Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, adalah salah satu produk hukum yang saat ini sedang dinanti-nantikan publik. Dalam RPP Kesehatan, tertuang beleid tentang pengendalian tembakau. RPP Kesehatan memang digadang-gadang menjadi aturan andalan untuk memperkuat pengendalian rokok setelah PP 109 tahun 2012 yang sudah lebih dari 10 tahun tidak lagi sanggup mengatur konsumsi produk tembakau saat ini.
Aturan dalam PP 109/2012 juga tidak lagi dianggap mumpuni mengingat gempuran penggunaan rokok sangat erat dengan iklan, sponsor, dan promosi yang kini sangat mudah diakses oleh masyarakat, termasuk anak melalui berbagai platform. Tak heran jika sejumlah sektor industri, dari mulai industri tembakau hingga industri periklanan ramai-ramai menilak larangan iklan tembakau yang akan dimasukkan dalam RPP Kesehatan.
Untuk itu, Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia (Kemenkumham) lelah masuk dalam penugasannya untuk proses penyelarasan pasal dan klausul dalam RPP Kesehatan yang dirumuskan dan dipimpin oleh Kementerian Kesehatan.
Tim Prohealth.id dan perwakilan AJI Jakarta pun berkesempatan mewawancarai Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Roberia. Saat ini, Roberia juga berstatus sebagai Plt. Wali Kota Pariaman, Sumatra Barat. Wawancara ini bersifat eksklusif digelar melalui Zoom Meeting pada 12 November 2023 lalu. Berikut kutipan lengkap wawancara tersebut.
(Sumber foto: Situs resmi Ditjen Kemenkumham/diakses 2023)
Seperti apa mekanisme penyusunan peraturan pelaksana RPP kesehatan ini? Bagaimana keterlibatan Kemenkumham selama ini?
Pertama, tentu pada posisi kita memahami pembentukkan peraturan perundang-undangan sama saja semua, baik dari pada posisi UU bahkan sampai peraturan desa. Satu pemahaman yang harus dipahami baik kami Kemenkumham, termasuk media bahwa setiap pembentukkan aturan itu ada tahapan. Nah, tahapan untuk peraturan pelaksanaan undang-undang kesehatan, karena ini adalah peraturan pemerintah maka, pertama perencanaan, kedua penyusunan, ketiga penetapan, keempat pengundangan, dan kemudian akan ada pemberlakuan dan evaluasi.
Bolehkah dirincikan Pak, seperti apa setiap tahapannya khususnya untuk jenis regulasi Peraturan Pemerintah (PP)?
Nah, kemudian karena peraturan pemerintah, tahapan pembahasan tidak ditekstualkan sebagai tahapan. Kalau di UU ada tahapan pembahasan setelah penyusunan, sebab melibatkan DPR. Sementara PP tidak ditekstualkan tahapan pembahasan, namun di tahapan perencanaan pasti dibahas. Tahapan penyusunan dengan kementerian dan harmonisasi oleh Kemenkumham juga pasti dibahas, ditambahkan juga nanti dalam tahapan penetapan juga akan dibahas. Jika masih ada hal-hal yang perlu ditambahkan, jika menjadi masukan dari rakyat, setiap tahapan juga dimasukan, bahkan media mengawal dengan baik. Nah, jika sudah di tangan presiden tentu tidak ada pembahasan lagi, yang ada adalah evaluasi.
Untuk RPP Kesehatan sendiri saat ini sudah sampai mana Pak, prosesnya?
Saat ini peraturan pelaksanaan PP rancangan peraturan pemerintah dari UU tahun 17 tahun 2023 sudah sampai ke harmonisasi. Harmonisasi bagian dari tahapan penyusunan, di tahapan penyusunan yang pertama adalah dilakukan oleh kementerian, yang dipimpin oleh kementerian teknisnya Kemenkes, dan selanjutnya proses harmonisasi yang dipimpin oleh Kemenkumham.
