capaian tersebut, dr. Dante masih belum optimal karena belum semua fasyankes di semua Kabupaten/Kota menerapkan pemeriksaan HK.
Oleh karena itu, pemeriksaan kekurangan hormon tiroid bawaan wajib dilakukan kepada semua bayi baru lahir. Langkah ini merupakan implementasi dari transformasi layanan primer yang menekankan pada upaya promotif preventif mengingat sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala, sehingga tidak disadari oleh orang tua. Gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak.
“Mulai hari ini, semua bayi yang lahir di Indonesia harus diperiksa SHK untuk menjaring apabila ada risiko kelainan dalam tumbuh kembang anak,” kata dr. Dante.
Guna meningkatkan cakupan pelayanan maka Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya diantaranya membuat materi edukasi, melakukan sosialisasi, pelatihan, menyiapkan anggaran pelaksanaan skrining, sistem pencatatan dan pelaporan.
Selain itu, Kemenkes tahun ini juga akan menambah 7 laboratorium pemeriksa SHK yaitu RSUP Karyadi Semarang, RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr M Djamil Padang, RSUP M Hoesin Palembang, RSUP Prof Dr IG Ngoerah Denpasar, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Dr R.D Kandouw Manado.
“Sekarang baru ada 4 lab yang bisa melakukan pemeriksaan SHK. Dengan keinginan kita untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh bayi baru lahir, maka kita perlu meningkatkan jumlah laboratorium dari 4 laboratorium menjadi 11 laboratorium,” tuturnya.
Penambahan laboratorium akan dilakukan secara bertahap. Saat ini telah dilakukan koordinasi secara intens dengan rumah sakit terkait. Harapannya dalam waktu dekat bisa segera terealisasi.
Metode SHK
Secara lebih rinci, Skrining Hipotiroid Kongenital alias SHK dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan Kesehatan Ibu dan Anak sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.
Darah diambil sebanyak 2-3 tetes dari tumit bayi kemudian diperiksa di laboratorium. Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya 1 bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif.
“Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu kita tahu kadar tiroidnya rendah langsung kita obati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Dante.
Pada pencanangan yang dilakukan secara nasional ini, dr. Dante turut melakukan dialog interaktif secara virtual dengan tenaga kesehatan di beberapa provinsi. Dia berpesan agar pemeriksaan HK kembali digencarkan, agar anak yang memiliki risiko HK dapat segera ditemukan dan ditangani.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post