Medical Executive PT Kalbe Farma Tbk, dr. Martinova Sari Panggabean, AIFO-K, dalam live Instagram @ptkalbefarmatbk, 7 November 2022 lalu menjelaskan, stroke disebabkan oleh gangguan aliran darah atau peredaran darah ke otak, yakni aliran darah yang menyumbat (stroke iskemik) dan pecahnya pembuluh darah. Kondisi tersebut biasanya terjadi pada penderita hipertensi.
“Sementara darah sangat diperlukan untuk membawa nutrisi dan oksigen ke sel-sel otak. Kalau aliran darahnya tersumbat lama, maka tidak dapat suplai oksigen dan nutrisi. Nantinya, berisiko mengalami kematian jaringan atau sel-sel otak dan ini mengakibatkan timbulnya cacat permanen,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa berdasarkan penelitian, stroke paling sering terjadi pada usia di atas 55 tahun, dan risikonya meningkat dua kali lipat. Tetapi, bukan berarti usia di bawah 55 tahun aman dari ancaman stroke, karena penyakit ini bisa terjadi pada semua usia, mulai usia 20-40 tahun.
“Semakin ke sini, trennya mengalami peningkatan jumlah kasus. Sejak tahun 1996, semakin ke sini kayaknya orang-orang muda banyak yang terserang stroke, jadi tidak memandang usia tua ya baru bisa terkena stroke,” tutur dr. Nova.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan risiko stroke dapat dicegah sejak dini dengan melakukan cek kesehatan secara rutin. Menurut Budi, dengan melakukan cek kesehatan secara rutin, seseorang dapat mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh serta memiliki presentase kesembuhan yang lebih besar dengan biaya yang juga jauh lebih murah.
“Skrining kesehatan sangat penting dilakukan untuk memantau faktor resiko penyakit tidak menular seperti jantung, diabetes, stroke, kanker, dan ginjal sejak dini. Dengan kita rutin cek kesehatan, kalau ada penyakit dalam tubuh kita bisa cepat terdeteksi, presentasi sembuhnya lebih besar, biaya yang dikeluarkan juga jauh lebih murah,” ujar Budi dikutip dari siaran resmi Kementerian Kesehatan, Minggu, 30 Oktober 2022.
Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa pemerintah akan menggiatkan pemeriksaan kesehatan kepada masyarakat secara rutin mengingat masih tingginya kasus penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan kematian di Indonesia. Selain itu, Budi juga menghimbau agar masyarakat dapat menerapkan pola hidup sehat dengan melakukan olahraga secara rutin lima hari dalam seminggu.
“Stroke ini bukan hanya diobati di rumah sakit, tapi pencegahannya juga harus disosialisasikan ke masyarakat, salah satunya dengan menggiatkan skrining kesehatan,” tutur Budi.
Ke depan, Kementerian Kesehatan akan melakukan skrining kesehatan secara rutin ke seluruh masyarakat Indonesia yang punya faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, gula dan kolesterol.
“Kemudian melakukan aktivitas fisik juga sangat penting untuk memelihara kesehatan tubuh kita, paling penting harus olahraga minimal 30 menit sehari dan lakukan lima hari dalam seminggu,” ujar Budi.
Pertolongan pertama stroke dengan SeGeRa ke RS
Dokter Spesialis Neurologi, dr. Adrian Ridski Harsono, SP.N mengatakan pentingnya mengatur pola hidup sehat untuk meminimalisir terjadinya resiko stroke pada seseorang. Menurutnya, hal itu dapat dilakukan dengan memakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan harian tubuh yang cukup serta mengurangi kebiasaan merokok atau bahkan sangat disarankan untuk berhenti merokok.
“Menjaga makanan yang kita konsumsi sehari-hari, makanan yang sehat yang memenuhi kebutuhan harian yang cukup untuk menurunkan resiko stroke. Kemudian kebiasaan seperti merokok itu juga kita kurangi bahkan sangat disarankan unutk berhenti merokok karena rokok juga merupakan resiko utama yang dapat menyebabkan terjadinya stroke,” ujar Adrian melalui siaran Live Instagram RSUI, Selasa, 1 November 2022 lalu.
Dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita stroke, dr. Adrian mengatakan terdapat beberapa gejala yang perlu diperhatikan ketika menangani penderita stroke yakni dengan mengingat konsep SeGeRa ke RS, yakni Se memiliki makna jika ada senyum yang mencong atau mulutnya turun sebelah.
