Diambil dari data Global Youth Tobacco Survey dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) serta Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKERNAS), beberapa lembaga terkait menyebutkan 3 dari 4 orang mulai melakukan aktivitas merokok pada usia kurang dari 20 tahun.
Akibatnya, prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya. Terbukti pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, kemudian naik menjadi 8,80 persen di tahun 2016. Naik lagi menjadi 9,10 persen pada tahun 2018, lalu 10,70 persen di tahun 2019 bahkan prevalensi perokok anak diprediksi akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030.
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional 2023 dari Hari Anak Sedunia yakni tanggal 12 November 2023 lalu, pemerintah mengambil tema “Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju”. Sebagai visi besar, tampak ada upaya pemerintah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga harus didukung penuh, tak terkecuali oleh seluruh elemen masyarakat. Sebagaimana tujuan peringatan Hari Kesehatan Nasional yakni untuk mendorong upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan promosi gaya hidup sehat.
Untuk itu, regulasi pengendalian tembakau juga harus menjadi salah satu fokus pemerintah untuk terus menekan prevalensi perokok anak dan dewasa yang terus meningkat di Indonesia. Penyebabnya dari mulai stunting hingga penyakit tidak menular (PTM) secara umum. Kegamangan pemerintah dalam hal memperkuat regulasi pengendalian tembakau juga dapat dilihat dari tarik ulur yang berlangsung saat pemerintah hendak mengesahkan revisi UU Kesehatan Omnibus Law menjadi UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Saat ini publik pun ramai-ramai mengkritik aturan turunan UU Kesehatan. Adapun protes keras dari industri melalui beberapa elemen masyarakat yang mempermasalahkan penyebutan rokok sebagai yang mengandung zat adiktif saat itu menjadi hambatan pembahasan. Padahal secara ilmiah telah terbukti bahwa produk tembakau mengandung zat adiktif yang membahayakan.
Untuk itu, guna menjaga visi Indonesia Emas 2045 di tengah kegamangan ekonomi, tim Prohealth.id mencoba melakukan wawancara eksklusif dengan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso pada 19 Oktober 2023 lalu di kantor Kemenko Perekonomian. Berikut kutipan wawancara tersebut.
Apakah Pak Susiwijono memantau pengaturan pasal zat adiktif dalam penyusunan Omnibus Law sektor kesehatan dan aturan pelaksananya?
Saya agak lama tak diajak bicara mengenai hal ini, sudah cukup lama menangani tembakau, cukai. Kami membuat peraturan UU Ciptaker mengenai peraturan turunan.
Dalam UU Omnibus Law kesehatan, RPP Kesehatan ada beberapa irisan dengan penyusun roadmap IHT yang ada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, apakah ada tarik ulur?
UU kesehatan ada yang mengamanatkan aturan turunan datanya 101, dalam bentuk PP (Peraturan Pemerintah) bisa 1 bisa 101, UU Ciptaker ada 54, kalau UU 17/2023 mereka mengamanatkan PP ada 101 pasal, Perpres dan Permen, substansinya tidak banyak melibatkan kami. Semua PP ada harmonisasi PAK (Panitia Antar Kementerian), final draft harmonisasi di Kemenkumham, prakarsanya dari Kemenkes.
Kalau terkait roadmap IHT (Industri Hasil Tembakau), sebelum 2021 kepastian industri tembakau, ada aspek kesehatan, ada industri, ada penerimaan negara, bisa memfasilitasi teman-teman. Roadmap IHT lebih kepastian bagi industri, nanti pengembangannya masalah diversifikasi produk.

Ada sisi lain terkait UU Kesehatan negara terkait pengendalian konsumsi rokok, tapi tembakau sendiri merupakan pemasukan untuk negara?
Iya, penerimaan nomor 3 tertinggi di Indonesia dari rokok.
Adakah dilema? UU kesehatan mengutamakan public health sementara industri rokok sebaliknya?
Kita tetap ada [prioritas] public health yang harus dijaga. Kalau di sisi kami rutin penentuan tarif cukai, sudah bertahun-tahun seperti ini, mereka tidak mengatur penerimaan cukai, di mereka hanya mengatur zat adiktif.
Perusahaan rokok biasa bikin iklan, pengaturan, adakah amanat perubahan?
