Jakarta, Prohealth.id – Bagaimana kita dapat memberi makan 10 miliar manusia dengan cara yang sehat dan berkelanjutan untuk keberlangsungan planet kita?
Pertanyaan itu tentu menggelayuti benak kita saat ini. Hal ini membuat aktivis lingkungan juga terus berinovasi dan tak henti untuk melakukan gerakan yang bisa langsung memberi manfaat dari mulai terkecil yaitu diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Salah satunya dengan acara The Planetary Health Diet. Adapun tujuan dari acara The Planetary Health Diet ini adalah untuk memberdayakan individu dan masyarakat umum untuk mengambil kendali atas kesehatan pribadi dan masa depan bumi. Kegiatan ini merupakan ajakan untuk semua orang untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pola makan mereka dan membuat pilihan yang mendukung kesehatan pribadi dan kelestarian lingkungan.
The Planetary Health Diet Forum mengumpulkan para ahli kesehatan dan lingkungan untuk bersama-sama menjawab dan mencari solusi atas persoalan lingkungan yang kini mulai dihadapi manusia seperti polusi, krisis air bersih, hingga pemanasan global.
Praktisi Planetary Health Diet Max Mandias mengungkap diet ini bersifat fleksibel dengan memberikan pedoman dari berbagai jenis makanan berbeda untuk membantu diet yang optimal dengan perspektif kelestarian lingkungan.
“Planetary Health Diet menekankan pada pola makan nabati di mana biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, dan kacang-kacangan serta polong-polongan merupakan sebagian besar yang dikonsumsi,” katanya pada Kamis (8/11/2023) lalu.
Meski berbasis tanaman, Max mengungkap memperkecil daging dan produk susu merupakan bagian penting dari diet ini. Ia menyebut, daging dan produk susu merupakan bagian penting dari pola makan, namun dalam proporsi yang jauh lebih kecil dibandingkan biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan polong-polongan.
“Sejalan dengan gerakan Meatless Monday Indonesia, inisiatif ini mendorong perubahan pola makan sederhana namun berdampak besar dengan mendorong orang memilih makanan tanpa daging dan mengkonsumsi makanan 100 persen yang berbasis nabati setidaknya sekali dalam seminggu,” jelasnya
Beberapa protein nabati yang bisa menjadi pengganti daging, dikatakan Max ada empat kelompok, diantaranya; polong-polongan, kacang-kacangan, biji-bijian, dan produk turunan kacang-kacangan seperti tahu, tempe, dan daging nabati.
“Namun menggunakan tanaman lokal akan lebih ekonomis dan lebih nyaman bagi lidah orang Indonesia,” ujarnya disela dirinya demo memasak bahan berbasis vegan yang praktis dan nikmat.
Max menjelaskan, The Planetary Health Diet sangat baik bagi penderita penyakit kronis dan penyakit lainnya. Co-founder dari Burgreens dan Green Rebel ini juga menyebutkan diet ini diyakini dapat mencegah penyakit kronis dan kematian dini akibat penyakit tidak menular, mengurangi jejak karbon, dan meningkatkan keanekaragaman hayati, sesuai dengan rekomendasi EAT-Lancet.
Max menekankan, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, The Planetary Health Diet menjadi kunci pembangunan berkelanjutan. Max membeberkan selama sepuluh tahun, Burgreens telah melakukan inisiatif ini, dengan menawarkan makanan sehat dan ramah lingkungan yang lezat yang baik untuk tubuh dan bumi.
“Dengan Green Rebel, kita jugsa sudah berkolaborasi dengan brand-brand lokal dan multinasional seperti IKEA, Starbucks, AirAsia, dan Tous Le Jour untuk menyediakan opsi makan nabati di lebih dari 1.000 titik di Indonesia,” paparnya.
Ganti Protein Hewani ke Protein Nabati
Doktor Gizi Kesehatan Masyarakat dan Presiden Indonesia Vegetarian Society dr. Susianto Tseng mengungkap keajaiban tempe yang bisa dijadikan pengganti protein hewani dengan kandungan yang lebih baik ketimbang protein hewani.
“Kalsium yang terkandung pada tempe yang merupakan salah satu makanan nabati lebih tinggi 10 kali lipat jika dibanding daging-dagingan, daging kambing hanya 11 miligram kalsiumnya, daging ayam 14 miligram, daging sapi 11 miligram, sementara tempe itu 129 miligram kalsiumnya, itu artinya kalsium pada tempe sampai 10 kali lipat dari kalsium daging,” jelasnya.
Konsultan Gizi lulusan Gizi Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ini menjelaskan, protein hewani berpotensi menyebabkan memicu pertumbuhan sel kanker, untuk itu Susianto mengajak agar tak takut tubuh kita akan kekurangan gizi karena bervegetarian, malah sebaliknya banyak gizi yang dapat kita ambil dari berbagai jenis tumbuhan. Dari beberapa hasil penelitian didapatkan bahwa 90 persen hingga 97 persen penyakit jantung dapat dihindari dengan pola diet Vegetarian dari data American Medical Association, 40-60 persen penyakit kanker dapat dihindari dengan tidak makan daging menurut American Cancer Society.
