Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Studi Mengungkap Tingginya Peredaran Rokok Ilegal di Enam Kota Besar

by Yulia A.
Tuesday, 27 May 2025
A A
Berhenti Rokok, Negara Bisa Untung Sampai Rp34 Triliun

Jakarta, Prohealth.id – Hasil terbaru dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), sebuah organisasi nirlaba dengan fokus pada bidang kesehatan, mengungkapkan bahwa enam kota besar di Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi rokok ilegal di tahun 2024.

Keenam kota tersebut adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Hasil sampel diambil pada bulan Oktober hingga November 2024, merujuk pada Toolkit on Measuring Illicit Trade in Tobacco Products yang disusun oleh Economics for Health di Johns Hopkins University. CISDI telah mengamati 799 rokok yang beredar. Sebanyak 87,73 persennya adalah rokok ilegal dengan kemasan merek yang tidak terdaftar. Sementara itu, 12,14 persen lainnya adalah rokok kemasan ilegal bermerek.

BacaJuga

ICTOH ke-10 Menyoroti Ragam Taktik Industri Rokok yang Mengecoh

Ruang Aman yang Masih Jauh: Perjuangan Melawan Kekerasan Gender Online

Fariza Zahra Kamilah, salah satu penulis studi tersebut, mengatakan rata-rata prevalensi rokok ilegal di enam kota besar Indonesia mencapai 10,77 persen. Makassar dan Surabaya tercatat sebagai dua kota dengan prevalensi rokok ilegal tertinggi, masing-masing sebesar 21,48 persen dan 20,61 persen.

“Tingginya angka ini kemungkinan disebabkan oleh letak lokasi Surabaya yang berada di Provinsi Jawa Timur, wilayah dengan perkebunan tembakau terbesar dan konsentrasi pabrik rokok tertinggi di Indonesia,” kata Fariza Zahra Kamilah, salah satu peneliti CISDI.

Selain itu, kata dia, Surabaya dan Makassar merupakan kota dengan pelabuhan besar yang menghubungkan Indonesia bagian tengah dan timur, sehingga berpotensi menjadi jalur distribusi rokok ilegal dari Surabaya ke Makassar.

Sementara itu, Bandung menjadi kota ketiga tertinggi prevalensi rokok ilegal dengan persentase 14,82 persen. Disusul oleh Jakarta sebesar 8,25 persen, Medan 4,26 persen, dan Semarang 1,86 persen.

“Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar produk ilegal dipasarkan dengan merek yang tidak terdaftar,” ungkap CISDI.

CISDI menduga merek-merek yang tidak terdaftar ini kemungkinan besar diproduksi oleh produsen skala mikro atau kecil yang tidak mendaftarkan produk secara legal. Di Indonesia, mesin linting menjadi alat untuk memulai usaha rokok skala kecil. Ini relatif mudah karena tidak dibatasi juga oleh undang-undang.

Kenapa rokok ilegal sangat merugikan?

CISDI menilai peredaran rokok ilegal merupakan tantangan bagi upaya pengendalian tembakau di Indonesia karena harga yang relatif lebih murah. “Rokok ilegal cenderung diminati, terutama oleh anak muda dan masyarakat dengan latar belakang sosial ekonomi rendah,” kata Fariza.

Namun, CISDI beranggapan ini akan memperparah persoalan kesehatan masyarakat secara umum dan menghambat upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi merokok.

Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, prevalensi perokok di Indonesia masih tinggi, yaitu 27,3 persen di seluruh kelompok usia.

Temuan CISDI mengungkapkan sebagian besar rokok ilegal tidak mencantumkan peringatan kesehatan bergambar (Pictorial Health Warning/PHW) yang wajib dicantumkan pada kemasan rokok.

Selain merugikan dari sisi kesehatan, CISDI menilai peredaran rokok ilegal juga berpotensi menurunkan pendapatan cukai dan merugikan negara.

Berdasarkan temuan mereka, sebagian besar bungkus rokok ilegal tidak dilengkapi dengan stempel pajak dan pita cukai.

CISDI berharap studi ini berimplikasi bagi perubahan kebijakan di masa depan. Menurut CISDI, pemerintah harus mengambil langkah lebih lanjut untuk mengendalikan rantai pasok rokok.

Pemerintah, kata CISDI, harus memperketat pemantauan dan penegakan hukum, terutama di kota-kota pelabuhan yang berisiko tinggi seperti Surabaya dan Makassar.

“Pelabuhan-pelabuhan besar ini merupakan pintu masuk strategis yang dapat memfasilitasi peredaran rokok ilegal. Demikian pula dengan zona perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) perlu diawasi dengan ketat,” ujarnya.

Pemerintah, kata CISDI, perlu membuat suatu sistem pelacakan dan penelusuran (track and trace) guna memantau pergerakan produk tembakau pada seluruh tahap rantai pasok secara realtime

“Sistem ini akan memungkinkan Kementerian Keuangan untuk mengidentifikasi dan melacak produk rokok ilegal agar tidak mencapai konsumen akhir. Sistem ini juga dapat memastikan bahwa produsen rokok yang sah memenuhi kewajiban perpajakan mereka,” paparnya.

Selanjutnya, CISDI berpendapat pemerintah harus meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau dan Protokol untuk Menghilangkan Perdagangan Gelap Produk Tembakau.

“Ratifikasi ini memiliki urgensi yang tinggi dalam melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan tingkat konsumsi produk tembakau, menyelaraskan kebijakan nasional dengan upaya global dalam mengendalikan epidemi tembakau,” jelasnya.

CISDI juga menilai pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap produsen-produsen kecil rokok. Pengawasan tersebut meliputi pengaturan penjualan hingga kepemilikan mesin pembuat rokok.

“Ini untuk mencegah penyalahgunaan dan meningkatkan deteksi dalam rantai pasok,” kata CISDI.

Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Jasa, Direktorat Jenderal bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, mengaku pihaknya sudah berupaya menekan peredaran rokok ilegal dengan pendekatan preventif dan represif.

Nirwala mengungkapkan upaya preventif tersebut di antaranya melalui kegiatan edukasi/sosialisasi, kegiatan pengawasan kepatuhan industri hasil tembakau, kegaiatan profiling dan analisis risiko. Sementara itu, upaya represif yang dilakukan oleh DJBC di antaranya melalui kegiatan pengawasan laut – darat, penindakan terpadu dan penyidikan.

Dia mengatakan DJBC juga telah memetakan sejumlah wilayah rawan distribusi dan konsumsi rokok ilegal, termasuk kota-kota besar yang menjadi lokasi survei CISDI seperti Surabaya dan Makassar. “Kota-kota ini memiliki pelabuhan besar yang memang berpotensi menjadi jalur masuk barang ilegal, baik melalui pelabuhan resmi maupun jalur tikus,” kata Nirwala kepada Prohealth.id pada Selasa (20/5/2025).

DJBC mengklaim telah melakukan penguatan pengawasan berbasis risiko dengan menggunakan sistem profiling dan data intelligence untuk mendeteksi potensi penyelundupan sejak dini. Selain itu, mereka juga meningkatkan pemeriksaan di pelabuhan besar, baik melalui pemindaian X-ray, penelusuran dokumen logistik, hingga pemeriksaan fisik kontainer secara selektif.

“DJBC juga melakukan operasi patroli laut dan darat, bekerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya seperti Polri, TNI AL, dan Bakamla, khususnya di wilayah-wilayah perbatasan dan pelabuhan tidak resmi,” pungkasnya.

Editor : Fidelis Eka Satriastanti

Bagikan:

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.