Jakarta, Prohealth.id – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan regulasi tentang pembinaan kawasan dilarang merokok. Aturan itu berupa Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021.
Namun menurut Koordinator Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia, Tubagus Haryo Karbyanto masih perlu peningkatan dari sisi regulasi itu. “Seharusnya regulasi bukan hanya seruan, tapi minimal setara Peraturan Gubernur,” katanya dalam seminar daring bertema Diskusi Pro Kontra Memajang Rokok di Etalase Penjualan, pada Selasa, (19/10/2021).
Tubagus menjelaskan, hal itu untuk memaksimalkan penerapan. “UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) bisa mendukung itu secara penuh,” ujarnya. Demikian pula retail yang harus mengikuti perizinan ketika membuka usaha. Hal itu juga terkait agar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bisa nyata melakukan tugasnya.
Menurut Tubagus, Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021 yang dikeluarkan oleh Anies Baswedan bukan hal yang mengejutkan. “Daerah lain sudah punya, bahkan levelnya lebih kuat, setidaknya Peraturan Daerah,” katanya. Dia memerinci daerah kabupaten dan kota itu, yakni Bekasi, Cimahi, Bogor, Depok, Sukabumi, Tasikmalaya, Brebes, Sungai Penuh, Bengkulu Selatan, Pesawaran, Lampung Barat, Mataram, Sumbawa, dan Sumbawa Besar.
Soal memajang rokok di etalase, Tubagus menyoroti regulasi bisa untuk melindungi anak-anak dari paparan iklan dan promosi. Dia menjelaskan, bahwa kemasan rokok pun sebetulnya elemen kecil dari iklan. Produksi kemasan rokok juga dianggap memiliki daya pikat. “Kalau diamati bungkus rokok punya kecenderungan bentuknya sangat unik, desain menarik, warna atraktif,” ucapnya.
Berdasarkan pertimbangan itu, etalase penjualan bukan tempat yang tepat untuk memajang rokok. “Produk tembakau yang notabene adiktif ini harus diperlakukan lebih ketat,” ujarnya. Setidaknya, kata dia, sama seperti minuman keras yang hanya dijual di tempat berlisensi.
Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) setuju jika regulasi terkait rokok untuk membatasi agar tak dikonsumsi oleh anak-anak dan perempuan hamil. Hal itu merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. “Pasal 25 (tentang peredaran), itu sudah kami lakukan untuk di wilayah daerah, kami juga menjadi agen dari pengawasan,” kata Satria Hamid, selaku Wakil Sekretaris Jenderal II HIPPINDO.
Satria juga merujuk Pasal 50 ayat 2 terkait larangan kegiatan menjual, mengiklankan dan mempromosikan produk tembakau tidak berlaku di kawasan tanpa rokok. “Saya memastikan, bahwa anggota kami sudah benar-benar melakukan penjualan bukan di tempat lain (kawasan tanpa rokok). Jadi, sudah in line (sejajar) dengan aturan,” ujarnya.
DIa menjelaskan, dari sisi retail berjualan rokok termasuk upaya penyediaan produk secara lengkap. Dia juga tak menampik jika rokok berkontribusi untuk negara melalui penerimaan cukai. “Produk yang dapat dibeli oleh masyarakat. Produk yang kami jual legal atau sah (dalam) peraturan,” kata Satria.
Menurut dia, sebaiknya regulasi soal rokok ini tidak sampai merugikan industri retail. Sebab, selama pandemi virus corona (Covid-19) sangat berdampak buruk terhadap industri retail. Dia mengatakan, bahwa daya beli konsumen pun juga belum sepenuhnya membaik. “Kami perlu jualan, mudah-mudahan pemerintah bisa bijaksana melihat hal ini,” ujarnya. “Satpol PP mohon dengan amat sangat penindakannya ke toko-toko kami itu lebih terkait pembinaan.”
Soal berjualan rokok, Satria juga menyoroti toko kelontong dan platform daring (online). “Penjualan rokok di marketplace (platform daring) bisa mudah promosi di sana. Pemerintah juga harus melihat ke arah sana (online),” katanya.
Wakil Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta, Sahat Parulian berusaha memahami pro kontra yang ada terkait regulasi soal rokok. “Memang regulasi sudah memadai, tapi implementasi, nah, itu yang perlu sama-sama seperti apa,” ujarnya.
Soal rokok terkait masalah kesehatan tetap menjadi fokus. “Komitmen Jakarta menjadi kota yang warganya sehat. Itu upaya yang kami lakukan harus konsisten juga, tidak hanya melihat dari aspek ekonomi,” katanya.
Penulis: Bram Setiawan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post