Anak dengan tuberkulosis (TBC) masih terabaikan dalam upaya global memberantas penyakit ini. Menurut laporan dari Médecins Sans Frontières (MSF), banyak negara masih lambat menyelaraskan kebijakan nasional mereka dengan pedoman terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Laporan MSF bertajuk “TACTIC: Test, Avoid, Cure TB in Children” yang rilis Oktober 2024 ini meninjau pedoman kebijakan tuberkulosis pediatrik di 14 negara di Asia dan Afrika. MSF mendesak semua negara untuk memperbarui pedoman nasional agar selaras dengan rekomendasi WHO dalam perawatan TBC pada anak. MSF juga mendorong negara-negara untuk mengalokasikan sumber daya, menyusun rencana jelas dengan urutan waktu pelaksanaan kebijakan, memperluas akses terhadap pencegahan, diagnosis, dan pengobatan TBC pada anak.
Dalam laporan itu, MSF meminta lembaga donor internasional dan pendukung teknis menyediakan dana yang memadai. Tujuannya untuk mendukung reformasi dan implementasi kebijakan TBC pada anak.
Penasihat Diagnostik di MSF Access Campaign Stijn Deborggraeve mengatakan,TBC bisa sembuh termasuk pada anak. “WHO telah memperbarui kebijakan untuk membantu negara-negara memberikan perawatan terbaik bagi anak dengan TB, salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia,” ujarnya.
Hanya satu negara yang selaras dengan pedoman WHO dari 14 indikator kebijakan dalam laporan MSF. Tujuh negara lainnya memiliki keselarasan lebih dari 80 persen sementara empat negara masih di bawah 50 persen. Kesenjangan terbesar terletak pada kebijakan diagnosis TB anak. Misalnya, hanya 5 dari 14 negara yang sudah menyesuaikan pedoman untuk memulai pengobatan TBC pada anak. Itu pun jika gejala mengindikasikan penyakit tersebut meskipun hasil tes bakteriologis negatif. Dari 5 negara tersebut, hanya 4 yang memiliki sumber daya memadai untuk menerapkan pedoman secara efektif.
WHO memperkirakan sekitar 1,25 juta anak dan remaja (0-14 tahun) menderita TBC setiap tahun . Namun hanya setengahnya yang berhasil terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan.
WHO lalu merevisi panduannya pada 2022 terkait penanganan TBC pada anak dan remaja dengan beberapa rekomendasi utama berdasarkan bukti ilmiah terbaru. Salah satunya adalah penggunaan algoritma pengambilan keputusan yang memudahkan diagnosis hanya berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium.
Di samping menawarkan rejimen oral jangka pendek untuk mengobati dan mencegah TBC pada anak-anak. Jika rekomendasi ini berjalan dengan baik, diagnosis dan kualitas perawatan bagi anak dengan TB akan meningkat secara signifikan.
Petugas Klinis MSF di Makeni Sierra Leone Joseph Sesey menuturkan sejak mulai menerapkan rekomendasi WHO untuk anak-anak di Distrik Bombali, pihaknya makin sering menemukan dan menangani anak-anak dengan TBC. Ia menjelaskan rekomendasi baru ini membantu kami mencegah salah diagnosis pada anak. Dulu dokter ragu memulai pengobatan TBC tanpa hasil tes positif tetapi sekarang mereka lebih yakin mendiagnosis TBC hanya berdasarkan gejala klinis dengan mengikuti rekomendasi WHO.
“Saya melihat penurunan signifikan dalam angka kematian anak dengan TBC di banyak pusat layanan kesehatan,” lanjutnya.
Upaya ini tidak hanya pada reformasi kebijakan. WHO saat ini merekomendasikan rangkaian rejimen oral baru yang lebih pendek untuk pengobatan TBC yang rentan terhadap obat dan TBC yang resisten terhadap obat pada anak. Namun peluncurannya di berbagai negara masih berjalan lambat. Obat TBC yang baru dan ramah anak tersedia untuk yang rentan terhadap obat dan yang resisten terhadap obat namun tidak selalu dapat diakses di semua negara.
Situasi ini mengakibatkan anak-anak dengan TBC terpaksa mengonsumsi obat yang dihaluskan. Rasanya pahit tetapi tanpa dosis yang sesuai dengan berat badan mereka. Ini membuat mereka berisiko tinggi mengalami efek samping, dan kegagalan pengobatan.
Kepala Kelompok Kerja TB Cathy Hewison menambahkan, pengabaian ini harus berakhir. Ia juga menyerukan kepada pemerintah, donor, dan organisasi kesehatan global untuk memastikan tidak ada anak yang meninggal atau menderita penyakit. Selama bisa melalui upaya preventif seperti TBC.
“Alat dan pengobatan yang kita miliki harus menjangkau anak-anak yang paling membutuhkannya sekarang juga,” tutupnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post