Nah, pada posisi sudah ada perencanaan dengan izin prakarsa karena program penyusunan ini kelar setiap tahun, di akhir tahun atau paling lambat di awal tahun. Karena ini UU-nya di Agustus, tentu di dalam tahapan perencanaan selain program penyusunan PP dengan Keputusan Presiden, maka bisa juga dengan izin prakarsa melalui Mensesneg tentu atas persetujuan Presiden juga. Demikian sisi tahapan dan peran Kumham yang sangat vital di proses harmonisasinya.
Seberapa sulit sih Pak proses harmonisasi RPP Kesehatan?
Pada posisi kemudian kita memahami, setiap tahapan itu menjadi sarana bagi manusia untuk menyempurnakan. Meski manusia tidak pernah sempurna, tapi sarana kami adalah untuk menyempurnakan walaupun sekali lagi kami takkan pernah sempurna. Setiap tahapan kami harus melihat 1.000 pasal lebih, maka tentu ada pasal-pasal yang menjadi konsen lembaga kementerian terkait. Dan pasal yang konsen tadi di rapat tahapan harmoni sudah diputuskan untuk efektif dalam pembahasan pasal yang tidak bermasalah semua sudah setuju tentu kami akan kawal sisi konsistensi di Kumham.
Juga pasal yang masih butuh pendalaman, pembahasan lebih lanjut, maka pasal-pasal itu yang menjadi konsen. Salah satu contoh adalah Kemendikbud konsen dengan pada posisi hospital based untuk mencetak para dokter termasuk dokter spesialis. Dari sisi perindustrian juga akan ada misalkan pasal yang akan terkait dengan tembakau atau produk yang terkait dengan tembakau itu juga yang kementerian akan fokus.
Berapa lama waktu untuk menyelesaikan RPP Kesehatan Omnibus Law ini? Bagaimana 1000 pasal dicek setiap pasalnya?
Meskipun di dalam hierarki peraturan PP ke bawah, kecuali Perda ya. Kalau Perda muncul lagi tahapan pembahasan, seperti layaknya UU dan PP meskipun tidak ada tekstual, tidak ada tahapan pembahasan namun tetap akan dibahas. Saat ini RPP Kesehatan wajib dipahami semangatnya untuk saling menyempurnakan, memahami semua perintah dari UU 17 tahun 2023 dan peraturan pelaksanaan kami akan Kemenkumham kawal semua, bukan saja oleh pemerintah tapi juga oleh masyarakat send. Salah satu dari masyarakat adalah para jurnalis atau wartawan. Posisi proses betul sudah diserahkan, dan saat ini sudah di tahapan penyusunan.
Bisakah didetailkan tentang tahapan penyusunan yang saat ini sedang digodok, Pak?
Tahapan penyusunan itu ada 2. Satu, sub tahapan kementerian-kementerian yang dipimpin Kemenkes diajukan ke Kemenkumham dan saat ini Kemenkumham sudah menerima. Lalu Kemenkumham sudah merapatkan dan sedang merapatkan tahapan harmonisasi untuk menyelesaikan tahapan penyusunan.
Biasanya berapa lama proses penyusunan dan keseluruhan harmonisasi?
Proses harmonisasi itu sangat dinamis dan fleksibel, tidak bisa saya katakan, prosesnya harus 3 bulan lamanya, harus satu bulan lamanya, atau harus satu hari lamanya. Nah, dinamisasi setiap bahasan di dalam tahapan penyusunan terutama dalam harmonisasi yang dipimpin oleh Kemenkumham ini maka dinamika yang akan terjadi tentu akan dinamis. Contoh sederhana. Apakah satu pasal bisa berjam-jam? Jangankan satu pasal, satu kata saja bisa berjam-jam kalau kita benar-benar mengeluarkan energi keilmuan dan kewenangan kementerian dan lembaga itu dikeluarkan. Sehingga akan banyak pemikiran strategis untuk kemudian apakah akan jadi detil satu kata itu atau tidak. Bisa juga dalam satu jam ratusan pasal selesai. Pencermatan itu wajib dilakukan, baik pencermatan dalam rapat maupun pencermatan di masing-masing oleh kementerian dan lembaga.
