Jakarta, Prohealth.id – Kesehatan reproduksi menjadi salah satu pilar mencapai Indonesia Emas 2045, dan hal ini tidak bisa diabaikan lagi.
Hal ini mengingat pada 2030 Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi, di mana 68,3 persen dari total penduduk Indonesia berusia produktif.
Oleh karena itu, Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. Dr. dr. Silvia Werdhy Lestari, M.Biomed., Sp.And., sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Biologi Kedokteran Fakultas Kedokteran (FK) di Aula IMERI, Kampus UI Salemba pada Rabu (8/11/2023) lalu. Pada kesempatan tersebut, ia menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Inovasi Seleksi Sperma pada Teknologi Reproduksi Berbantu: Pentingnya Kesehatan Reproduksi Pria dalam Rangka Menciptakan Sumber Daya Manusia yang Sehat, Menuju Indonesia Emas 2045”.
Dalam pidatonya Prof. Silvia menyampaikan, salah satu sasaran transformasi sosial dalam mencapai Indonesia Emas 2045 adalah Indonesia Sehat. Ia mengatakan, sehat merupakan kondisi yang menyeluruh, dan tidak hanya sebatas ada tidaknya suatu penyakit, tetapi juga sehat secara fisik, mental, dan sosial, serta berlaku untuk sistem reproduksi dan fungsinya.
Lebih lanjut ia mengatakan, gangguan sistem reproduksi yang menyebabkan infertilitas atau yang didefinisikan sebagai ketidaksanggupan pasangan suami istri (pasutri) untuk memiliki anak selama lebih kurang satu tahun.
Saat ini, telah terjadi peningkatan prevalensi infertilitas secara bermakna, yakni sekitar 70 juta pasutri, dengan 40-70 persen disebabkan oleh faktor laki-laki. Faktor laki-laki pada infertilitas di seluruh dunia paling banyak disebabkan oleh penurunan konsentrasi sperma (oligo atau ektrim oligozoospermia), gangguan motilitas (astenozoospermia), dan morfologi normal sperma (teratozoospermia).
Berbagai algoritma tatalaksana infertilitas laki-laki telah banyak dikembangkan, berupa perbaikan sperma pada gangguan hormonal, pemberian antibiotik, antioksidan, operasi varikokel dan bahkan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) atau Assisted Reproductive Technology (ART). Metode TRB seperti Inseminasi Intrauterin (IIU) serta Fertilisasi in Vitro (FIV), telah terbukti dapat meningkatkan kemungkinan mengatasi infertilitas terkait dengan kualitas sperma. Akan tetapi, tingkat keberhasilan TRB sangat bervariasi.
Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan TRB adalah seleksi sperma atau biasa disebut pula dengan preparasi sperma. Terdapat berbagai tehnik seleksi sperma, seperti swim up (SU) atau density gradient centrifugation (DGC) atau kombinasi, dengan berbagai kecepatan dan periode sentrifugasi. Akan tetapi, prosedur pada seleksi sperma ini juga dapat merusak sperma terkait sentrifugasi dan pemipetan berulang, sehingga hasil akhir metode seleksi sperma terkadang tidak sesuai harapan dan dapat menyebabkan kegagalan TRB. Oleh karena itu, diperlukan adanya inovasi atau temuan aplikasi hasil penelitian baru berupa modifikasi seleksi sperma pada TRB serta perbaikan kualitas sperma terlebih dahulu sebelum dilakukan metode TRB.
Prof. Silvia bersama dengan timnya membuat inovasi berupa modifikasi teknik pada preparasi sperma, yakni kecepatan dan periode atau jangka waktu tertentu pada sentrifugasi yang sesuai dengan kondisi kualitas sperma saat pengeluaran. Hal ini untuk mendapatkan panen sperma yang lebih berkualitas sehingga dapat digunakan pada TRB inseminasi intra uterus (IIU). Oleh karenanya, perlu dilakukan modifikasi teknik pada metode preparasi yang disesuaikan dengan kualitas sampel sperma agar prosedur seleksi pada preparasi sperma tersebut tidak terlalu merusak, terutama pada kondisi sperma yang memang juga sudah abnormal atau bahkan rusak. Selanjutnya, juga memodifikasi metode seleksi kualitas sperma berupa kombinasi antara jumlah sperma motil dengan indeks fragmentasi DNA (IFD), yang bertujuan memperoleh sperma yang optimal untuk digunakan pada tiap jenis program hamil (promil).