Soal Planetary Health Diet, dikatakan dr. Susianto Tseng sudah sesuai dengan anjuran Kemenkes ‘Isi Piringku’ dimana minimal 92 persen isi piring kita harusnya berasal dari sumber nabati.
“Pola makan nabati ini sudah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi resiko jantung dan kardiovaskular, diabetes tipe 2, kanker, dan hipertensi secara signifikan,” tutur ketua pada Yayasan Tempe Internasional (YTI) ini.
Gizi tempe, dikatakan dr.Susianto mengalahkan daging dengan harga yang murah meriah. Ia juga menyatakan bahwa belahan dunia lain saat ini belajar membuat tempe dari Indonesia.
“Tempe adalah hadiah Indonesia untuk dunia karena tempe adalah makanan khas Indonesia, kandungan tempe sudah lengkap untuk tubuh, khasiat salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat,” katanya.
Gaya Hidup Vegetarian
Kepala Kedokteran Gaya Hidup dan Unit Medical Check-Up di Bandung Adventist Hospital Willy Natanael Yonas, BHM, ACSM-CPT menuturkan orang Indonesia masih banyak yang belum menjadikan konsumsi sayur dan buah sebagai gaya hidup. Berdasarkan data Riskesdas 2018, konsumsi sayur dan buah penduduk Indonesia hanya 4,6 persen sementara 95,4 persen tidak mengkonsumsi cukup sayur dan buah. Sementara itu, kecukupan protein nabati harian, dikatakan Willy seharusnya 15 persen kalori dari protein.
“Ini setara dengan 375 Kcal dalam 2500 Kcal dimana 300 kcal harus didapat dari asupan protein nabati,” katanya.
Hal ini, dikatakan Willy sama dengan konsumsi kacang-kacangan dengan kandungan 300 kcal from plant protein 4 tahu 12 potong tempe 12 sendok makan kacang hijau 12 sendok makan kacang merah 75Kcal dari protein hewani.
“Mengonsumsi protein nabati sebenarnya bisa menggantikan protein hewani,” cetusnya.
Risiko beberapa penyakit seperti kanker juga bisa dicegah dengan mengonsumsi mayoritas makanan nabati atau plant base. Risiko kanker payudara misalnya bisa dicegah sebanyak 62 persen dengan cara tidak merokok, menjaga berat badan dan mayoritas mengonsumsi makanan nabati atau yang berbasis tumbuhan.
Sumbangsih untuk Lingkungan
Co-Founder Bumiterra James Joseph membuka tabir kontribusi kerusakan lingkungan, peran besar pertanian yang justru tidak mensukung kelestarian lingkungan.
“Berdasarkan Our World in Data, pertanian berperan besar dalam degradasi lingkungan, tantangan yang selama ini coba diatasi oleh Burgreens dengan menyediakan pilihan makanan nabati yang ramah lingkungan,” katanya.
Indonesia, kata James memiliki beraneka ragam tanaman pangan. Maka dengan memperkenalkan pangan berkelanjutan berarti menguatkan pangan lokal, pangan sehat bernutrisi, memberi keadilan bagi para petani, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan berkontribusi pada penurunan emisi dan perubahan.
“Pertanian menghabiskan setengah dari lahan yang dapat kita tinggali, dan produksi daging dan susu oleh hewan menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca daripada budidaya lainya. Secara total, proses produksi dan distribusi makanan menyumbang 26 persen dari emisi global, dengan peternakan hewan menjadi kontributor utama,” lanjut dia.
Mengubah pola konsumsi, dikatakan James berbeda dengan aspek lain dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari mengubah makanan yang ingin dimakan dan dihidangkan, berarti konsumen memiliki pengaruh yang kuat atas jejak lingkungan pribadi.
“Ketika kita memilih makanan yang diproduksi secara berkelanjutan, kita memilih untuk dunia tempat kita ingin tinggal. Ini adalah tindakan sederhana namun memiliki dampak yang sangat besar,” papar dia.
Menu Berbasis Tumbuhan
Founder Generasi Baru Dapur Indonesia (GBDI) Christine Effendy menjelaskan inisiatif menyediakan makanan yang berbasih tanaman atau plant base sudah mulai bergeliat.
“Inisiatif GBDI menitikberatkan pada penyediaan pangan berkelanjutan oleh pelaku dan industri penyedia makanan,” jelasnya.
Beberapa gerakan progresif, dijelaskan Christine yaitu para ahli memasak (Chef) di restoran, kafe, kantin, catering, bahkan para UMKM industri makanan rumahan.
“Kami mengajak para chef untuk belajar menyajikan makanan berbasis tumbuhan agar bisa disajikan dalam menu makanan di tempat mereka bekerja seperti di restoran, kafe, kantin, catering, bahkan para UMKM industri makanan rumahan.” jelasnya.
GBDI, dikatakan Christine menyadari bahwa sektor penyedia makanan memegang peran penting dalam mempengaruhi konsumsi pangan, tren, dan sistem pangan secara keseluruhan.
“Mereka semua, para penyedia makanan, yang menciptakan tren konsumsi pangan, bergerak bersama GBDI. GBDI percaya, langkah ini sangat bisa dilakukan di Indonesia sekaligus stratejik bagi sistem pangan Indonesia,” ungkap dia.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post