Siapa saja instrumen Kemenkumham dan kementerian lain yang terlibat dalam proses harmonisasi?
Setiap KL punya namanya biro hukum, dan setiap unit teknis juga punya namanya bagian hukum. Pada fungsi ini semua sudah berjalan luar biasa dengan waktu walaupun dikatakan paling lama satu tahun sekarang, belum sampai 6 bulan sudah maju. Dan jika upaya kita yang terbaik bagi bangsa ini dimudahkan oleh Tuhan, tentu selesai di akhir November proses harmonisasi. Kami berharap di Desember sudah ditandatangani pak Presiden. Berharap, karena kami juga tak berhak juga mengatur pak Presiden, apakah Presiden menandatangani di Desember atau tidak.
Jadi tetap menunggu dari Presiden ya, Pak?
Iya. Kewenangan Preesiden tetap kami hormati dan selaku anak buah kami menyiapkan yang terbaik untuk bangsa ini untuk membantu pak Presiden menyelesaikan pembangunan di bidang kesehatan. Ini sudah dipenuhi dengan mukjizat yang luar biasa dengan banyak pasal pada UU 17, karena saya ikut mengawal contohnya adalah STR (Surat Tanda Registrasi) seumur hidup.
Sebagai direktur harmonisasi UU, apa yang menjadi filosofi atau semangat Anda mengemban tugas ini?
Saya dalam banyak forum meyakinkan diri saya, dan orang yang mendengarkan saat-saat rapat maupun saat-saat menjadi narasumber untuk pertemuan terkait RPP. Bagi saya berharmonisasi itu adalah bermusyawarah.
Sila ke-4 Pancasila kami konkretkan tidak sekedar indah di atas langit. Prinsipnya, dikonkretkan. Permusyawaratan itu kita dengan perwakilan, jika di KL itu ada menteri, ya kalau menterinya sudah sepakat dengan hasil musyawarah, ya kita sepakati. Karena walaupun peserta rapat adalah orang-orang yang dipercaya oleh menteri masing-masing belum sepakat juga, tentu kita angkat ke tingkat menteri untuk memutuskan. Dan prinsip harmonisasi juga selain berposisi musyawarah, juga menegakkan 10 dimensi harmonisasi.
Yang pertama, yaitu Pancasila. Yang kedua UUD. Yang ketiga dimensi vertikal, kalau menyusun PP maka kami menaati UU, dan UU yang tentang ini dan UU yang terkait juga ada dimensi horizontal seperti harmonisasi dengan PP lainnya yang terkait. Namun kalau saat ini juga disusun Perpres, kalau ini hierarkinya PP lebih tinggi dari Perpres tentu beberapa hal sebagai sumber dari norma kami bisa perhatikan, berarti PP menaati Perpres, tidak kan. Karena hirarki PP lebih tinggi dari Perpres. Tetapi isi dari Perpres maupun isi dari rancang dari Perpres bisa dijadikan sumber norma, sepanjang itu membawa kebaikan bagi bangsa ini. Dan proses harmonisasi ini tentu dipimpin oleh Kumham dengan juga cara kami menjalankan semua sila di dalam Pancasila.
Ada kiat khusus memimpin proses harmonisasi undang-undang?
Seni memimpin harmonisasi sering kami mudah ucapkan tapi pada saat kami memimpin bisa saja para pihak antar KL para pejabat-pejabat berbedanya tidak sebentar atau lama. Saya kalau memimpin rapat, dinamika itu saya biarkan walaupun sudah ada yang memberikan tanda walaupun diminta pemimpin rapat memutuskan. Saya mengatakan saya bukan wasit, karena tidak ada batas waktu bagi saya untuk bermusyawarah. Tteapi bukan berarti juga berlama-lama tergantung pada seni saya memimpin, dan saya juga bukan hakim yang harus saya putusakan sendiri. Kami juga memperhatikan dimana ego sektoral itu kami pertimbangkan. Keseimbangan ego sektoral tentu butuh sendiri dalam rapat, dan bagaimana akhirnya menghormati proses harmonisasi yang dipimpin oleh Kemenkumham.
