Saat cuaca berubah tak menentu, banyak orang tua mendapati anak-anak mereka lebih rentan terkena penyakit. Demam, pilek, hingga batuk seolah menjadi hal biasa. Namun siapa sangka, gejala ini bisa menjadi tanda infeksi virus yang lebih serius, seperti Human Metapneumovirus (HMPV).
HMPV adalah salah satu virus pernapasan yang sering menyerang anak-anak. Data terbaru menunjukkan, virus ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius, terutama pada bayi dan anak kecil yang sistem imunnya belum matang.
Mengenal HMPV dan Alasan Bersiaga
HMPV pertama kali ditemukan pada tahun 2001. Namun ada kemungkinan besar virus ini telah ada jauh sebelumnya. Mirip dengan influenza, virus ini menyerang saluran pernapasan dan menyebar melalui droplet, baik dari batuk maupun bersin.
Di negara-negara seperti Amerika Serikat dan China, peningkatan kasus HMPV baru-baru ini memicu kekhawatiran. Data dari China menunjukkan proporsi kasus berat meningkat dari 1 persen menjadi 5,4 persen pada Desember 2024. Hal ini kemudian menjadi perhatian dunia karena peningkatan tersebut khususnya terjadi pada anak usia 0-4 tahun dan pada anak usia 14 tahun ke bawah.
Di Indonesia, surveilans virus ini masih terbatas pada fasilitas tertentu. Menurut Dr. Erlina Burhan, spesialis paru dari RS Persahabatan, pengecekan HMPV melalui metode RT-PCR memerlukan biaya hingga Rp3,6 juta—biaya yang tidak terjangkau bagi banyak keluarga.
“Kalau hanya batuk pilek ringan, sebenarnya tidak perlu ke rumah sakit. Cukup istirahat dan perbanyak cairan di rumah,” jelas Dr. Erlina. Namun, pada anak-anak seperti Alif, yang gejalanya lebih berat, pemantauan klinis yang baik menjadi sangat penting.
Anak-Anak di Garis Depan Risiko
Anak-anak, terutama yang berusia di bawah 2 tahun, merupakan kelompok yang paling rentan terhadap HMPV. “Rata-rata pasien anak yang dirawat berusia 6–12 bulan,” kata Dr. Tjatur Kuat Sagoro, seorang spesialis anak dari FK UGM.
Ia menjelaskan bahwa gejala umum meliputi demam, mengi (wheezing), hingga hipoksia atau kekurangan oksigen. Bagi orang tua, tanda-tanda seperti napas cuping hidung, retraksi dada, atau anak yang terlalu lemas untuk bermain harus menjadi alarm bahaya.
“Kalau bayi tidak habis menyusu atau hisapannya lemah, itu tanda serius,” tambah Dr. Tjatur.
Sebuah studi bahkan mencatat bahwa sekitar 50 persen kasus HMPV pada anak dengan infeksi telinga tengah (otitis media). Infeksi ini bisa memperpanjang masa demam hingga 10 hari, membuat anak-anak semakin rentan.
Menurut studi, Dr. Tjatur, menyebut HMPV menyebabkan gejala yang mirip dengan infeksi saluran pernapasan lainnya. Sebut saja; flu atau RSV (Respiratory Syncytial Virus). Namun, pada anak-anak, gejala dapat berkembang menjadi lebih parah.
Hal ini sejalan dengan Dr. Ina Agustina Isturini, MKM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan. Ia menegaskan bahwa meskipun risiko penularan masih rendah dan terkendali, penting publik mewaspadai gejala HMPV ini yang menyerupai influenza.
“Secara global, influenza menyebabkan 290.000–650.000 kematian akibat penyakit pernapasan setiap tahunnya, terutama pada kelompok rentan seperti bayi, balita, lansia, dan individu dengan sistem imun yang lemah,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya perhatian terhadap anak-anak sebagai kelompok berisiko tinggi. “Anak-anak memiliki risiko lebih besar karena faktor usia dan kekebalan tubuh. Penularan HMPV mirip dengan influenza, begitu pula dengan gejalanya,” tambahnya.
Berikut adalah beberapa tanda umum HMPV pada anak. Pertama, demam tinggi yang tidak kunjung reda. Kedua, batuk berat dengan suara mengi. Ketiga, napas cepat atau sulit bernapas. Keempat, lemas atau penurunan nafsu makan.
Kasus berat dapat menyebabkan komplikasi seperti bronkiolitis atau pneumonia, yang membutuhkan perawatan intensif. Di tengah kewaspadaan terhadap kasus HMPV, edukasi kepada orang tua menjadi kunci untuk melindungi anak-anak.
Langkah pencegahan sederhana seperti menjaga kebersihan tangan, menghindari kerumunan saat anak sakit, dan memastikan anak mendapatkan istirahat yang cukup bisa membantu menekan risiko penularan.
Pentingnya Pencegahan dan Deteksi Dini untuk Cegah Komplikasi
Walaupun Indonesia tidak memiliki musim dingin seperti Amerika atau China, lingkungan dengan ventilasi buruk, populasi padat, dan mobilitas tinggi menjadi ladang subur bagi penyebaran virus ini.
“Kelembapan tinggi memang membuat virus ini kurang stabil, tetapi di ruangan tertutup dengan AC sentral, risiko tetap ada,” kata Dr. Erlina.
Dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, Mantan Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan Kementerian Kesehatan, menjelaskan bahwa Indonesia merupakan hotspot untuk penyakit infeksi emerging.
“Di Indonesia ditemukan banyak patogen infeksi emerging pada berbagai hewan. Hal ini disebabkan oleh keragaman hayati yang tinggi serta banyaknya pintu masuk seperti bandara dan pelabuhan, baik yang resmi maupun tidak resmi,” ungkapnya.
Situasi ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan kewaspadaan terhadap penyakit infeksi, terutama di wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi seperti Indonesia.
Para ahli menyarankan agar rumah memiliki ventilasi yang baik. Jika menggunakan AC, pastikan ada pertukaran udara yang memadai atau gunakan air purifier. Selain itu, masker tetap menjadi senjata efektif, terutama bagi anak-anak atau orang dengan komorbid.
Saat ini, belum ada antivirus spesifik atau vaksin untuk HMPV. Penanganan penyakit ini bersifat suportif, seperti pemberian cairan, obat pereda demam, dan bronkodilator untuk meredakan sesak napas.
Pencegahan menjadi kunci utama. Langkah sederhana seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan benda yang sering disentuh, dan menghindari kerumunan dapat membantu melindungi anak-anak. “Pola hidup sehat juga penting untuk menjaga daya tahan tubuh,” tegas Dr. Erlina.
Penulis: Dian Amalia Ariani
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post