Jakarta, Prohealth.id – Menurut data dari Tracking SDG 7: The Energy Progress Report 2025 hampir 92 persen populasi dunia kini sudah mendapatkan akses dasar untuk pengadaan listrik.
Ini adalah pencapaian yang baik sejak 2022, yang mana sebelumnya lebih dari 666 juta masyarakat dunia masih belum mendapatkan akses pada energi. Hal ini mengindikasikan level saat ini secara universal bisa tercapai pada 2030.
Laporan terbaru ini juga menunjukkan perkembangan target Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goal (SDG). Ada 7 kata kunci yang dalam SDGs mencerminkan energi terbarukan dan cara untuk mengakselerasi akses bagi populasi marjinal, pendapatan rendah, dan di arena yang rentan bencana. Perlu ada pembiayaan yang efektif secara tepat sasaran, terdesentralisasi dengan solusi mumpuni yang tertuju langsung kepada kelompok marjinal wilayah rural.
Solusi desentralisasi juga meningkatkan akses bagi aktivitas penggunaan energi yang lebih bersih. Dengan perkirana 1,5 miliar orang di wilayah rural masih kesulitan untuk memasak dengan energi bersih. Misalnya dengan menggunakan teknolohgi biogas atau fasilitas memasak dengan kompor elektrik. Yang mana menurunkan risiko masalah kesehatan karena polusi dalam rumah tangga.
Lebih dari 670 juta orang yang hidup tanpa listrik. Bahkan lebih dari 2 triliun masyarakat masih belum lepas dari dampak polusi dan risiko kesehatan akibat pembakaran kayu api atapun arang untuk kebutuhan memasak.
Saat ini, lembaga pembiayaan global mengalirkan dana ke negara berkembang untuk mendukung energi bersih. Pembiayaan ini memasuki tahun ketiga dan sudah menyentuh total US$21,6 miliar pada 2023 lalu.
Sayangnya, kesenjangan antar regional masih terlihat dan secara khusus yang membutuhkan adalah di negara miskin dan berkembang. Di wilayah Sahara-Afrika, energi terbarukan berhasil ekspansi. Sayangnya, masih terbatas sampai 40 watt atau terdata dengan kapasitas per kapita rata-rata 1/8 dari rerata di negara berkembang.
Sebanyak 85 persen dari populasi global tanpa akses listrik di wilayah tertentu sementara 4 dari 5 keluarga masih belum mendapatkan akses memasak dengan sehat. Adapun jumlah orang tanpa kemampuan energi bersih untuk memasak terus bertambah dengan rerata 14 juta orang per tahun.
Francesco La Camera, selaku Direktur Jenderal dari International Renewable Energy Agency mengatakan, dari rekam jejak energi terbarukan dapat direfleksikan bahwa dunia saat ini mendorong keterjangkauan dan kapasitas lebih untuk energi bersih menurunkan angka kemiskinan. Namun, saat ini perlu ada program akselerasi yang tepat sasaran. Artinya, untuk menghadapi tantangan perlu ada Pembangunan infrastruktur yang memadai.
“Sekalipun dana global mengalir ke negara-negara berkembang untuk mendukung energi bersih tumbuh sampai US$21,6 triliun, hanya dua benua yang memperlihatkan progress. Utamanya dalam menurunkan gap pada akses dan infrastruktur. Kita perlu penguatan di level global untuk keterjangkauan finansial dan dampak modal yang nyata di negara berkembang,” tegasnya.
Laporan ini menemukan, kurangnya keterjangkauan finansial adalah salah satu kunci utama yang membuat ketimpangan wilayah dan progress yang lambat. Guna mencapai target terhadap akses elektrifikasi dan memasak dengan bersih, laporan ini mendukung kolaborasi internasional antara pemerintah dan swasta. Tujuannya, untuk meningkatkan kapasitas dan daya dukung finansial di wilayah negara berkembang, khususnya di sub-Shara, benua Afrika.
Butuh aksi cepat untuk mereformasi kerja sama multilateral dan bilateral dalam pinjaman dan pembiayaan. Terutama untuk ekspansi dan ketersediaan modal publik/pemerintah, selain itu mobilisasi keuangan dari berbagai sumber. Misalnya; hibah. Ada juga dengan memitigasi risiko pembiayaan, meningkatkan kapasitas donor. Hal ini termasuk perencanaan energi di tingkat nasional yang tepat sasaran dan regulasi yang baik.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post