Merauke, Prohealth.id – Antrean sudah mengular, saat Norman (30), seorang awak kapal tiba di Klinik Pratama Polres Merauke. Dia bersama temannya rela antre, sebelum dipersilahkan masuk ke dalam ruangan untuk divaksin.
Kepada Prohealth.id, Norman mengaku harus divaksin agar mendapatkan sertifikat vaksin. Tanpa surat tersebut, dia tidak diperbolehkan melanjutkan pekerjaannya dan tidak diizinkan berlayar.
“Contohnya, kemarin saya ikut kapal dan disuruh vaksin lengkap. Jika tidak punya sertifikat tidak bisa kembali kerja ke kapal,” ungkap Norman, pemuda asal Makassar.
Jika telah mendapatkan vaksinasi lengkap, Norman akan melanjutkan pelayaran menuju Senggo, sebuah wilayah yang terletak di Distrik Citak Mitak, Kabupaten Mappi, Papua. Jaraknya cukup jauh dari Merauke.
“Saya ingin berangkat ke Senggo, pedalaman Papua. Jika tidak ada sertifikat tidak bisa berangkat,” ujarnya.
Pagi itu, Selasa (14/12/2021), Norman sengaja mendatangi klinik Polres yang terletak di Jalan Trikora No. 25 Kabupaten Merauke untuk mengikuti vaksinasi tahap kedua. Seharusnya vaksinasi dilakukan sebulan sebelumnya, namun ia terlambat, karena sudah keburu berlayar.
“Saya kemarin vaksin pertama di Sulawesi. Dosis kedua saya sudah lewat tanggalnya. Sampai disini, terus langsung vaksin, karena disini buka setiap hari,” ungkapnya.
Berbeda dengan Norman, Timotius Warba (16) juga mendatangi klinik Polres Merauke. Tujuannya, agar ia bisa bersua dengan kedua orang tuanya di kampung Kimam, Distrik Ilwayab, Merauke, di momen Natal 2021.
“Saya mau Natalan di kampung. Ntar balik lagi ke sini,” jelasnya.
Menurutnya, ini merupakan vaksin tahap pertama, karenanya dia sangat was-was. Banyaknya informasi hoaks turut membebani pikirannya. Meski sempat ragu, Timotius akhirnya merelakan lengan kirinya disuntik. Sekejap berlalu, rasa takutnya hilang dan menyisakan rasa pegal.
“Saya pasrah pas divaksin. Sebelumnya gak ikut vaksin massal karena belum berani. Juga karena dampak media sosial,” ujarnya.
Norman menambahkan, “Ketika sudah banyak yang vaksin, maka kita bilang, di vaksin tidak apa-apa. Akhirnya kita juga ikut.”
Usai menjalani vaksinasi, Timotius berencana memberitahukan teman-temanya, sekaligus mengajak mereka agar tidak perlu khawatir soal vaksin. Semua itu demi kebaikan bersama.
“Saya ada rencana ajak teman-teman. Saya akan bilang, kalo kita vaksin tidak apa-apa. Tidak masalah,” katanya.
Sebelum divaksin, Timotius sempat membeli tiket. Disana ia ditolak, dan disarankan segera divaksin karena aturan menyaratkan demikian. “Pernah nyoba naik kapal pas belum vaksin. Terus disuruh pulang. Petugas tiket bilang, dong harus vaksin dulu, baru bisa beli tiket,” ujarnya.
“Setelah ada surat vaksin baru bisa dilayani untuk naik ke kapal.”
VAKSINASI DI KLINIK POLRES
Kasie Dokkes Polres Merauke Rahmadani menjelaskan, kegiatan vaksinasi di Klinik Pratama Polres Merauke telah dilakukan sejak bulan Agustus 2021. Saat itu, mereka kedatangan relawan yang dibiayai oleh Mabes Polri, khusus untuk kegiatan vaksinasi. Jumlahnya 36 orang.
“Saat itu, kami membentuk 8 tim. Tujuh tim yang mobile keluar dan 1 tim statis di klinik Polres Merauke,” ujarnya.
Setelah kontrak relawan usai di bulan September, pelayanan vaksinasi tetap berjalan.”Waktu itu sempat Senin sampai Jumat saja dan Sabtu – Minggu tidak. Cuma kemarin diperintahkan tiap hari untuk pelayanan vaksinasi. Jadinya kita buka setiap hari,” terang Rahmadani.