Kemudian Ge, jika ada salah satu sisi bagian tubuh yang melemah atau tidak dapat digerakkan.
Lalu Ra, yakni suara atau bicara yang menjadi cadel atau tidak nyambung saat diajak bicara. Menurutnya, jika seseorang memiliki gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke rumah sakit.
Adrian juga mengatakan bahwa penanganan stroke harus segera dibawa ke rumah sakit karena stroke memiliki golden time dari sejak munculnya gejala-gejala stroke sehingga dapat disembuhkan dengan terapi trombolisis. Adapun golden time tersebut terhitung dalam waktu kurang dari 4,5 jam untuk segera dilakukan terapi trombolisis untuk membuka sumbatan yang terjadi.
“Stroke ini punya golden time, jadi ketika pasien ini masih dalam waktu kurang dari 4,5 jam itu bisa kita terapi dengan terapi trombolisis untuk mengencerkan atau menembus sumbatan yang terjadi. Jadi, kalau dia dalam kurang dari 4,5 jam dan segera ke rumah sakit dan memenuhi kriteria pemberian trombolisis, maka dapat segera diterapi untuk membantu menghilangkan sumbatan yang terjadi,” ujar Adrian.
Lebih lanjut, dr. Adrian mengatakan bahwa penderita stroke perlu diawasi karena memiliki resiko terjadinya revolusi, yakni banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh penderita stroke akan terjadi penambahan pada sumbatan atau pendarahan, sehingga akan menimbulkan gejala yang lebih berat bagi penderitanya.
“Pasien stroke perlu kita awasi, karena dalam 5-7 hari terutama untuk pasien yang strokenya sumbatan dan sekitar 10 hari pada pasien yang strokenya pendaharan, itu beresiko untuk berevolusi, jadi tadinya dia gejala awalnya ringan kemudian kita biarkan beraktivitas seperti biasa di rumah sumbatannya atau pendarahannya bertambah banyak, nah itu gejalanya akan semakin memberat. Jadi sebaiknya di bawa ke rs dan dilakukan perawatan untuk pengawasan lebih lanjut ke depannya,” ungkap Adrian.
Meskipun gejala stroke dapat menyerang separuh bagian tubuh menjadi lemah, namun stroke tidak menyebabkan terjadinya epilepsi pada seseorang. Namun, Adrian menyatakan, jika terjadi gejala kejang yang berulang pada penderita stroke perlu diawasi karena dapat berujung terjadinya epilepsi pada penderita stroke tersebut.
“Kalau untuk epilepsi mungkin harus dicari tahu terlebih dahulu bahwa apakah memang kejangnya seseorang tersebut disebabkan karena stroke, atau memang orang tersebut sudah memiliki komorbid kejang atau epilepsi. Kalau epilepsi sendiri apakah menyebabkan stroke? Ada namun tidak banyak kasus yang menyebutkan epilepsi menyebabkan stroke sehingga tidak perlu khawatir. Namun yang perlu diperhatikan adalah apabila stroke dapat menyebabkan timbulnya kejang berulang yang akhirnya bisa menjadi epilepsi,” ujar Adrian.
Di sisi lain, Adrian menjelaskan bahwa penderita stroke ringan pada perempuan harus mengonsumsi obat secara rutin, dan masih memungkinkan bagi perempuan penderita stroke tersebut mengalami kehamilan yakni dengan melakukan konsultasi pada dokter kandungan dan dokter saraf yang menangani strokenya agar terhindar dari resiko-resiko selama kehamilan.
“Untuk penderita stroke ringan pada wanita dan mengonsumsi obat terus-terusan tentu masih dapat hamil. Namun baiknya kita berkonsultasi dengan dokter obgynnya dan dokter sarafnya yang menangani strrokenya sehingga pada saat ingin program hamil, bisa berkonsultasi dengan kedua dokter tersebut sehingga bisa saling kolaborasi untuk mencegah terjadinya resiko-resiko selama kehamilan hingga kelahirannya,” ungkap Adrian.
Perhatikan gejala dan kelengkapan gizi
Gejala stroke muncul secara tiba-tiba, namun faktor risikonya bisa saja sudah lama terjadi. Faktor risiko stroke ada yang tidak akan berubah walaupun telah menjalani pola hidup sehat, seperti usia, jenis kelamin, ras atau etnis, dan faktor genetik. Selain usia di atas 55 tahun, pria juga lebih berisiko terkena stroke dibandingkan perempuan yang belum menopause, setelah menopause keduanya mempunyai risiko sebanding. Ras atau etnis berkulit hitam cenderung lebih berisiko mengalami stroke, serta faktor genetik yaitu adanya riwayat stroke dalam keluarga misalnya ayah, ibu, atau saudara kandung.