Pak, bagaimana tanggapan Anda soal pasal zat adiktif yang pernah diperkarakan di MK tahun 2012?
Jadi diantara 10 dimensi harmonisasi, itu juga ada soal yurisprudensi perihal zat adiktif. Saat DPR dan perwakilan pemerintah membahas pasal zat adiktif di UU, ketika itu masih RUU maka putusan MK juga sudah jadi kupasan bahasan pendalaman pencermatan yang luar biasa dan pada akhirnya mana yang benar-benar kami kategorikan dilarang mana yang kita tetap tegakkan pembatasan.
Saat kita menyusun RPP Kesehatan, kami sadar ada ruang-ruang yang perlu diisi dengan detil, kerincian. Nah, tentu boleh juga kemudian bertentangan dengan yurisprudensi, nah ini yang kemudian sama-sama kita kawal Kumham dengan menegakkan prinsip bermusyawarah tadi dengan 10 dimensi harmonisasi kita akan cari yang terbaik bagi bangsa ini tanpa kita terlalu kuat-kuatan ego sektoral, tapi kita tidak juga menghormati ego sektoral. Saya dalam banyak forum mengatakan kalau sampai kita matikan ego sektoral, sama juga kita matikan temuan masing-masing para pejabat dan pegawainya yang sudah bersusah payah sekolah dari S1,S2, S3 bahkan keluar negeri. Kemudian kita matikan ego sektoral karena orang yang sehari-hari akan lebih tahu kerincian atau kedetilannya, bahkan seluk beluknya. Ego sektoral kita hormati, tapi tidak boleh juga kita tonjolkan.
Apakah metode Omnibus Law mempengaruhi proses dan kecepatan harmonisasi?
Kalau dikatakan metode Omnibus Law, itu tidak mempengaruhi tahapan. Karena Omnibus Law jadi salah satu cara saja bagi negara membentuk hukum, kalau dikatakan dengan PP dengan peratuan pelaksanakan sebenarnya kami sudah biasa teknik membuat peraturan tentang peraturan pelaksanaan. Tetapi yang benar-benar seperti Omnibus Law seperti UU Cipta Kerja harus diakui di sisi UU Cipta Kerja itu menjadi populer, tetapi di ketetapan MPR sudah ada di tahun 2003 juga dilakukan metode Omnibus Law juga. Dan UU Pemilu sudah menampung juga banyak UU kami satukan dalam satu UU, tetapi yang luar biasa, besarnya UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan ada 10 atau 11 UU yang kita satukan dalam satu UU kesehatan. Sehingga kerincian di masing-masing UU yang kami cabut, kami pindahkan ke PP. Bukan berarti kita tinggal copy paste, tetapi kita juga buat dengan semangat reformasi yang digagas oleh pemerintah atau negara.
Bagaimana sikap Kemenkumham terhadap tarik–ulur pasal zat adiktif di RPP Kesehatan?
