Jakarta, Prohealth.id – Aksi “Social Experiment Bahaya Rokok Elektronik: Si Manis yang Mematikan” ini berlangsung selama tiga jam dengan tujuan mengedukasi masyarakat, khususunya anak muda, terkait bahaya rokok elektronik. Demikian yang disampaikan Campaign Manager Social SFA for TC, Sarah Muthiah Widad.
Tema ini dipilih karena menurutnya edukasi terkait bahaya rokok elektronik masih jarang diadakan di Indonesia, baik di media sosial maupun secara langsung. Lewat kampanye ini, mereka juga ingin mematahkan mitos-mitos rokok elektronik yang dianggap bisa jadi alternatif berhenti merokok dan tidak lebih bahaya dari rokok konvensional.
Hal ini didukung dengan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO pada saat konferensi WHO Framework Convention on Tobacco Control tahun 2014, yang menyebutkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk menyatakan rokok elektronik dapat efektif membantu seseorang untuk berhenti merokok.
“Di rokok elektronik atau vape itu nikotinnya bisa diatur sendiri kadarnya, bahkan bisa jauh lebih tinggi mendekati narkoba, itu sih yang kita khawatirkan. Karena baik itu rokok konvensional ataupun rokok elektronik, sebenarnya industri rokok menjual nikotin, itu aja intinya dalam bentuk yang macam-macam,” ujar Sarah.
Sarah berharap, aksi yang dilakukan SFA for TC ini dapat diikuti oleh organisasi pengendalian tembakau lainnya, sehingga edukasi terkait bahaya rokok elektronik semakin riak terdengar di telinga masyarakat.
“Udah banyak banget iklan-iklan/promosi rokok elektronik di media sosial. Nah kita jangan sampai kalah sama mereka. Kita juga harus riak juga alias berisik juga. Ayo kita sama-sama terus menyuarakan bahaya rokok elektronik ini, karena temen-temen muda itu target dari industri rokok,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Koordinator Lapangan, Priska Maya Putri. Oleh karena itu, target utama aksi ini yakni dari usia 10 tahun hingga usia dewasa. Edukasi bagi kalangan anak-anak atau bukan perokok diharapkan sebagai bentuk pencegahan. Sementara bagi kalangan perokok, edukasi bertujuan untuk melihat respons mereka, apakah ingin berhenti atau justru menolak aksi ini.
Priska mengatakan, penggunaan Batman dan Joker sebagai model kampanye bukan tanpa alasan. Lanjutnya, bahwa Joker yang dikenal sosok yang jahat dianalogikan sebagai industri rokok yang menggoda masyarakat untuk mengonsumsi rokok, sedangkan Batman dianalogikan sebagai super hero yang mencoba mengedukasi bahwa semua yang dikatakan Joker itu salah.
“Harapannya orang-orang yang kita edukasi itu, untuk yang belum mencoba harapannya jangan mencoba, baik konvensional maupun elektronik. Sedangkan untuk orang-orang mungkin juga bisa mengedukasi kembali anaknya atau adiknya untuk tidak mencoba produk-produk tembakau atau nikotin,” ujar Priska.
Priska melanjutkan, aksi ini tidak berhenti sampai di sini, SFA for TC akan terus mengedukasi bahaya rokok elektronik lewat media sosial dan akan ada aksi lanjutan dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2022 ini.
Perlu diketahui, berdasarkan artikel yang dirilis Komnas Pengendalian Tembakau, risiko penggunaan vape atau rokok elektronik salah satunya adalah meningkatkan risiko pernapasan dan risiko asma.
Hal itu lah yang dirasakan Ardiyansyah Dwi. Selain sesak napas, responden yang berprofesi sebagai pilot ini mengaku kerap menderita mual, nge-fly, insomnia, dan gejala mirip gerd. Sehingga akhirnya ia memutuskan untuk berhenti mengonsumsi rokok elektronik.
Sementara itu, salah seorang responden lainnya, Mega, mengungkapkan dukungannya terhadap kampanye ini. Ia juga mengaku baru mengetahui kalau rokok elektronik sama bahayanya dengan rokok konvensional.
“(Rokok) elektrik aku baru tau ini kalau bahayanya tuh sama aja (dengan rokok konvensional). Kirain tuh ya gak bahaya. Ya terima kasih sih dari kampanye ini aku jadi tahu kalau baik itu konvensional maupun elektrik itu sama-sama berbahaya,” ujar Mega.
Dukungan yang sama juga disampaikan sejumlah responden lainnya. Mereka berharap tujuan dari aksi ini bisa tercapai dan aksi ini bisa menjangkau lebih banyak anak-anak muda.
Penulis: Yelin Annisa Fadilah & Johan
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post