Cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak boleh gagal. Kira-kira demikian komitmen pemerintah saat ini dalam rangka menjamin kualitas manusia Indonesia di tengah persaingan global dan ketidakpastian dunia.
Tulang punggung dari pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah kualitas anak, termasuk jaminan kesehatan anak Indonesia. Saat ini pemerintah masih menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah Kesehatan (RPP Kesehatan). Pengesahan RPP Kesehatan memang mengalami kemunduran dari rencana awal pada November 2023 lalu.
Untuk mendalami dinamika Indonesia Emas agar tak menjadi Indonesia cemas, tim Prohealth.id berhasil mewawancarai Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra pada November 2023 lalu. Berikut kutipan wawancara tersebut.
Seperti apa KPAI menjamin substansi perlindungan anak dalam RPP Ksehatan terakomodasi sampai ke pasal turunannya?
Jadi dalam UU 17 tahun 2023 tentang Kesehatan sudah masuk tentang visum dan zat adiktif, walaupun tidak semua masuk. Maka itu substansi iklan dan sponsor ada di RPP.
Apa peran KPAI untuk menyempurnakan RPP Kesehatan bermanfaat untuk anak?
Di RPP nya kami coba detailkan lagi. Ada 7 cluster yang kami usulkan. Kesehatan ibu dan anak, soal gizi, kesehatan jiwa remaja, kesehatan lingkungan, pengendalian zat adiktif, Unit Kesehatan Sekolah, dan soal pembiayaan.
Apa yang KPAI sampaikan kepada leading sector yaitu Kementerian Kesehatan?
Memang kami sampaikan ke Pak Menteri (Budi Gunadi Sadikin) itu dalam bentuk daftar isi masalah, rancangan RPP yang kami dapat per Agustus. Ada yang kami tambahkan substansi, ada dalam bentuk penambahan poin dan penambahan frasa. Itu kami detailkan.
Seperti apa contohnya?
Misal, kesehatan ibu. Nah, bagaimana kami bisa memperhatikan ibu yang yang mengalami disabilitas, ketika melahirkan, bagaimana kesehatannya.
Kemudian, bagaimana soal skrining. Pada mandat UU itu, Pak Menteri menyampaikan, di tahun ini setiap puskesmas sudah ada alat skrining. Ini tentu kemajuan transportasi dari UU Kesehatan, tinggal lagi ketika ada alat, harus ada SDM yang terlatih.
Adakah target KPAI untuk jaminan deteksi dini kesehatan alat melalui skrining tersebut?
Harapan kami dari 4,8 juta kelahiran anak per tahun bisa di skrining semua. Sehingga mengetahui tumbuh kembangnya karena kita lihat undang undang. Negara bertanggung jawab atas kelahiran dan tumbuh kembang sampai usia 18 tahun. Lalu ada skrining awal, terutama mengecek tumbuh kembang anak, anak dengan disabilitas, atau deteksi dini pasien HIV juga lebih awal. Dalam UU ini ada izin untuk melakukan aborsi jika ibu tidak memungkinkan untuk melahirkan. Namun itu bisa dilakukan dengan syarat dan rekomendasi dokter.
Seperti apa masukan yang berkaitan dengan gizi?
Nah, di RPP ini kami juga lihat soal gizi. Di samping pemberian pendamping makanan, pemberian ASI 6 bulan sampai 2 tahun, dan pendampingan MPASI.
Untuk substansi pengendalian zat adiktif, seperti apa?
Kalau terkait zat adiktif, kami juga mengawal. Awalnya usulan mengizinkan iklan dan penjualan rokok, untuk orang di atas 18 tahun. Kami justru mendorong sampai 21 tahun. Jadi, iklan promosi sponsor harus berusia lebih dari 21 tahun. Sehingga, boleh merokok ya diatas 21 tahun.
Apa pertimbangan KPAI mengusulkan urgensi pengendalian zat adiktif?
Kami melihat kajian, kematangan otak dan kematangan berfikir diatas 21 tahun. Karena jika terpapar akan terganggu perkembangan anak.
Nah, bagaimana dengan usulan aturan iklan penjualan rokok?
Berkaitan soal display penjualan rokok, kami usulkan kalau ada pembeli harus ada verifikasi KTP. Jadi, untuk memastikan usia perokok anak tidak meningkat, menurut Bappenas yang tertuang dalam RPJMN kita gagal menurunkan prevalensi merokok menjadi 8,7 dari 9,1 persen.
Adakah usulan lain berkaitan dengan zat adiktif?