Kami membatasi iklan ada PP 109/2012, tugas kami menjaga kesehatan dan sisi ekonomi industri. Pasalnya tidak banyak yang berubah, normatif, produk tembakau, rokok tembakau iris, HTPL UU Cukai sudah ada, rokok elektrik, KTR (Kawasan Tanpa Rokok).
Rokok elektirk baru muncul, Kemenkeu, Kemenperin, sudah mengatur SNI, titik temunya dimana?
Kalau itu di Kemenperin, bukan karena rokok elektrik.
Roadmap IHT, apakah ada substansi yang mendesak dari pemasukan cukai rokok? Apakah membahas usaha penerimaan rokok?
Roadmap memberikan kepastian, karena isu kesehatan ada kepastian, mitigasi risiko. Makin hari orang akan membiacarakan soal kesehatan, dari aspek ekonomi terutama dari Kemenperin, tembakau alternatif. Contohnya IHT, IQOS dari sisi kesehatan lebih sehat dan mendorong ekspor. Sekarang industri rokok elektrik, pada bikin investasi baru. Hampir 100 persen ekspor, IHT memberikan tax holiday untuk rokok elektrik. Kemudian dari Kementan, meminta mendorong substitusi impor tembakau. Ya, mereka harus meracik, dia memang ada hanya tembakau impor. Teman-teman Kemenperin mendorong tembakau Virginia di mix dengan tembakau lokal.
Sebenarnya produk tembakau bukan hanya rokok, ada produk variasi lain. Salah satunya mendorong gempuran pabrik rokok, yang terbesar di Malang yakni IQOS. Bahan utamanya ekstrak tembakau, masih kebanyakan impor.
Bagaimana pengalaman Anda menilai perkembangan ekspansif industri rokok dengan produk alternatif itu?
Saya pernah melihat pabrik ekstrak tembakau, saya pikir surogat, ada potongan kecil itu memang harus dimasukkan ke kertas. Tadinya kayak surogat imitasi sembako, itu merusak kesehatan, ini campuran ramuan mereka jadi ekstrak tembakau. Maka IQOS sudah punya banyak rasa.
Intinya sedikit 50 persen impor, sehingga diminta lebih dominan lokal. Dari Kepala BRIN, kami diajak ke laboratoriumnya, dari rokok elektrik sampai IQOS, katanya konsepnya hit not burn, yang keluar sudah jadi uap air. Saat itu Kepala BRIN membawa beberapa profesor. Klaimnya merokok IQOS bisa di dalam taksi. Tujuan utama kami mengurangi gangguan kesehatan. Nikotin bermanfaat untuk tubuh, TAR-nya yang mempengaruhi kesehatan, bukan soal mengganggu kesehatan, tapi membuat addict.
Bagaimana dengan Inpres dari Presiden Jokowi dengan komponen produk hasil tembakau mayoritas tetap harus dari dalam negeri?
Itu strategi semua negara, bukan cuma Indonesia. OECD membolehkan 50 persen. Nanti Kemenperin akan memberikan penalti, ada di insentif, investor selalu menanyakan local content.
Apakah regulasi yang dikeluarkan Kemenperin maka hasil tembakau akan naik? Sampai kapan Inpres ini membatasi impor tembakau?
Tidak membicarakan tembakau, industri rokok harus masuk ke situ, itu strategi semua negara, ada reward and punishment. Kami mendorong local content.
Tidak digugat WTO?
Semua negara inward looking, semua negara mengamankan kepentingan sendiri. Neraca Indonesia defisit, bumbu impor, beras impor. Kenapa neraca perdagangannya harus impor, perlu cadangan beras 1,2 juta ton untuk cadangan beras nasional.
Beras itu ada petani, jagung merupakan komoditas yang sudah diatur, ada produsen yang demo di depan istana. Sekarang 22 negara sudah melarang ekspor, secara global tidak boleh. Namun sekarang karena el nino bikin panen hancur, India melarang ekspor, waktu pandemi, Singapura tidak dapat ayam dari Malaysia.
Perekonomian petani tembakau porsinya lebih banyak?