“Baik pada promil alami, inseminasi intra uterus (IIU), atau fertilisasi in vitro (FIV) atau bayi tabung. Pada modifikasi metode seleksi kualitas sperma ini, melibatkan parameter sperma berupa jumlah sperma motil, indeks fragmentasi DNA (IFD) sperma, serta kombinasi antara jumlah sperma motil dengan IFD. Telah terbukti dengan modifikasi metode seleksi kualitas sperma ini dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan,” ujar Prof. Silvia.
Selanjutnya, ia dan tim akan tetap melakukan penelitian yang berfokus pada kesehatan reproduksi laki-laki, modifikasi seleksi sperma tingkat seluler atau molekuler, peningkatan perolehan sperma dari testis, peningkatan kualitas embrio dari sisi sperma dan pengembangan sel punca sperma.
“Kesemuanya ini semata-mata untuk menciptakan sumber daya manusia laki-laki yang sehat sehingga siap menyongsong program jangka panjang pemerintah yakni Indonesia Emas 2045,” kata Prof. Silvia.
Jaga komitmen cegah perkawinan anak dan kekerasan seksual
Sementara itu, selain meningkatkan kualitas kesehatan fertilitas laki-laki, kesehatan reproduksi dan jaminan pencegahan kekerasan seksual tidak boleh dilupakan menuju Indonesia Emas 2045.
Terkait isu perkawinan anak, berdasarkan data BPS, Bappenas, UNICEF dan PUSKAPA, 2020, 11,21 persen atau 1 dari 9 anak perempuan usia 20-24 tahun telah menikah sebelum usia 18 tahun. Dari sumber data yang sama, tercatat tiga provinsi dengan persentase pernikahan di bawah 18 tahun paling tinggi adalah di Sulawesi Barat sebesar 19.43 persen, Kalimantan Tengah 19,13 persen, dan Sulawesi Tenggara 18,96 persen.
Sementara untuk isu kekerasan berbasis gender dan seksual, mengutip data CATAHU Komnas Perempuan 2022, selama kurun waktu 10 tahun pencatatan kasus kekerasan terhadap perempuan (2012-2021), tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tertinggi, yakni meningkat 50 persen dibanding tahun 2020, sebanyak 338.496 kasus. Angka ini bahkan lebih tinggi dari angka KBG sebelum masa pandemi di tahun 2019.
Untuk itu, Rutgers Indonesia menggelar acara dialog capaian perubahan program yang mengangkat tema “Sadar, Terlibat, dan Berbuat: Perjalanan orang muda bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dalam mendorong pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), pencegahan Perkawinan Anak dan Kekerasan Seksual pada 13 Kabupaten di 6 Provinsi di Indonesia”. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan merayakan dua tahun pencapaian dari program program yang diimplementasikan Rutgers Indonesia yaitu Right Here Right Now (RHRN2), Power to You(th) (PtY), Generation Gender (Gen-G), dan Explore 4 Action (E4A).
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nunuk Suryani dalam video pidato pembukaan acara menegaskan bahwa satuan pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk belajar, intoleransi kekerasan seksual dan perundungan merupakan hal yang perlu dicegah dan dihapuskan.
Lebih lanjut, Nunuk juga menyampaikan apresiasi kepada Rutgers Indonesia atas berbagai upaya yang telah dilakukan dalam memastikan anak-anak mendapatkan hak-haknya terutama di bidang pendidikan.
Country Representative Rutgers Indonesia, Restu Pratiwi, menyatakan, dari seluruh capaian yang telah diraih dalam dua tahun terakhir ini, Rutgers Indonesia melihat bahwa dukungan Pemerintah, baik di tingkat Nasional maupun Daerah terhadap program yang dijalankan merupakan salah satu unsur penting dari keberhasilan.
“Rutgers Indonesia mengapresiasi para kepala sekolah dan guru yang telah mengambil inisiatif untuk terus mendidik putra putri kita terkait kesehatan seksual dan reproduksi,” jelasnya.