Usulan kami lainnya juga penjualan rokok ketengan tidak dianjurkan, maka kami minta diatur, dengan harga rendah, setara jajanan anak. Ada kondisi rokok mudah diakses, media internet dan didorong harga murah. Selanjutnya, iklan yang efektif itu sebenarnya juga dari keluarga. Ini menjadi tantangan tersendiri, memberikan edukasi kepada keluarga. Dari keluarga perokok, otomatis anak dan keluarga terpapar asap. Maka harus ada kawasan tanpa rokok, jika rumahnya tidak ada space untuk merokok ya harus keluar dari rumah untuk merokok.
Berarti, KPAI sangat peduli juga terhadap edukasi melalui jalur domestic yaitu keluarga, ya?
Ya karena pada akhirnya anak anak meniru kebiasaan orang tua untuk merokok, dan akhirnya kecanduan.
Untuk mencapai tujuan edukasi ke keluarga, apa yang KPAI sudah dan akan lakukan?
Dari sisi regulasi, misalnya di kabupaten kota ramah anak, ada edukasi pada orang tua, upaya berhenti merokok. Sementara saat ini tempat konsultasi merokok juga belum efektif. Maka kami berharap melalui RPP ini semangat UU Kesehatan memberi derajat setinggi-tingginya pada kesehatan masyarakat. Sebab kita tahu berbagai macam kajian, dari nikotin ini sangat berbahaya bagi anak dan ibu hamil.
Boleh spoiler Pak, setelah pertemuan dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, bagaimana respon beliau berkaitan dengan masukan KPAI?
Pertama, kami mengapresiasi Menteri Kesehatan (Budi Gunadi Sadikin). Ketika kami mengirim surat audiensi, seminggu setelah itu mendapatkan jadwal. Kami pun datang diskusi mengalir, niat kami menyampaikan hasil kajian. Kami berdiskusi isu yang lebih besar. Misalnya, bagaimana menekan kematian ibu dan bayi. Menkes menyampaikan ragam penyakit yang seharusnya ditangani, tetapi sering terlambat. Maka tahun ini seluruh puskesmas ada alat skrining. Suatu kegembiraan bisa melihat calon bayi.
Apakah Menkes Budi menyoroti isu kesehatan lain?
Ada kasus ginjal akut itu. Anak meninggal karena terlambat mendapat persalinan. Kami tidak mengecilkan jumlah, pemerintah perlu menyelesaikan masalah dari dari hulu. Kami melihat Menkes Budi, dari 4,8 juta misalnya ingin memastikan kelahiran sehat. Sehingga perlu tenaga dokter khususnya di daerah 3T. Dengan demikian angka kematian anak bisa ditekan.
Menurut penilaian Pak Jasra, bagaimana prioritas Kemeneks atas RPP Kesehatan?
Menkes sendiri menyusun berbasis data, dibandingkan kasus gagal ginjal dan kematian ibu dan anak juga lebih tinggi. Bahkan, kasus ginjal sudah masuk ke RUU kesehatan ini, masuk juga keracunan obat, bahkan di RUU sudah ada kompensasi.
Contoh kompensasi apa yang tertuang dalam RPP Kesehatan?
BPJS misalnya tidak menanggung semua pengobatan . Ini (biaya pengobatan) nilai cukup besar dan cukup banyak anak-anak di Indonesia menjalani disabilitas sepanjang hidupnya. Semoga dengan adanya kompensasi ini bisa membantu keluarga terdampak.
Selama ini apa tantangan KPAI dalam mendorong hak anak dalam RPP Kesehatan?
Sebetulnya dalam public hearing, dari seribu pasal RPP, secara substantif sudah terakomodir. Sehingga kami berharap pemerintah bisa segera mengesahkan RPP ini. Undang-undang jika sudah sah maka langsung berlaku, ini harus segera. Kerja pemerintah sangat luar biasa. Nah, setelah ini tantangan Permenkes yang tidak diatur di RPP.
Apakah ada substansi yang tereliminasi karena kalahnya data? Mengingat Menkes Budi sangat memperhatikan data sebagai bukti empiris pengambilan kebijakan?
Sebetulnya masukan kita tidak mengubah pasal. Jadi pasal eksisting yang kami tambahkan penjelasan. Sehingga pasal tidak multitafsir, bagaimana berorientasi kepada kesehatan anak. Ini dengan harapan bisa di akomodir, sehingga produk RPP ini betul berkualitas dan perspektif perlindungan anaknya terakomodir.
Satu tantangan mungkin soal pembiayaan, karena di pembiayaan ada indeks pembiayaan nasional. Ada prioritas mana yang menjadi prioritas, kami berharap pembiayaan ini bisa terakomodir terutama anak disabilitas. Karena ini butuh jenis layanan yang khusus, saya kira ini tidak mudah.
