Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui WHO Global TB Report tahun 2020 Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban tuberkulosis (sering disebut dengan TBC atau TB) di dunia, dengan perkiraan jumlah penderitanya mencapai 845.000 orang dan angka kematian setara dengan 11 kematian per jam.
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis, penularannya dapat melalui percikan ludah atau dahak yang dikeluarkan ketika penderita TBC batuk atau bersin. Sampai saat ini, TBC masih membutuhkan penanganan serius yang perlu dilakukan bersama guna mengendalikan penyebarannya. Hal ini tentu membawa dampak cukup serius bagi penderita TBC, juga keluarga dan orang di sekitarnya.
Oleh karena itu, para tenaga medis khususnya perawat memiliki peran preventif, kuratif, dan promotif dalam menangani kasus TBC. Untuk penanganannya, perlu dideteksi sejak dini agar bisa segera dilakukan secara akurat. Perawat juga dapat menjadi edukator guna meningkatkan kemampuan kognitif masyarakat, sehingga mereka mampu meningkatkan derajat kesehatannya.
Berangkat dari motivasi tersebut, mahasiswa Spesialis Keperawatan Komunitas Fakutas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), Syamikar Baridwan Syamsir, menciptakan aplikasi berbasis situs dengan nama “Menu STOP TB”. Aplikasi ini dikembangkan sebagai upaya untuk mengendalikan penyebaran TBC di masyarakat melalui upaya pendidikan kesehatan berbasis teknologi, penemuan kasus TBC, pengobatan TBC secara tepat dan cepat, serta mempertahankan pengobatan sampai sembuh.
Fitur yang ada di dalamnya antara lain adalah Edukasi Kesehatan TB, Menu Screening TB, dan Hot Line Konsultasi TB. Aplikasi ini diharapkan dapat menjadi inovasi yang membantu peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia.
Baca Juga: Perda KTR Jadi Solusi Kesehatan Masyarakat Menekan Kasus Covid-19
Aplikasi ini mulai diperkenalkan dan disosialisasikan kepada masyarakat melalui kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas), seperti yang dilakukan oleh Tim Pengmas Departemen Keperawatan Komunitas FIK UI diketuai oleh Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N yang juga merupakan Dekan FIK UI, serta melibatkan beberapa mahasiswa spesialis komunitas dan magister keperawatan, pada pengmas berjudul “Peningkatan Kapasitas Kader melalui Pemanfaatan Teknologi Digital “Aplikasi Menu STOP TB” dalam Meningkatkan Penemuan Kasus Tuberkulosis di Puskesmas Pacar, Kab. Manggarai Barat, NTT”.
Kegiatan ini dilaksanakan pada pertengahan bulan lalu di Aula Puskesmas Pacar bertujuan untuk meningkatkan literasi teknologi dan melatih para kader untuk bisa melakukan pencegahan TBC dengan memanfaatkan teknologi. Selain itu, ada sesi curah pendapat untuk mendengarkan tantangan yang dihadapi oleh kader kesehatan dan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan program TBC di komunitas; edukasi mengenai konsep dasar TB serta pencegahan dan pengobatannya, stigma dan diskriminasi yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan program TB di komunitas; serta pentingnya investigasi kontak pada kasus TB.
Selanjutnya, Tim Pengabdi FIK UI juga mendemonstrasikan penggunaan Aplikasi Web TB berbasis web “Menu STOP TB” untuk membantu dan memudahkan kader dan tokoh masyarakat dalam mengidentifikasi masyarakat terduga TBC. Pemanfaatan teknologi dalam mencegah TB sangat dibutuhkan di era saat ini.
Desa Pacar dipilih sebagai tempat pengabdian karena Puskesmas Pacar merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Manggarai Barat yang sudah memiliki alat pemeriksaan tes cepat molekuler (tcm) yang dijadikan standar pemeriksaan diagnostik TBC.
Baca Juga: Pemberian CSR Dinilai Gadaikan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan ini melibatkan 30 peserta dari berbagai elemen atau tokoh kunci yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pacar, yakni kader kesehatan, tim penggerak PKK, kepala desa, dan tokoh masyarakat. “Para peserta kegiatan pengmas sangat antusias mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh FIK UI.
“Harapannya, kegiatan ini tidak berakhir sampai disini tetapi akan terus berlanjut dan sinergitas antara FIK UI dan Kabupaten Manggarai Barat tetap terjaga. Edukasi dan pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan pemahaman dan keterampilan kader dan tokoh masyarakat secara kognitif dan psikomotor untuk mengoptimalisasi pencegahan penularan TBC dan juga meningkatkan angka penemuan kasus di Desa Pacar,” ujar Agus Setiawan.
Kekuatan leadership
Menteri Kesehatan RI, Budi G.Sadikin menyampaikan pencapaian target pengendalian HIV/AIDS, TBC, dan Malaria akan terus dikejar hingga tahun 2024. Oleh karenanya, target ini hanya dapat tercapai dengan dukungan leadership alias kepemimpinan, dan akuntabilitas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota.