Hingga 13 Desember 2021, sebanyak 20 ribu lebih dosis vaksin tahap pertama telah disalurkan dan untuk dosis kedua sebanyak 10 ribu lebih. Artinya, sudah lebih dari 30 ribu orang datang ke klinik Polres untuk di vaksin.
“Jenis vaksin yang digunakan Sinovac. Moderna hanya untuk kalangan nakes sebagai booster vaksin ketiga,” ungkapnya.
Menurut Rahmadani, metode yang digunakan untuk menyukseskan vaksinasi melalui pelibatan babinkamtibmas dan anggota polres. Mereka yang akan mengajak masyarakat untuk divaksin. “Jadi itu metode pertama, selain pelibatan tim medis yang ada disini,” ujarnya.
Kedua, memberikan bantuan sembako. “Mungkin pernah dengar waktu Agustus – September, kita menggalakkan vaksin menggunakan sembako. Diberikan beras, telur bahkan yang sudah vaksin dikasih duit Rp50 ribu,” jelas Rahmadani.
Kendati demikian, tantangan yang dihadapi tetap ada. Di benak masyarakat kerap tertanam bahwa mereka mengidap penyakit tertentu. “Saya tidak bisa divaksin, lalu kita jelaskan berulang-ulang. Jika tidak bisa, ujung-ujungnya merujuk ke dokter spesialis,” ucapnya.
Selain itu, banyak juga yang datang hanya untuk mendapatkan surat keterangan tidak bisa divaksin. Padahal jika dilihat dari aspek medisnya, orang tersebut layak mendapatkan vaksinasi.
“Cuma memang dari pribadinya sendiri yang menganggap, bahwa ini bahaya, sehingga dia gak mau divaksin.”
Rahmadani menegaskan, sebelum vaksin, warga terlebih dahulu melewati pemeriksaan tekanan darah dan suhu. Jadi suhunya diatas 37.5 derajat C, vaksinasi akan ditunda. “Begitu juga jika tekanan darah diatas 180 per 110, kita tunda. Biasanya kita kasih resep. Pulang dulu. Tiga hari kemudian balik lagi untuk divaksin,” katanya.
Hal yang sama dilakukan, ketika menemukan warga dengan riwayat Diabetes. “Kita periksa gulanya dulu. Jika diatas 250 biasanya tidak divaksin, tapi ditunda. Ditunggu sampai stabil dulu,” ujarnya.
Selain alasan riwayat kesehatan, Rahmadani menjelaskan, banyak warga yang tiba-tiba bersedia divaksin, karena ingin melakukan perjalanan ke suatu tempat. Baik perjalanan antar kabupaten, atau pun antar pulau.
“Kebanyakan yang mau berangkat ke daerah lain. Malah besok mau berangkat, hari ini datang minta divaksin buru-buru,” katanya.
Bahkan ada yang sempat tertahan di bandara, karena belum divaksin. “Kita komunikasi dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), diarahkan kesini. Baru divaksin dulu sebelum berangkat.”
Menurut Rahmadani, dari aspek medis hal itu kurang baik, apalagi jika belum divaksin dosis pertama. Pasalnya, saat penyuntikan tahap pertama, antibodi belum terbentuk sempurna, sehingga sangat berisiko jika terpapar.
“Dia bisa terkena, karena antibodinya belum terbentuk, dia sudah berangkat kesana – kemari. Untuk pembentukan antibodi biasanya 2 minggu ke atas,” ujarnya.
Rata-rata, jumlah orang yang divaksin di klinik Polres mencapai 100 orang. Jumlah itu melonjak drastis saat PON XX digelar pada 2-15 Oktober 2021. “Saat itu, pernah 2 ribu orang dalam sehari. Karena kita kan ada 8 tim, maka tidak ada masalah,” kata Rahmadani.
Selama ini, warga yang datang vaksin di klinik Polres berasal dari beragam wilayah. Ada yang berasal dari Distrik Kurik maupun daerah lain. “Karena disana tidak buka vaksin, mereka datang kesini,” tegasnya.
Juga, banyak warga yang liburan atau bekerja di Merauke menyempatkan diri ke klinik, karena bertepatan dengan jadwal vaksin tahap kedua. “Pas ada disini, mereka langsung vaksin.”
Jika vaksin tahap pertama dilakukan di tempat lain, maka vaksin kedua bisa dilakukan dimana saja, sepanjang jenis vaksinnya sama. Jadwal vaksin kedua, sebaiknya tidak kurang dari 28 hari, sejak vaksin pertama. Alasannya agar antibodi segera terbentuk.