Oleh karena itu, dr. Nova dari Kalbe Farma menegaskan gejala stroke yang dialami setiap pasien bisa berbeda. Misalnya, senyum tidak simetris (miring sebelah atau mencong), tersedak, sulit menelan air minum secara tiba-tiba. Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
Bicara pelo alias tiba-tiba tidak dapat bicara/tidak jelas berbicara. Kebas, atau kesemutan separuh tubuh. Rabun atau gangguan penglihatan. Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya, gemetar, sempoyongan, pingsan, atau hilang kesadaran.
“Kalau kita seandainya melihat keluarga, teman, tetangga, atau siapa pun mengalami gejala atau tanda yang mengarah ke stroke, maka harus segera ditangani karena jika stroke semakin cepat ditangani maka semakin tinggi tingkat keberhasilan sembuhnya. Oleh karena itu, segera ke rumah sakit,” papar dr. Nova.
Pasien stroke mengalami kesulitan menelan makanan, hingga mengalami penurunan status gizi. Padahal, nutrisi ini sangat penting untung mengoptimalkan fungsi obat maupun vitamin yang dikonsumsi pasien stroke. Salah satu produk nutrisi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien stroke adalah Peptibren. Peptibren tinggi akan protein yang bisa membantu regenerasi sel-sel otak yang rusak akibat stroke.
Pasien stroke juga diimbau untuk tetap menjaga pola makan, seperti menghindari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh atau kolesterol. Kemudian, mengonsumsi banyak sayuran dan makanan tinggi protein.
Transformasi layanan dari Kemenkes
Kementerian Kesehatan melakukan transformasi layanan kesehatan dengan memperbanyak fasilitas kesehatan yang mampu menangani stroke di seluruh provinsi di Indonesia. Sebagaimana yang dikutip dari siaran resminya, Kementerian Kesehatan menetapkan RSUP Dr. Hasan Sadikin sebagai salah satu rumah sakit pengampu regional layanan prioritas di Provinsi Jawa Barat.
Penetapan RSHS sebagai rumah sakit pengampu regional layanan prioritas dilakukan melalui workshop tindakan pembedahan clipping pada pasien aneurima cerebrovascular dengan melibatkan Tim Pengampu Stroke Nasional dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. Dr. Mahar Mardjono di RSHS pada 26 Oktober 2022 lalu.
Direktur Utama RS PON dr. Mursyid Bustami, SP.S(K), KIC, MARS mengatakan dengan dilakukannya workshop tindakan pembedahan clipping pada pasien aneurisma cerebrovascular yang merupakan bentuk tindakan operasi yang paling tinggi dalam penanganan kasus stroke, diharapkan RSHS dapat menjadi rumah sakit yang menjadi rujukan utama rumah sakit lain di Jawa Barat.
“Operasi yang dilakukan saat hari ini adalah tindakan yang paling tinggi dalam penanganan kasus stroke. RSHS merupakan salah satu rumah sakit vertikal diharapkan menjadi rumah sakit paripurna dan diharapkan dapat mengampu rumah sakit rujukan utama yaitu Al Ihsan dan RSUD Karawang beserta rumah sakit lain di Jawa Barat,” ujar Mursyid.
Plt. Direktur Utama RSHS, dr. Yana Akhmad Supriatna Sp.PD-KP.,MMRS mengatakan, pengadaan workshop tersebut dalam penetapan RSHS sebagai Rumah Sakit Pengampu Regional agar RSHS dapat mencapai stratifikasi layanan strata paripurna. Hal itu juga agar para dokter ahli bedah RSHS dapat merevitalisasi kompetensinya dalam menangani kasus stroke.
“Dengan dilakukannya pengampuan ini, diharapkan agar para dokter ahli bedah saraf RSHS dapat merevitalisasi kembali bagaimana kompetensinya dalam menangani kemampuan kasus pasien Aneurisma Cerebrovaskular. Kedepan, pasien stroke yang terdiagnosa seperti ini tidak usah dirujuk ke luar daerah karena tindakan ini dapat dilakukan di RSHS,” pungkas Yana.
Program pengadaan transformasi layanan kesehatan oleh Kementerian Kesehatan ini diharapkan dapat memberikan penanganan pada penderita stroke secara cepat, sehingga menurunkan angka kematian dan kecacatan akibat stroke.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post