Yang pasti adalah dimensi vertikal itu kami jadikan cantolan, selain 9 dimensi lain yang juga kami tegakkan. Pada posisi kalau sampai antar 2 kementerian ada ego sektoral yang tinggi, sehingga yang terjadi adalah eyel-eyelan itu pejabat level bawahnya dan tentu masih ada antar menteri. Dan banyak pengalaman saya, begitu diangkat ke level menteri itu cepat selesai juga. Namun pada posisi yang sehari-hari kalau menteri disuruh mengurusi detil sehari-hari, terus urusan lain yang banyak yang besar-besar nanti siapa yang urus? Nah, terus kapan kami angkat ke level tingkat menteri? Tentu ada waktunya dan saat ini masih berproses di level eselon dan jajaran masing-masing. Harus diketahui, ego sektoral itu menonjolnya di level bawah, kami bisa pungkiri, karena mereka menguasai sekali. Kami juga sadar lah, kalau orang menguasai satu bidang melotok, kalau ditanyai 1 tanggapannya bisa 10. Saya dalam beberapa forum tidak pernah mematikan ego sektoral. Namun, dalam satu masalah pasti ada solusi, ketika antar pejabat eselon masih bertahan akan diangkat ke tingkat menteri, dalam proses harmonisasi ada juga untuk diangkat ke tingkat menteri. Diangkat ke tingkat menteri juga tidak selesai, kan dalam 1.000 pasal juga kami yakin tidak setiap pasal akan bermasalah. Pada awal rapat harmonisasi kami juga sudah menyadari beberapa pasal yang butuh pendalaman ekstra.
Dalam proses harmonisasi pertama PP Omnibus Sektor Kesehatan, tantangannya seperti apa?
Saya luruskan, kalau untuk teknik PP tentang peraturan pelaksanaan UU nomor sekian itu bukan yang pertama. Sekali lagi PP tentang pelaksanaan UU bukanlah pertama kali. Ini sudah dikenal sejak lama, UU 10 tahun 204 tentang pembentukkan UU sudah memperkenalkan juga teknik ini. Sekarang populernya Omnibus Law itu memang sejak Cipta Kerja, tetapi populernya bagi kami yang perancang ini bukan yang pertama. Silakan dibuka saja Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan. Kalau jumlah pasal sampai 1.000 memang kategori langka, bukan tidak ada. Langka. Tapi bukan berarti kita tidak punya pengalaman. Strategi kami agar efektif pembahasan waktu dalam batasan waktu satu tahun, setiap tahapan contoh sisi tahapan perencanaan saja yang butuh izin prakarsa karena untuk penyusunan PP sudah lewat. Karena ini di tengah tahun, sehingga di tengah tahun itu yang ada adalah izin prakarsa. Dan izin prakarsa pun yang dipimpin oleh Sekneg (Sekretariat Negara), mereka juga sudah minta draf konsep juga. Berarti tidak membahas pasal per pasal tetapi untuk meyakinkan presiden melalui mensesneg perlu ttd izin prakarsa, dan sudah dilakukan. Kemudian di tahapan penyusunan pada yang pertama sub tahapan adalah panitia di kementerian yang dipimpin oleh Kemenkes, rapatnya marathon juga.
Rapat tetap dilakukan walaupun ada isu-isu yang atensinya luar biasa, dan Kemenkes mengatakan ya sudah, lewati saja. Bahkan juga disadari oleh Kemenkes sendiri, nanti masih ada tahapan lagi di harmonisasi untuk pemantapan dan pembulatan. Proses harmonisai memang selain untuk mengharmoniskan juga di dalam UU 12 ada pemantapan, pembulatan konsepsi. Jadi, harmonisasi itu pemantapan-pembulatan, selain juga menyeimbangkan menjalankan meyelaraskan banyak norma dan pada posisi ini lah tahapan itu tentu ada ruang untuk menyempurnakan.
Apakah ada pesan khusus bagi publik dan masyarakat sipil yang menanti RPP Kesehatan tuntas?
Ada peran media, peran jurnalis wartawan juga sangat besar. Bapak, ibu mungkin tidak merasa, kalau masukan bapak- ibu lewat media itu kami baca. Jadi, kalau ada tulisan wartawan itu beredar dan kemudian menjadi atensi luar biasa bagi pimpinan, karena misalkan viral dan tidak viral pun kami baca. Karena tiap hari juga pimpinan akan di-update ada timnya ada berita-berita dimuat. Termasuk adanya surat-surat termasuk surat cinta. Media, rakyat, itu kirim surat cinta atau masukan-masukan itu menjadi perhatian kami, walaupun yang mengirim surat tidak kami undang.
Pewawancara: M. Iqbal, Irsyan Hasyim, Gloria Fransisca Katharina
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post