Jakarta, Prohealth.id – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan mendorong pemerintah untuk memberikan vaksin Janssen kepada kelompok adat karena hanya satu kali suntik dan menguntungkan masyarakat juga pemerintah.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan pun meminta Kementerian Kesehatan mengalokasikan Vaksin Janssen untuk masyarakat adat dan kelompok rentan. Vaksin ini diharapkan dialokasikan khusus bagi masyarakat di luar Jawa, penyandang disabilitas, atau kelompok rentan lainnya.
Menurut Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, penggunaan vaksin sekali suntik dari Johnson & Johnson ini, khususnya di luar Jawa, akan membuat vaksinasi lebih efisien karena tak perlu dua kali penyelenggaraan vaksinasi. “Efisiensi ini bermanfaat bagi pemerintah dan penerima vaksin,” kata Hamid.
Dengan begitu, pemerintah dan penerima vaksin sama-sama diuntungkan karena kerja pemerintah makin ringan. Penerima vaksin hanya perlu sekali menempuh jarak jauh buat divaksin. KIPI juga kemungkinan hanya terjadi sekali saja. Dari pengalaman Koalisi, menggelar vaksinasi di luar Jawa bukan hal mudah. Faktor jarak, kondisi jalan, hingga sarana transportasi bisa menyurutkan minat warga. Guna mewujudkan hal itu, koalisi sudah bekerja membantu pemerintah melakukan vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan di lebih dari 30 kabupaten atau kota di sembilan provinsi.
Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi, Vaksin Johnson & Johnson ini lebih cocok digunakan di daerah yang warganya tinggal jauh dari kota seperti masyarakat adat, di mana akses angkutan kendaraan minim. Misalnya di Meratus, Kalimantan Selatan, orang harus berjalan kaki dua hari demi menempuh jarak ke tempat vaksin. “Jika mereka hanya perlu sekali vaksin, akan sangat membantu,” kata Rukka.
Contoh lain adalah di Jambi. Warga di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo harus menempuh perjalanan 4 jam hanya untuk ke pusat kota kecamatan. Belum lagi jika cuaca sedang turun hujan, maka jalanan berubah jadi lumpur yang susah dilewati. Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, banyak warga yang sudah susah payah menuju lokasi vaksinasi, gagal divaksin karena mabuk akibat perjalanan jauh dengan mobil bak terbuka.
Buyung Ridwan Tanjung, co-founder Organisasi Harapan Nusantara (OHANA) menjelaskan agar kelompok lain yang tidak boleh terlupakan adalah kelompok disabilitas. Berdasarkan pengalaman vaksinasi bagi kalangan disabilitas di Bantul, Yogyakarta, pada Agustus lalu, butuh persiapan ekstra panjang, tempat khusus, juru bahasa isyarat, dan tenaga pendamping tambahan. “Butuh koordinasi banyak pihak untuk menggelar vaksinasi kalangan disabilitas,” katanya.
Dia menegaskan penyelenggara vaksinasi harus melakukan edukasi agar penyandang disabilitas mau divaksin. Lokasi vaksinasi juga tak bisa asal pilih, harus ramah bagi pengguna kursi roda, kruk, atau alat bantu lainnya. Belum lagi, tak semua penyandang disabilitas memiliki kendaraan yang bisa digunakan untuk menuju lokasi vaksinasi. Maka, penyelenggara harus menyediakan kendaraan khusus untuk antar jemput penerima vaksin.
Saat di lokasi vaksin, penyelenggara juga harus menyediakan tenaga penerjemah bahasa isyarat, agar penyandang disabilitas rungu bisa berkomunikasi dengan tenaga Kesehatan. Selain itu, ada tambahan pemeriksaan, karena banyak penyandang disabilitas yang kurang memahami kondisi badannya sendiri.
Jika vaksinasi digelar secara jemput bola ke rumah-rumah penerima vaksin, vaksinnya juga belum tentu bisa tahan lama. Pemerintah daerah juga kemungkinan sulit menggelar vaksinasi bagi kalangan disabilitas karena butuh bantuan dari banyak warga sipil.
Jika pemerintah mengalokasikan vaksin dari Johnson & Johnson ini untuk masyarakat adat di pedalaman, kalangan disabilitas atau kelompok rentan, maka beban kerja vaksinasi akan lebih ringan. Baik penyelenggara vaksinasi dan penerima vaksin akan menghemat waktu, tenaga, dan biaya separuhnya jika dibandingkan dengan vaksin lain. “Maka, kalau vaksinasi bisa hanya sekali suntik saja, itu luar biasa,” kata Hamid.
Dengan penggunaan vaksin sekali suntik, maka penerima vaksin juga hanya sekali menanggung efek vaksin atau biasa disebut dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Menurut penelitian BPOM, vaksin dari Johnson & Johnson ini memiliki efek dalam skala ringan hingga sedang. Efek yang biasa terjadi antara lain nyeri, kemerahan, hingga pembengkakan. Sedangkan KIPI sistemik yang umum terjadi adalah sakit kepala, merasa lelah, demam, nyeri otot, mengantuk, mual, muntah, hingga diare.
Jika mereka hanya sekali menanggung KIPI, tentu akan meringankan. Mengingat masyarakat adat atau warga di pedalaman tinggal jauh dari layanan kesehatan. Kalangan disabilitas juga akan terbantu, sebab mereka tak bisa leluasa bolak-balik periksa kesehatan jika menanggung KIPI.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan meminta pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar melakukan beberapa hal.
Pertama, mengalokasikan vaksin Janssen dari Johnson & Johnson bagi masyarakat adat dan kelompok rentan. Agar vaksinasi lebih efisien dan menguntungkan pemerintah serta penerima vaksin.
Kedua, pemerintah harus memberikan edukasi yang menyeluruh tentang Vaksin Janssen agar jika terjadi KIPI, tak berubah menjadi hoaks yang menjadi menakuti masyarakat.
Ketiga, melibatkan tokoh adat, organisasi penyandang disabilitas dan organisasi masyarakat sipil, untuk mengedukasi terkait KIPI pada Vaksin Janssen.
Keempat, memberi pendampingan lebih intens bagi masyarakat adat dan kelompok rentan agar jika terjadi KIPI bisa segera menindaklanjuti dan tidak berkembang menjadi hoaks.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post