“Jika lebih tidak masalah dan tidak ada batas maksimalnya. Mau 2 bulan, 3 bulan, boleh saja,” paparnya.
Rahmadani juga menegaskan, “Ada yang bilang, saya harus ulang vaksin yang pertama jika telat. Tidak begitu. Tidak perlu mengulang.”
Perlu diingat, jika vaksin hanya sekali, berarti imun tubuh belum terbentuk sempurna. Oleh karena itu dianjurkan untuk menyelesaikan seluruh program vaksinasi. Ini juga ada kaitannya dengan herd immunity (kekebalan kelompok).
Khusus Kota Merauke, Rahmadani memastikan ‘kekebalan kelompok’ sudah terbentuk. “Sudah diatas 70 persen. Buktinya angka Covid-19 turun. Bahkan hanya 1 orang per kabupaten. Kemarinnya itu sempat nol, sempat tidak ada.” katanya.
PERAN VAKSINATOR
Kegiatan vaksinasi di klinik Polres Merauke didukung oleh ketersediaan vaksinator. Jumlah mereka 12 orang. Mereka yang bertugas untuk menyuntik warga yang datang. Soal hitung-hitungan jumlah, mereka tidak pernah mengeluh.
Maksimal kami pernah vaksinasi sampai 500 orang. Capek juga,” ungkap Rahmadani.
Kegiatan vaksinasi dapat berjalan efektif jika warga koorporatif dan jaringan internet stabil. Juga lampu tidak padam. Uniknya, vaksinator tidak hanya fokus untuk vaksinasi semata, namun juga di pelayanan umum. Artinya, tugas utama mereka tetap harus dilakukan.
“Vaksinator di klinik berasal dari internal. Sebagian mitra berjumlah 8 orang, dan yang organik ada. Cuma orang kesehatan organik hanya berdua. Sisanya polisi non nakes,” ungkap Rahmadani.
Keterbatasan vaksinator diamini Asnianti (37). Di awal-awal pelayanan vaksinasi, ia sempat nyuntik 300 orang dalam sehari. “Pernah juga 500. Itu masih konsen. Cuma agak pegal angkat tangan,” katanya.
Namun akhir-akhir ini hanya berkisar 100 orang. Menurutnya, angka itu terbilang rendah, karena idealnya tanaga medis menyuntik 200 – 300 orang per hari. “100 orang itu cepat saja vaksinnya.”
Sejak bertugas di klinik Polres Merauke 7 tahun silam, Asnianti menilai, kekurangan tenaga kesehatan tidak menjadi kendala saat melakukan vaksinasi Covid-19. “Selama Februari 2021, kita menangani vaksin aman-aman saja. Cuma masyarakat agak takut. Takut jarum suntik,” katanya.
Untuk mengatasi hal itu, Asnianti dan rekan-rekannya memberikan pengertian, bahwa suntik vaksin tidaklah sakit. “Cepat aja kok. Cuma efek sampingnya mungkin ada. Beda-beda tiap orang yang terima.”
Selama ini, menurut Asnianti, efek samping dari vaksin Covid-19 adalah mengantuk, lapar dan demam. Adapun vaksin pertama dan tahap kedua, obat dan dosisnya sama. “Cuma jaraknya yang membedakan,” terang Asnianti.
Sama seperti penuturan Rahmadani, Asnianti menyebut, keberangkatan ke daerah lain kerap menjadi alasan warga untuk mengikuti vaksinasi. Hal itu kebanyakan dilakukan oleh penduduk lokal.
“Kebanyakan OAP yang kesini karena mau berangkat ke luar kota. Karena itu mereka datang vaksin. Kalau non OAP karena kesadaran pentingnya vaksinasi,” paparnya.
Lebih jauh, Asnianti menjelaskan bahwa di klinik tidak ada kerja shift, menyusul adanya perintah untuk tetap masuk di hari libur, Sabtu – Minggu.
“Kemarin itu libur dihitamkan. Kita kerja sejak Februari kerja ikhlas. Tidak ada kompensasi dari Polri. Ini murni pengabdian,” paparnya.
Selama bekerja, mereka hanya disediakan snack saja. Tidak ada fasilitas lain. Lalu, jika ada teman yang tidak masuk, mereka akan saling melengkapi. “Serba bisa semua. Hanya di penyuntikan cuma 2 orang. Jadi ‘satu’ gak bisa, masih ada ‘satu’ lagi yang back up,” ujar Asnianti.