“Leadership dan akuntabilitas pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota adalah kunci keberhasilan Indonesia atasi HIV, TB dan Malaria dalam sistem kesehatan yg terdesentralisasi di tanah air” ungkap Menkes Budi dalam pertemuan Global Fund Replenishment Conference ke 7 di New York, Amerika Serikat pada 18 September 2022 lalu.
Pemerintah menargetkan pada akhir tahun 2024 target 90 persen penemuan, dan 90 persen pengobatan HIV/AIDS tercapai. Demikian juga target 90 persen penemuan kasus, dan 90 persen pengobatan TBC.
Saat ini kasus TBC baru 286 ribu dari 824 ribu kasus yang terdeteksi, sisanya 537 ribu kasus belum terdeteksi. Demikian halnya pada HIV/AIDS. Tahun ini, dari target 97 ribu kasus terdeteksi, baru 13 ribu alias 13 prsen yang ditemukan. Sementara untuk kasus positif malaria dan annual parasite index (API) cenderung meningkat, terutama di wilayah Indonesia Timur. Dari tahun 2020 ke 2021 kasus positif malaria naik 50 ribu kasus.
Baca Juga: Dana Antisipasi Pandemi Rilis, Keterlibatan Masyarakat Sipil Jadi Andalan
Dalam mengejar target eliminasi HIV/AIDS, TB, Malaria, pemerintah dibantu oleh Global Fund sebagai mitra pembangunan kesehatan di Indonesia. sejak 2003 hingga saat ini sebesar US$1,45 miliar atau setara dengan Rp20,89 triliun diberikan kepada Kementerian Kesehatan dan komunitas khususnya untuk program penanggulangan HIV/AIDS, TBC, dan malaria.
Adapun investasi dari The Global Fund untuk Indonesia merupakan yang terbesar ke-2 di Asia setelah India. Besarnya dana sesuai dengan beban penyakit dan tingkat ekonomi. Saat ini Indonesia berada pada posisi middle-level-income country dengan beban penyakit yang masih tinggi.
Oleh karena itu, strategi global untuk mengatasi penyakit TBC, HIV/AIDS dan malaria harus sejalan dengan transformasi layanan primer yang saat ini menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan. Upaya ini dimulai dari aktivitas Pencarian kontak TBC dan upaya pemberian pengobatan pencegahan TBC, skrining penyakit HIV pada populasi beresiko seperti Ibu Hamil, skrining malaria pada daerah endemis malaria. Didukung edukasi kepada masyarakat dengan memperkuat keterlibatan masyarakat dalam wadah posyandu.
Dalam HIV/AIDS, GF membantu meningkatkan layanan HIV, temuan kasus, pengobatan ARV dan rawatan, serta penyuluhan lapangan. Hingga akhir Juni 2022, sebanyak 473.005 ODHIV ditemukan dan 163.562 ODHIV sedang berobat.
Dalam TBC, GF membantu pengadaan obat anti TBC lini pertama dan kedua, obat terapi pencegahan, alat diagnosis mikroskopis dan TCM, sampai akselerasi penemuan kasus TBC dengan skrining di fasyankes pemerintah dan swasta di 80 kabupaten/kota pada 19 provinsi dengan beban kasus TBC tinggi dan jumlah fasyankes swasta yang banyak.
Dalam malaria, GF membantu pemeriksaan rapid test (RDT), skrining Ibu hamil di daerah endemis tinggi, pendirian pos malaria, peningkatan kapasitas SDM, serta distribusi 27 juta kelambu berinsektisida (LLINs) ke daerah endemis malaria.
Dukungan terkini GF adalah membantu Kemenkes dalam membangun kapasitas genome sequencing untuk identifikasi virus dan bakteri yg lebih akurat. Dengan Genome Sequencing maka akan didapatkan cetak biru genetik (genetic blueprint) dari genom, identifikasi mutasi baru, pelacakan asal, serta pencegahan penularan virus dan bakteri.
Kapasitas genome sequencing di tanah air jumlahnya direncanakan akan tersedia 57 mesin di akhir 2022, termasuk yg didukung Global Fund dan tersebar di berbagai provinsi.
“Ke depan, peralatan sekuensing akan digunakan untuk pengembangan layanan di rumah sakit, pengebangan deteksi HIV, deteksi kasus hepatitis acute with unknown etiology dan pada kasus acute kidney failure, dan komorbid lainnya.” tambah Budi.
The Global Fund mengumpulkan dan menginvestasikan uang dalam siklus tiga tahun yang dikenal sebagai replenishment. Pendekatan tiga tahun ini diadopsi pada tahun 2005 untuk memungkinkan pembiayaan yang lebih stabil dan dapat diprediksi bagi negara-negara dan untuk memastikan kelangsungan program yang berkelanjutan.
Selanjutnya: Rokok Elektronik, Ancaman Baru bagi Kesehatan dan Lingkungan
Penulis: Irsyan Hasyim & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post