Ada beberapa jenis KBG terhadap perempuan yang menjadi perhatian di tahun 2021, antara lain Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) terhadap perempuan, KBGS terhadap perempuan dengan disabilitas, kekerasan dengan pelaku anggota TNI dan POLRI, serta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Data juga memperlihatkan kenaikan 83 persen kasus KBGS dari tahun 2020 sebanyak 940 kasus menjadi sebanyak 1.721 kasus pada 2021. Penerima laporan KBGS terbanyak adalah di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan WCC (Women Crisis Center) yakni sebanyak 170 kasus, diikuti Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (DP3A) dan P2TP2A alias Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, sebanyak 22 kasus, serta Pengadilan Negeri sebanyak 13 kasus. Kategori KBGS pada pengaduan Komnas Perempuan dan data lembaga layanan didominasi kasus intimidasi secara online (cyber harassment), ancaman penyebaran foto/video pribadi (malicious distribution) dan pemerasan seksual online (sextortion).
Di samping itu, data tahun 2021 juga menunjukkan bahwa Perempuan dengan disabilitas intelektual masih menjadi kelompok dengan jumlah tertinggi yang mengalami kekerasan, yakni sebanyak 22 kasus dan diikuti perempuan dengan disabilitas ganda sebanyak 13 kasus. Data tersebut tidak berbeda dengan tahun 2020, yakni kelompok tertinggi yang dilaporkan mengalami kekerasan adalah golongan perempuan dengan disabilitas intelektual.
Selama lima tahun terakhir data CATAHU mencatat bahwa bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan tidak jauh berbeda, yaitu 36 persen untuk kekerasan psikis dan 33 persen untuk kekerasan seksual, disusul kekerasan fisik sebanyak 18 persen dan terakhir adalah kekerasan ekonomi sebesar 13 persen.
Dalam hal pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang komprehensif, Rutgers Indonesia bersama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dan dengan dukungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, melakukan sebuah penelitian Studi Global pada Remaja Awal (Global Early Adolescent Study atau GEAS) di 3 (tiga) kota yaitu Lampung, Semarang dan Denpasar sejak tahun 2019 yang bertujuan untuk memahami bagaimana sosialisasi gender dan proses sosial lain mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan remaja awal, untuk melihat dampak dari pendidikan kesehatan seksualitas komprehensif SETARA serta untuk memberikan informasi kepada pembuat kebijakan, orang tua, guru, pembuat program, peneliti dan remaja sendiri dalam perencanaan dan pelaksanaan program dan layanan remaja.
Beberapa temuan penting GEAS menunjukkan potensi program Pendidikan Seksualitas Komprehensif Comprehensive Sexual Education (CSE) dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan terkait seksualitas yang sehat pada masa remaja awal. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan pendidikan seksualitas komprehensif berbasis hak dapat berkontribusi secara signifikan dalam mendukung perkembangan remaja yang sehat pada kelompok usia yang lebih muda. Peran guru dalam mengeliminasi tabu juga dinilai sangat penting dalam pembentukan keterampilan interpersonal remaja.
Rekomendasi yang dihasilkan GEAS antara lain mendorong adanya dukungan kebijakan dan kemitraan strategis dengan pemerintah, baik di tingkat nasional maupun daerah, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk memasukkan materi pendidikan seksualitas komprehensif ke dalam kurikulum wajib di sekolah. Hasil GEAS ini diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi para pemangku kepentingan dan pihak terkait dalam menentukan langkah dan kebijakan yang tepat sasaran sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja berbasis hak di Indonesia.
GEAS merupakan perwujudan dari salah satu empat pilar Rutgers Indonesia yakni penelitian dan merupakan program Explore4Action atau E4A.
Sejak 2021, Rutgers Indonesia mengimplementasikan tiga program utama yaitu Right Here Right Now (RHRN2), Power to Youth (PtY), dan Generation Gender (Gen-G) dengan periode kerja mulai dari tahun 2021 dan akan berakhir pada tahun 2025. Fokus kerja dari ketiga program tersebut antara lain melakukan upaya untuk memperkuat orang muda, pemangku kepentingan termasuk pembuat kebijakan, dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), untuk mencapai cita-cita mendorong pemenuhan HKSR dan kehidupan yang lebih adil gender dan inklusif.
Adapun strategi utama ketiga program ini antara lain meliputi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Luar Biasa (SLB), memperkuat/pemberdayaan orang muda, literasi hak-hak terutama hak perempuan, anak, dan kesehatan seksual dan reproduksi, kampanye untuk meningkatkan dukungan pada perubahan, serta mendorong advokasi kebijakan mulai dari unit desa hingga tingkat nasional.
Penulis: Gloria FK Lawi & Dewanto Samodro
Discussion about this post