Substitusi tembakau, termasuk Virginia, jenis tembakau, virginia yang jadi campuran rokok, flavor-nya ada dari Madagaskar, 58 persen eks impor. Di Indonesia belum bisa, usulannya mendorong petani domestik menghasilkan Virginia, meningkatkan kapasitas petani, kredit petani, pengaturan harga, tidak ada yang membela. Karena produk hasil tembakau bisa untuk yang lain, obat nyamuk, essential oil. Hal lain seperti Jember itu kota tembakau, jangan sampai identik dengan rokok, harus ada keberanian, mendorong diversifikasi produk.
Seperti apa Anda menilai regulasi pengendalian tembakau yang selama ini dijalankan? Kontradiksi atau seirama?
IHT itu industri hasil tembakau, walau cukai itu terbanyak rokok, cukai itu instrumen untuk mengatur konsumsi, sering ditargetkan seolah identik dengan revenue.
Intensitasnya tinggi, orang addict-nya harus beli, malah mending lebih baik tidak makan daripada rokok. Ada RPJMN yang mengatur prevalensi, anak sekarang lebih sadar kesehatan. Apalagi produk rokoknya lebih sehat, negara maju perokoknya lebih tinggi. Saya yakin Kemenkes mulai kampanye, mestinya bisa menghambat prevalensi perokok anak.
Bagaimana dengan kondisi perekonomian secara makro dari konsumsi rokok?
Dari sisi ekonomi kontributor inflasi terbesar memang adalah dari rokok. Walaupun berpengaruh ke makro, beberapa kali saat pasca pandemi, komponen inflasi terbesar itu komponen tarif transportasi. Core inflasi rokok berpengaruh, memang paling seru kebijakan tarif cukai, biasanya tahunan, industri rokok memang besar.
Harga jual eceran komponennya besar, mereka [industri] harus melobi secara efektif kebijakan pemerintah. Mereka sadar merusak kesehatan, tapi industri juga pengaruhnya sangat besar. Intinya harus seimbang, industri dan kesehatan.
Di tengah semua regulasi itu apa saja yang masih belum optimal?
Nah, biasanya tercermin mulai akhir tahun, banyak-banyakan surat, LSM-nya lebih banyak lagi. Soal aturan, soal inpresnya di forward ke kami, akhirnya dalam pembahasan cukai harus membahas itu.
Kebijakan tarif itu disiapkan setiap tahun. Kami harus pastikan, industri siap, petaninya siap termasuk komponen kesehatannya. Industri butuh kepastian. Jadi buat industri sepanjang kepastian dia hitung, mereka banyak-banyak nyuratin presiden. Jadi pro kontra sama-sama rakyat kita.
Landscape perdagangan global untuk komoditas tembakau, mengapa Indonesia menjadi sasaran Investasi?
Kalau investasi, bicara nilai tambah, dari Malaysia pindahkan ke sini, ada sektor makro pindah kesini, apalagi produk rokoknya di ekspor. Kami mengambil nilai tambah (value added) rokoknya yang menghisap disana, kami yang produksi, tapi tidak dijual di dalam negeri. Kami kasih saran ke teman-teman Sampoerna, daripada anak-anak muda, vape lebih berbahaya, IQOS device-nya mahal, daripada suruh rokok kretek atau vape. Heritage, tenaga kerja dan lain sebagainya. Kalau orang merokok mati tinggal dihidupin.
Keberlangsungan petani tembakau, masuknya untuk rokok eletronik, lalu nasib petani tembakaunya bagaimana?
Komposisi dari impor sama saja, tetap perlu tembakau impor, sesama SKM racikannya beda, mereka punya loyalis sendiri karena campuran tembakaunya beda. Tren produksi tembakau yang lokal saat ini naik dan kini ada jutaan petani tembakau.
Beberapa di Jawa Timur mendeklarasi misalnya di Jember lambang kotanya tembakau sebagai natural resources. Nah, tinggal kita diversifikasi produk. Harusnya ada terobosan teknologi untuk menyerap hasil tembakau. Karena itu bisa untuk anti nyamuk, farmasi, obat.
Karena ini [rokok] penerimaan ketiga sumbernya ya ini dibayar perokok. Hidup memang tidak ada yang ideal. Penentuan tarif cukai, kementerian selalu berdebat, yang mendorong ada Kemenperin, Kementan, Kemenkes. Kami akan balance, kami selalu mempertimbangkan dari sisi kebutuhan keuangan negara tetapi juga agar masyarakat sehat.
Pewawancara: D.P Sari, Marina Nasution, Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post