Selain itu, banyak juga warga yang ingin mendapatkan surat keterangan tidak bisa vaksin. “Tapi kita gak kasih keluar, yang kasih keluar hanya rumah sakit, jadi kita arahkan ke sana,” katanya.
Ketika tidak mendapatkan yang diinginkan, mereka biasanya pasrah untuk divaksin. “Yang tidak bisa ke rumah sakit, mereka akhirnya, oke lah, vaksin aja. Ujung-ujungnya vaksin,” terang Asnianti.
180 RIBU ORANG TELAH DIVAKSIN
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Nevile Muskita menjelaskan, hingga 13 Desember 2021, cakupan vaksinasi Covid-19 di Kab. Merauke untuk dosis pertama telah mencapai 101 ribu lebih atau setara dengan 81 persen. Sementara dosis II mencapai 77 ribu orang yang disuntik atau 61 persen sudah divaksin.
Adapun sisa stok vaksin sekitar 900-an atau 1000 dosis. Jumlah itu terbilang cukup. Jika ditotal antara dosis I dan II sudah hampir 180 ribu warga yang telah menjalani vaksinasi Covid-19. “Berarti vaksin yang masih sisa bisa digunakan, dengan expirednya di Januari 2022. Diharapkan sebelum expired bisa diserap,” katanya.
Selama ini, sistem penjatahan vaksin dilakukan by system. Pemerintah provinsi dan pusat selalu memantau ketersediaan vaksin di daerah. “Termasuk yang tersisa,” ujarnya.
Sehingga jika ada kabupaten yang meminta, namun ternyata jumlahnya masih mencukupi, maka tidak akan diberikan. “Semua terpantau. Ketika kita meminta, maka di provinsi dan pusat sudah mencatat,” tegas Nevile.
Demi efisiensi, Nevile meminta ke Pemprov Papua agar komposisi vaksin yang diberikan adalah satu vial untuk 2 dosis (orang). Sebelumnya, vaksin yang digunakan adalah satu vial dengan 10 dosis.
“Untuk sasaran yang harus ngumpul 10 orang, kadang-kadang rusak vaksinnya. Kita mintakan, jika diizinkan untuk yang 2 dosis saja. Sehingga jika dua orang datang, bisa langsung disuntik tidak perlu tunggu sampai 10 orang,” paparnya.
Saat ini, cakupan vaksinasi terbesar diraih Kota Merauke. Itu karena jumlah penduduk yang lebih banyak, ketimbang vaksinasi di distrik yang jumlah penduduknya sedikit.
“Cakupannya rendah, karena banyak yang menolak. Misalnya distrik Okaba dan sekitarnya. Distrik Ngguti, Tubang, Ilwayap. Itu karena masyarakatnya masih banyak yang menolak,” terang Nevile.
Kampung-kampung lokal itu menolak, karena termakan isu-isu negatif. Untuk itu, dinas kesehatan melakukan terobosan dengan memunculkan peran keteladanan dari pemimpin lokal.
Contohnya di Distrik Muting. Kata Nevile, sosialisasi saja tidak cukup. Pihaknya lalu mengajak kepala kampung untuk divaksin. Hasilnya sangat signifikan. Dengan adanya keteladanan, masyarakat akan mengikuti arahan pemimpinnya.
“Jika kepala kampung sendiri belum divaksin, maka sulit masyarakat untuk mengikuti. Demikian juga dengan tokoh adat dan tokoh geraja. Mereka harusnya menjadi kunci untuk menjadi contoh,” paparnya.
Secara keseluruhan, Nevile mengatakan, Kabupaten Merauke merupakan wilayah dengan cakupan vaksinasi tertinggi di ujung Papua. Disusul Boven Digul sebesar 60 persen, lalu Mappi dan Asmat sekitar 30 persen. “Vaksinasi di kabupaten itu masih rendah,” katanya.
Sementara terkait proporsi penduduk antara warga pendatang dan orang lokal, secara umum didominasi oleh pendatang. Itu sebabnya, penerima vaksinasi kebanyakan pendatang. “Jika kita lihat proporsi penduduk Merauke, kebanyakan pendatang. Proporsinya sekitar 40 persen untuk lokal dan 60 persen untuk pendatang,” tegas Nevile.
Selain itu, vaksinasi dilakukan dengan metode campuran. Ada yang dikoordinir dan ada yang melakukannya secara sukarela atau inisiatif. “Polri juga turun sampai ke desa-desa, lewat Polsek,” katanya.