Seperti apa tantangan menangani anak disabilitas di Indonesia? Apa saja hak mereka yang belum terpenuhi?
Kami pernah dapat cerita, anak berkebutuhan khusus ini butuh 10-15 juta untuk terapi dan berobat. Maka kami berharap melalui RPP ini di detailkan. Lalu soal visum, apakah di Polri dan RS Bhayangkara dan dengan Pemda.
Ada 35 anak di sodomi dan tidak semua bisa di visum. Ada faktor waktu dan jadwal yang lumayan jauh, dan pemda mengambil tanggung jawab. Nah, betapa pentingnya hal ini, kita sudah sampaikan ke menkes. Jangan lupa proses hukumnya cepat, dengan memastikan keadilan bagi korban.
Berkaitan dengan tren rokok elektronik atau vape, apakah ada masukan KPAI kepada Menkes Budi?
Untuk rokok kami sudah ajukan. Rencana pemerintah akan mengatur melalui Permenkes nantinya. Kami juga sudah menyampaikan kepada BPOM. Sebenarnya itu hanya penipuan rasa agar anak-anak mencoba. Bagi industri ini sebagai peluang, mengaburkan zat adiktif itu tersendiri. Mungkin semua ini diatur Permenkes. Sehingga situasi yang membahayakan anak-anak bisa kita cegah.
Apa saja masalah kesehatan anak yang dalam jangka pendek menjadi tantangan besar Indonesia?
Kami sudah bertemu KPU (Komisi Pemilihan Umum), agar dalam debat Capres dan Cawapres, setidaknya 4 isu masuk. Pertama, kekerasan terhadap anak. Meskipun trennya turun tetapi terkait kualitas kasus sangat luar biasa, dan anak masuk menjadi pelaku. Kedua, kasus penurunan pernikahan anak, hak terabaikan, pendidikan terabaikan. Belum lagi emosi belum terkontrol, dampak lain di SDGs.
Ketiga, Isu penurunan pekerja anak. Jika kami lihat di kota-kota, mereka menjelma di anak ondel-ondel, di daerah seperti perkebunan dan pantai
Keempat, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak. Tantangan hari ini sangat beragam, dari ekonomi dan sosial. Misalnya orang tua yang bekerja, ada jaminan anak tidak terabaikan. Maka KPAI mendorong perancangan UU Pengasuhan yang saat ini sudah masuk prolegnas. Jadi, baik anak di lembaga maupun di rumah, pengasuhannya sama.
Apa yang mendorong KPAI menyamakan sistem pengasuhan anak?
Kami melihat, anak yang dititipkan di lembaga penitipan, banyak di-bully. Standar pengasuhan ini penting, karena kami orang tua setiap anak itu perlakuannya sama. Kadi empat isu ini menjadi perhatian kedepan, dan menjadi pendukung ke depan.
Bagaimana usulan KPAI dalam debat capres-cawapres?
Siapapun pemimpin nanti, keberlanjutan RPJMN ini terus berlanjut. Kami sudah usulkan program prioritas dalam debat. Kemudian, ada 84 juta penduduk usia anak yang butuh perhatian. Jika kita meletakkan pondasi baik, maka hasilnya baik. Oh ya, tentu isu stunting berharap segera menjadi nol.
Saya pernah bertanya saat acara di sekolah, siapa yang sudah sarapan, ada berbagai alasan. Dan saya pikir intervensi di keluarga, sekolah dan pihak terkait menjadi penting. Sehingga peran perlindungan anak berjalan, kemudian organisasi lainnya.
Seberapa yakin KPAI, Indonesia sukses membentuk generasi emas bebas stunting?
Selaku generasi yang mengawali generasi emas, ya harus optimis. Syarat stunting diturunkan, kekerasan diturunkan. Semua kalau dipenuhi secara cepat saya rasa optimis. Harapan kita Indonesia emas itu tidak menjadi Indonesia cemas.
Apa pesan KPAI bagi masyarakat Indonesia di tahun politik?
Pertama, bicara hak kesehatan anak tanggung jawab kita bersama. Ini mulai dari keluarga yang memahami kesehatan anak. Segera merujuk ke pelayanan kesehatan yang ada. Kedua, penting jika anak sehat akan tumbuh kembang maksimal. Setiap anak harus mendapat hak kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pewawancara: Gloria Fransisca KL & Gilang Helindro (AJI Jakarta)
Pembaca juga dapat menonton siaran lengkap wawancara ini melalui PROCAST: Prohealth Podcast dengan judul; Gerilya KPAI Perjuangkan Kesehatan Anak.
Discussion about this post