Jakarta, Prohealth.id – Konsorsium Jurnalisme Aman yang terdiri dari tiga organisasi–Yayasan Tifa, HRWG, dan PPMN–mengecam aksi teror terhadap media Tempo lewat pengiriman paket berisi kepala babi.
Kepala babi tersebut ditujukan kepada jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana (Cica) pada Rabu, 20 Maret 2025. Cica adalah salah satu host siniar “Bocor Alus Politik”. Paket tersebut baru ia buka pada Kamis sore, 20 Maret 2025. Sebelumnya, host “Bocor Alus Politik” lainnya, Hussein Abri Dongoran, juga mengalami intimidasi. Dugaannya terkait dengan pekerjaan jurnalistik yang ia lakukan. Hussein pun sebelumnya mengalami dua kali perusakan kendaraan oleh orang asing, masing-masing terjadi pada Agustus dan September 2024.
Kasus ini menunjukkan pola ancaman yang berulang terhadap jurnalis dan media yang menjalankan tugas jurnalistiknya secara kritis. Terutama terhadap pejabat publik atau tokoh politik tertentu. Ada temuan Indeks Keselamatan Jurnalis oleh Konsorsium Jurnalisme Aman menggandeng mitra riset Populix terhadap 760 jurnalis di Indonesia sepanjang 2024. Hasilnya menunjukkan masih terdapat jurnalis yang mengalami kekerasan di masa transisi pemerintahan.
Bentuk kekerasan tersebut di antaranya; sebanyak 24 persen jurnalis mengalami teror dan intimidasi. Sebanyak 23 persen mengalami ancaman langsung, lalu 26 persen mengalami pelarangan pemberitaan, dan 44 persen mengalami pelarangan liputan.
Teror terhadap Tempo menambah daftar panjang tindakan kekerasan dan ancaman terhadap jurnalis di Indonesia. Situasi ini sejalan dengan kemunduran kebebasan pers di Indonesia. Saat ini Indoesia berada di peringkat 111 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia. Posisi ini turun tiga peringkat dari tahun sebelumnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Tifa Oslan Purba menyatakan, pengiriman paket berisi kepala babi merupakan bentuk teror terhadap kebebasan pers, mencerminkan kecenderungan negara yang otoriter dan anti kritik. Ini sejalan dengan pengesahan RUU TNI hari ini. Koalisi Jurnalisme Aman sangat mengutuk keras tindakan ini dan meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dan menangkap pelakunya.
“Pemerintah, harus menjamin kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di Indonesia,” kata Oslan.
Senada dengan Oslan, Direktur Eksekutif PPMN Fransisca Ria Susanti mengatakan jika terus terjadi pembiaran terhadap ancaman kebebasan pers dan tidak ada upaya dari aparat yang berwenang untuk mengusut pelakunya, maka hal-hal yang lebih buruk bisa terjadi.
“Kita tidak ingin jurnalis, juga masyarakat, hidup dalam ketakutan akan ancaman dan teror hanya karena bersikap kritis terhadap kekuasaan atau punya pandangan berbeda dari pemerintah,” katanya.
Direktur Eksekutif HRWG Daniel Awigra menambahkan, bahwa setiap tindakan ancaman, intimidasi, dan kekerasan terhadap media dan jurnalis adalah pelanggaran serius bagi kebebasan pers. Hal ini juga ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia yang melanggar UU Pers dan UU HAM.
“Apalagi, teror dengan kepala babi adalah serangan yang bersifat kultural di masyarakat Indonesia dan pelakunya wajib dipidana dengan UU Anti Diskriminasi Ras dan Etnis,” kata Daniel.
Konsorsium Jurnalisme Aman menilai, meskipun tidak ditemukan pesan tertulis dalam paket tersebut, simbol kepala babi yang terpotong jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi Tempo dan media lainnya yang selama ini menyuarakan kritik. Secara jelas dalam Pasal 2 Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999.
“Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.”
Menilik situasi di atas, Konsorsium Jurnalisme Aman mendesak agar aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan mengungkap pelaku serta aktor intelektual di balik teror ini.
Pemerintah untuk menjamin perlindungan terhadap jurnalis dan media yang menjalankan tugas jurnalistiknya sesuai dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Terkhusus, Dewan Pers dapat memaksimalkan kewenangannya yang independen untuk terus mengawasi dan mendorong perlindungan kebebasan pers yang substansial.
Seluruh elemen masyarakat untuk terus mendukung kebebasan pers dan menolak segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post