Tak hanya itu, Kabupaten Merauke telah menerapkan pemberian vaksinasi tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ini dilakukan untuk menggenjot vaksinasi, ditengah-tengah fakta bahwa masih banyak penduduk lokal yang belum memiliki NIK.
“Masyarakat lokal banyak juga yang mau divaksin, tapi terkendala di administrasi kependudukan. Makanya saya bilang, dalam sistem dibuatkan diskresi,” ujarnya. Kemudian dibuat fitur khusus untuk mengakses orang-orang yang belum memiliki NIK. Tujuannya agar semua penduduk lokal bisa divaksin.
Hal itu mencuat, pasca diadakannya monitoring dan evaluasi bersama pemerintah provinsi. “Mereka tanya persoalan di daerah dan kita sampaikan bahwa ada kendala besar terkait NIK. Kita mau vaksin, tapi mereka belum punya,” ujarnya.
Selanjutnya warga tanpa NIK tetap diaksin dan datanya dicatat, namun tidak terekam di dalam sistem ‘Peduli Lindungi’. “Ini jadi solusi, karena tujuan vaksin adalah untuk semua masyarakat,” ungkapnya.
VAKSINASI UNTUK MELINDUNGI DIRI DAN ORANG LAIN
Wakil Bupati Kabupaten Merauke H. Riduwan menegaskan kegiatan vaksinasi akan terus dilakukan. Hal itu sekaligus mengantisipasi penyebaran Covid-19 beserta seluruh variannya. “Kita belum ada batasan kapan akan berhenti,” katanya.
Upaya itu merupakan langkah taktis pemerintah untuk melindungi warga, sembari memberikan pemahaman. Caranya melalui sosialisasi tentang pentingnya protokol kesehatan dan melalui vaksinasi.
“Walaupun vaksin tidak menjamin untuk tidak tertular, tetapi vaksin bisa memberikan imun kita lebih kuat terhadap serangan virus Covid-19 itu sendiri,” katanya.
Selanjutnya dia mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mengikuti vaksinasi, karena vaksin berdampak baik bagi tubuh dan masyarakat sekitar. “Sekaligus untuk mereka yang baru vaksin dosis pertama bisa ditingkatkan ke dosis dua dan seterusnya,” ujarnya.
Hal itu ia utarakan, karena pasca PON XX, banyak warga yang baru mengikuti vaksinasi tahap pertama. Dengan selesainya vaksin dosis kedua, Riduwan berharap, warga bisa terhindar dari Covid-19. Karena masyarakat tidak pernah tahu, apakah dia tertular, sebelum tes dilakukan.
“Karena yang terpapar ini kan tidak kelihatan. Yang orang tanpa gejala (OTG) mungkin sehat karena imunnya kuat. Tapi dia tetap bisa menularkan karena dia sudah positif,” terangnya.
Kata Riduwan kemudian, “Kita tidak ingin Covid-19 di Kabupaten Merauke merajalela lagi kayak dulu. Kita ingin, sebagaimana catatan dari dinas kesehatan cuma 1 yang terdeteksi positif Covid-19.”
Tapi itu bukan berarti hanya satu kasus. Karena kasusnya diketahui setelah dilakukan pemeriksaan. Dan bisa saja jumlahnya lebih dari satu. “Itu yang telah diperiksa, lalu yang tidak bagaimana?” tanyanya.
Ketika tidak mampu mendeteksi warga yang OTG, cara yang paling ampuh hanyalah melalui protokol kesehatan dan vaksinasi. “Dan yang lebih penting, kita berdoa agar Covid-19 dan variannya diangkat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dari Bumi kita tercinta,” ungkapnya.
Sementara terkait vaksinasi bagi pendatang dan orang lokal, Riduwan memastikan, pemerintah tidak pernah melakukan pembedaan. Seluruh warga Merauke merupakan target vaksinasi.
Hanya saja, beredaranya hoaks kerap menjadi penghalang. “Tidak tahu siapa yang melakukan itu. Pokoknya ada informasi, begini-begini, itu hoaks. Padahal vaksin sifatnya positif karena akan melindungi diri sendiri dan keluarga dan seluruh masyarakat,” katanya.
Pada kesempatan itu, Riduwan juga mengapresiasi pelibatan TNI-Polri dalam kegiatan vaksinasi. Menurutnya, TNI-Polri sangat membantu, karena mereka mampu bergerak secara sistematis dan lebih kompak untuk menghimpun masyarakat. “Saya apresiasi terhadap TNI/Polri. Sangat bagus sekali,” tandasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post