Jakarta, Prohealth.id – Unjuk rasa dari Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Zat Adiktif merupakan respon terhadap pengesahan UU Kesehatan yang telah ditetapkan dalam Sidang Paripurna DPR-RI, Selasa, 11 Juli 2023.
Koalisi menilai terjadi ironi dalam pengesahan aturan perundang-undangan yang menggunakan konsep undang-undang omnibus law. Sebab hingga palu diketuk, pasal-pasal dilematis dalam RUU Kesehatan masih belum menemukan titik terang dan pasal-pasal yang berpihak pada kesehatan masyarakat seakan tenggelam, terutama pada pasal pengendalian zat adiktif.
Melihat abainya Presiden Joko Widodo dan beberapa fraksi pendukung pemerintah di DPR terhadap partisipasi publik, maka organisasi masyarakat sipil menyuarakan langsung rasa duka kami terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Kesehatan. Aksi ini dihadiri sekitar 30 orang dengan tema “Payung Duka Indonesia”.
Dalam aksi tersebut, para relawan mengenakan pakaian serba hitam dan juga membawa payung hitam tanda berduka yang bertuliskan “Duka Indonesia, RUU Kesehatan yang Mematikan”, serta perlengkapan simbolik foto dan nisan bertuliskan RIP Kesehatan Indonesia.
Lewat aksi ini, Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau ingin mengekspresikan duka yang mendalam untuk menunjukkan betapa Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah menciderai upaya perlindungan kesehatan publik termasuk perlindungan masyarakat dari zat adiktif melalui keputusan pengesahan UU Kesehatan.
Menurut Manik Marganamahendra mewakili Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), secara materiil, UU Kesehatan omnibus law ini telah mengabaikan masalah konsumsi rokok dengan tidak tegas meregulasi dan membatasi konsumsi produk mengandung zat adiktif.
“Kami menyoroti salah satu rumusan pengaturan yang mencantumkan frasa “wajib menyediakan ruang khusus merokok” dalam pasal Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai sebuah kemunduran yang fatal,” jelas Manik, Jumat (14/7/2023).
Menurutnya, ketika Pemerintah ‘pukul rata’ mewajibkan seluruh fasiitas termasuk fasilitas publik untuk menyediakan ruangan untuk merokok, sama saja pemerintah telah membuka ruang pembunuhan massal yang bahkan diwajibkan. Kondisi ini jelas membuat UU Kesehatan bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan udara bersih serta sehat.
Pengabaian lain yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin adalah dengan tidak disertakannya pengaturan tentang Iklan, Promosi, dan Sponsorship (IPS) Rokok dalam UU Kesehatan. Padahal, berbagai kajian ilmiah telah membuktikan bagaimana IPS Rokok yang begitu masif saat ini telah mendorong anak-anak Indonesia merokok sehingga menghambat upaya kesehatan dan pengembangan sumber daya manusia.
Terkait ini pun, Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau telah memberikan masukan secara resmi baik secara langsung dalam pertemuan-pertemuan rapat dengar pendapat maupun secara tertulis, tapi tidak menjadi pertimbangan oleh para penyusun regulasi UU Kesehatan, yang artinya UU ini ‘tuli’ pada masukan masyarakat.
Asal tahu saja, jumlah perokok di Indonesia terus meningkat tanpa ada perubahan signifikan dari sisi kebijakan untuk mengeremnya. Sementara dalam Riskesdas (2018), perokok anak telah mencapai 9,1 persen dan perokok pemula naik 240 persen selama satu dekade terakhir.
Nina Samidi mewakili Komnas Pengendalian Tembakau menegaskan, klaim jaminan kesehatan terus naik dan data menunjukkan klaim terbesar terjadi pada penanganan penyakit-penyakit dengan faktor risiko merokok. Ditambah lagi, kerugian kesehatan lainnya tak kunjung terselesaikan, mulai dari masalah stunting sampai tingginya kecanduan nikotin yang merusak otak remaja yang mengancam bonus demografi.
Ia melihat urgensi perlindungan rakyat Indonesia dari bahaya rokok serta eksternalitas negatif yang begitu besar akibat perilaku merokok, terutama dari sisi kesehatan dengan meningkatnya kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) mematikan dengan faktor risiko utama merokok serta terancamnya SDM generasi muda yang teradiksi nikotin.
“Maka seharusnya masalah ini menjadi salah satu perhatian utama dalam penyusunan UU Kesehatan yang baru dengan memperkuat kebijakan-kebijakan terkait konsumsi rokok dan bukan malah mengkerdilkannya,” tandas Nina.
Untuk itulah, Koalisi Perlindungan Masyarakat dari Produk Zat Adiktif Tembakau menyatakan duka yang mendalam terhadap kelahiran UU Kesehatan yang baru yang justru mengancam kesehatan masyarakat Indonesia di masa depan. UU ini dianggap sangat jauh dari keinginan masyarakat yang tadinya punya harapan besar mendapatkan perlindungan kesehatan yang lebih baik melalui UU ini namun harus dikecewakan (lagi) oleh Pemerintah. Sudah tidak didengar masukannya, dikecewakan pula dengan hasil RUU Kesehatan.
Discussion about this post